Belajar dari Galaunya Sang Baginda

Loading

Oleh; Ustadz Thau’an Abdillah

الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله  من شرور انفسنا وسييءات اعمالنا ,فمن يهده الله فلا مضل له,و من يضلل فلا ها دي له,و اشهد ان لا اله ال الله واشهد ان محمد عبده و رسوله,اللهم صلى على نبينا محمد و على اله وصحبه وسلم

Segala puji ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya, sehingga kita masih dimudahkan menyebut asma-Nya di setiap hembusan nafas kita.

Sholawat serta salam juga tak kan lupa selalu kita haturkan kepada suri tauladan kita, Nabiyullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yang telah memperjuangkan Dinul Islam ini, sehingga kita bisa merasakan nikmatnya iman yang bersemayam di dalam dada dan indahnya Islam.

Ikhwani fiddin rahimani wa rahimakumullah.

Kita manusia sering kali merasa kecewa terhadap sesama, karena memang sudah sifatnya manusia itu sering mengecewakan. Terlebih jikalau kita terlalu berharap kepada manusia.

Apalagi di zaman sekarang ini, di saat manusia kecewa, ia akan mencurahkan seluruh kekecewaannya ke beranda sosial media. Menyusun kata pada setiap situs, supaya manusia tahu dia sedang kecewa. Lebih kasarnya lagi, hingga mengumpat di sosial media. Naudzubillah…

Sekarang mari kita lihat bagaimana uswah hasanah kita, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memanage rasa kecewanya. Karena beliau juga manusia, yang pasti punya rasa kecewa. Pada tahun ke 10 setelah diutusnya beliau sebagai Rasul, disebut sebagai tahun kesedihan sang Baginda. Karena pada tahun tersebut, bertumpuk kedukaan bagi beliau. Berupa meninggalnya paman beliau tercinta, yakni Abu Tholib yang selalu menjaga dakwah beliau. Kemudian disusul dengan wafatnya sang istri tercinta, ibunda Khadijah Radhiyallahu ‘anha.

Belum lagi penekanan yang ditambahkan oleh kaum kafir Quraisy terhadap dakwah beliau. Maka, di saat kondisi yang menekan ini, beliau mencoba mencari suasana baru dengan memulai berdakwah di luar Mekkah. Dengan harapan ada yang menerima dakwah beliau di luar Mekkah.

Kota pertama yang beliau tuju adalah Tha’if, berjarak 60 mil dari Mekkah, yang merupakan termasuk salah satu kota yang subur. Beliau berangkat pun dengan jalan kaki ditemani oleh pelayan beliau yang setia, yakni Zaid bin Haritsah.

Ketika sudah tiba di sana, beliau masuki rumah demi rumah untuk mendakwahkan Islam. Namun ternyata, dakwahnya di tolak mentah-mentah oleh seluruh penduduk. Bahkan, sebagian penduduk melempari beliau dengan batu. Allahul mustaan.

Beliau pun kecewa. Kita bisa bayangkan bagaimana rasa kecewa beliau. Karena tidak ada penerimaan sama sekali, beliau pun pulang ke Mekkah dengan penuh sakit hati. Hingga kemudian, Allah mengutus Jibril serta malaikat penjaga gunung menemui beliau. Kemudian malaikat penjaga gunung tersebut memberikan tawaran kepada beliau, “Wahai Muhammad itu sudah terjadi dan apa yang engkau inginkan sekarang? Jika kau menginginkan untuk meratakan akhsyabaini (gunung di thaif), maka akan aku lakukan.”

Maka beliau menjawab, “Justru aku berharap, Allah keluarkan dari mereka orang-orang yang menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan Nya.” (HR. Bukhari).

Subhanallah, jawaban dari kharakter yang tidak ada bandingannya. Beliau memang galau, dan sangat galau, tapi beliau tidak ingin melampiaskan kegalauan beliau dengan amarah.

Suatu yang wajar jika manusia itu kadang galau. Namun, bagaimana kemudian memanagenya. Bukan malah terus merenungkannya hingga kemudian jadi dendam yang hanya membawa kepada dengki dan iri hati yang tak terhenti. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ ۖ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ بَاقٍ ۗ وَلَنَجْزِيَنَّ ٱلَّذِينَ صَبَرُوٓا۟ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan Kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl: 96).

Allah akan senantiasa selipkan kejutan hikmah dibalik setiap kekecewaan yang menimpa kita. Sekarang para jamaah umroh maupun haji bisa melihat langsung bagaimana Tha’if saat ini. Tidaklah ada rumah kecuali disebutkan nama Allah di dalamnya. Itu adalah buah hasil dari kekecewaan Rasulullah yang dibalut dengan husnu dzon.

Maka, bersegeralah move on dari kegalauan yang kita miliki sebagaimana nabi yang segera move on atas kegalauannya. Karena sudah semestinya seorang Muslim memiliki jiwa yang optimis. Pandangan mereka fokus ke depan, karena yang dituju adalah akhirat. Wallahu Alam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *