Dua Orang Shalih Setelah Berbuat Dosa

Loading

Oleh: Bima Setya Dharma

Dalam ajaran Islam, terdapat sebuah hadis yang menyatakan bahwasanya manusia tidak luput dari berbuat dosa.  Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ

“Setiap anak Adam adalah bersalah, dan sebaik-baiknya orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertaubat.” (HR. Tirmidzi).

Namun, sejalan dengan rahmat Allah Yang Maha Pengampun, diberikanlah jalan untuk memperbaiki diri melalui proses taubat. Tetapi, manusia berbeda dalam menyikapi kemaksiatan yang telah dikerjakannya. Ada yang semakin memburuk dan terlelap dalam maksiatnya. Ada pula yang bertaubat dan meninggalkan maksiat, lalu menjadi jauh lebih baik dari keadaan sebelumnya.

Dalam pembahasan kali ini, akan disebutkan tentang dua keadaan orang shalih setelah jatuh dalam lubang maksiat:

Keadaan yang pertama: Orang yang terlelap dalam maksiatnya.

Yaitu orang-orang yang shalih tetapi jatuh ke dalam lubang maksiat dan terus menerus terperangkap dalam perbuatan maksiat, terperangkap dalam maksiat yang sama atau yang setelah selesai melakukan maksiat berpindah ke maksiat yang lain. Keadaan ini dapat membawa dampak negatif tidak hanya dalam kehidupan dunia, tetapi juga kehidupan akhirat.

Karena terus menerus dalam maksiatnya, mereka sampai lupa terhadap akhiratnya. Mereka semakin menjauh dari jalan Allah, sampai pada penghujung hayatnya mereka lupa untuk bertaubat kepada Allah.

 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Quran Surat An-Nisa Ayat 18:

وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السَّيِّاٰتِۚ حَتّٰىٓ اِذَا حَضَرَ اَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ اِنِّيْ تُبْتُ الْـٰٔنَ وَلَا الَّذِيْنَ يَمُوْتُوْنَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۗ اُولٰۤىِٕكَ اَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًا

“Dan tidak baik keadaan orang-orang yang berbuat dosa, kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman serta mengerjakan amal shalih. Maka bagi mereka Allah akan menggantikan sebagian dari dosa-dosa mereka dengan kebaikan. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS An-Nisa: 18).

Ayat ini menjelaskan tentang dua kelompok yang tidak diterima taubatnya. Yang pertama, orang-orang yang mati dalam keadaan tidak memeluk agama Islam. Dan yang kedua, orang-orang yang tidak diterima taubatnya dikarenakan mereka terus menerus melakukan maksiat tanpa disertai rasa bersalah dan penyesalan, yang kemudian mereka dicabut nyawanya dan belum bertaubat karena terlalu asik tenggelam dalam maksiatnya.

Oleh karena itu, sangat penting bagi manusia untuk merenung atas perbuatan dosa yang telah dilakukannya. Tidak terus-menerus terjerumus dalam lingkaran dosa yang dapat merugikan dirinya sendiri.

Keadaan yang kedua: Orang yang bertaubat dari maksiat.

Mereka adalah orang-orang yang shalih yang setelah berbuat maksiat mereka akan merasakan penyesalan lalu segera bertaubat sebelum maut menjemput. Kembali kepada Allah, serta berusaha keras untuk tidak mengulangi maksiatnya lagi.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

اِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّٰهِ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السُّوْۤءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوْبُوْنَ مِنْ قَرِيْبٍ فَاُولٰۤىِٕكَ يَتُوْبُ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا

“Sesungguhnya bertaubat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang melakukan kejahatan karena tidak mengerti, kemudian segera bertaubat. Taubat mereka itulah yang diterima Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS An-Nisa: 17).

Itulah dua macam kelompok manusia ketika jatuh dalam perbuatan maksiat. Ada yang terlelap dalam maksiatnya dan tidak sempat bertaubat sampai maut menjemput, dan ada pula yang ketika masuk ke dalam lubang maksiat, dia akan bertaubat disertai dengan rasa penyesalan dan azam untuk tidak kembali berbuat maksiat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *