Sahabat Sehidup Sesurga

Loading

Oleh: Ustadz Thau’an Abdillah

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Alhamdulillahrabbil ‘alamiin, segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua, sehingga kita masih dipertemukan dengan bulan yang penuh berkah ini serta dalam keadaan sehat wal afiat.

Sholawat serta salam, semoga selalu tercurah kepada Nabiyullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nabi yang telah memperjuangkan Dinul Islam, sehingga kita bisa merasakan betapa indahnya iman yang bersemayam di dalam hati dan betapa anggunnya Islam di dalam kehidupan.

Ikhwani fiddin rahimani wa rahimakumullah.

Sebagaimana yang kita pelajari di bangku sekolah, bahwa manusia itu adalah makhluk sosial. Makhluk yang saling bantu membantu. Makanya kemudian, sedari dini kita hendaknya terbiasa untuk hidup dengan teman. Baik teman main, teman belajar, teman diskusi, hingga kemudian teman hidup.

Namun, salah kaprahnya di zaman sekarang ini, standart pertemanan ditentukan sosial media yang beredar. Patokannya pun payah, wal’iyadu billah. Sekarang yang layak menjadi teman adalah mereka yang gaul, yang tidak pernah menyinggung agama, yang mau mendengarkan kata hati walaupun kecondongan hatinya kepada hal yang buruk. Sehingga, setan pun menghias istilah-istilah pertemanan dengan nama-nama yang keren.

Support system adalah salah satu istilah yang dipakai untuk saling mendukung di dalam pertemanan walau di dalam kemaksiatan. Kemudian ada istilah circle, yang digunakan untuk membatasi kelompok pertemanan, sekali lagi meskipun di dalam kemaksiatan. Ada juga istilah cheer, yang kemudian digunakan untuk perayaan pertemanan walaupun perayaannya menggunakan khamer dan yang semisalnya.

Bukankah Allah telah mengabarkan bagaimana kondisi sahabat dalam keburukan kelak di akhirat? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قَالَ ادْخُلُوْا فِيْٓ اُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِ فِى النَّارِۙ كُلَّمَا دَخَلَتْ اُمَّةٌ لَّعَنَتْ اُخْتَهَا ۗحَتّٰٓى اِذَا ادَّارَكُوْا فِيْهَا جَمِيْعًا ۙقَالَتْ اُخْرٰىهُمْ لِاُوْلٰىهُمْ رَبَّنَا هٰٓؤُلَاۤءِ اَضَلُّوْنَا فَاٰتِهِمْ عَذَابًا ضِعْفًا مِّنَ النَّارِ ەۗ قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَّلٰكِنْ لَّا تَعْلَمُوْنَ

“Allah berkata, ‘Masuklah kalian bersama dengan ummat-ummat sebelum kalian, dari jin dan manusia ke dalam Neraka.’ Setiap masuk suatu ummat ke dalamnya, semua saling melaknat saudaranya. Sampai ketika semua terkumpul di dalamnya, berkatalah orang yang di belakang untuk orang yang terlebih dahulu masuk, ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya mereka telah menyesatkanku, maka berilah adzab yang berlipat ganda bagi mereka.’ Kemudian Allah menjawab, ‘Semuanya mendapat jatah lipatan gandanya, tetapi kamu tidak mengetahuinya’.” (QS. Al-A’raf: 38).

Mari kita renungi ayat ini. Yang mana pada hari itu semua saling melaknat, saling menyalahkan, saling menyesal kenapa mau berteman dengan orang-orang seperti itu. Dengan gambaran yang gamblang ini, apakah kemudian kita masih mau ber-support system di dalam kemaksiatan?

Padahal jauh-jauh sebelumnya, Al-Qur’an telah menentukan standart pertemanan, yang keberadaannya mampu kekal hingga akhirat. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

اَلْاَخِلَّاۤءُ يَوْمَىِٕذٍۢ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ اِلَّا الْمُتَّقِيْنَ ۗ ࣖ

“Sahabat-sahabat karib dikala itu saling bermusuhan, kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67).

Teman yang bakal menemani kita hingga ke akhirat, bukan mereka yang senantiasa menemani kita dikala senang maupun sedih. Bukan yang senantiasa mendukung kita walaupun dalam kemaksiatan. Namun, yang menemani kita hingga kelak ke negeri akhirat adalah mereka yang sering mengingatkan kita akan shalat, membacakan Al-Qur’an kepada kita, menegur kita dikala kita lalai, merangkul kita untuk senantiasa bertaubat.

Mungkin saja kita membenci mereka kala di dunia. Akan tetapi, kelak di akhirat, dia akan menjadi teman yang kita damba-dambakan. Yang akan kita sesali, mengapa dulu di dunia kita tidak merangkulnya, menyambut seruannya, menerima jabat tangannya. Karenanya, mumpung masih di dunia, carilah mereka sebanyak-banyaknya, meskipun kita belum bisa menjadi seperti mereka.

Seorang Salaf Syu’aib bin Harb Rahimahullahberkata, “Janganlah kalian duduk kecuali dengan salah satu ini. Pertama, seseorang yang menasehatimu, kemudian engkau pun mau menerima nasehat darinya. Kemudian, seseorang yang engkau nasehati, kemudian dia mau menerima nasehat darimu.” Wallahu a’lam bis showwab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *