Dakwah Islam Wasathiyah

Loading

Oleh: Ustadz Umaier Khaz, Lc., M.H. (Ketua Umum DPP FKAM)

Dengan rahmat dan ijin Allah Ta’ala, Forum Komunikasi Aktivis Masjid (FKAM) semenjak didirikannya pada 15 Juli 1998 oleh enam orang pendiri: M.S., Kalono, Maman Abdurrahman, Sholeh Ibrahim, Yayan (alm), Agus Prayitno, dan Hebta Kuswoyo, senantiasa dapat menjaga nilai-nilai ikhtiar berpegangkan dakwah, ukhuwah, maju bersama umat dalam menegakkan kalimah Allah. Komitmen memakmurkan bumi Allah yang terangkum dalam butir-butir misi dan terejawantahkan dalam program dakwah dan kemanusiaan senantiasa terjaga hingga saat ini.

Sikap empati, kepedulian, dan kesukarelawanan untuk menyelesaikan permasalahan umat, senantiasa dijaga kelanggengannya. Karakter tersebut diharapkan menghasilkan kepribadian yang peduli terhadap sesama serta ikut andil berperan dalam membantu pemerintah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Maka, sejak tanggal 25 Desember 2004 FKAM mendirikan SAR FKAM sebagai penyaluran Laskar Jundullah yang telah dibubarkan. Dan mulai berkiprah pertama kali pada bencana Tsunami Aceh 2005 menjadi tim Ibu Ani Peduli, Ibu Negara RI pada saat itu, dan hampir pada bencana-bencana besar SAR FKAM selalu terlibat di dalamnya.

FKAM fokus pada kegiatan-kegiatan dakwah dan program-program kemanusiaan. Sebagaimana prinsip yang telah ditancapkan oleh para pendiri dewan syuro dan pengurus sebelumnya, bahwa dalam usaha mewujudkan negara ini sebagai Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur diperlukan usaha dakwah Islam wasathiyyah yang sarat akan akhlak karimah, toleransi, kedamaian, dan kesejukan dalam membumikan nilai-nilai Islam di bumi nusantara ini.

Berakhlakul karimah, adalah ikhtiar pembangunan adab dan akhlak dalam sekup internal dan eksternal. Sesuai dengan amanat pendiri organisasi yang terilhami oleh sila ke 2, “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Dan risalah yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai insan Rahmatan lil ‘alamin, Forum Komunikasi Aktivis Masjid mengerahkan upaya dan sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah diletakkan para Founding Fathers negeri ini.

Jika menilik akar kata adab dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka bermakna kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan; akhlak. Sedangkan keadaban berarti ketinggian tingkat kecerdasan lahir batin; kebaikan budi pekerti (budi bahasa dan sebagainya). Maka Indonesia yang beradab adalah yang masyarakatnya mampu mengaplikasikan Sila ke 2 dalam Pancasila dalam bingkai keagamaan.

Islam telah sempurna dalam mengajarkan umatnya agar senantiasa memiliki adab. Berkali-kali dalam ayat Al-Qur’an Allah memerintahkan agar senantiasa bertakwa. Mereka yang memiliki ketakwaan akan selalu memiliki rasa mawas diri, hati-hati, dan menyandarkan segala rajuk harap kepada Allah Ta’ala. Takwa yang merupakan cermin keimanan tersebutlah yang akan menjadikan perilaku pelakunya terarah dan sesuai fitrah yang telah ditorehkan sejak di alam ruh dan kandungan.

Adab dan akhlak merupakan cerminan dari baiknya kondisi agamanya sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala dalam QS. Ibrahim: 24-25:

“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit; (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seijin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.”

Pembangunan akhlakul karimah dalam sekup internal dan eksternal, dilakukan melalui jalur edukasi khusus dan umum. Hal ini menjiwai Pasal 31 UUD 1945 ayat 2 yang berbunyi, “Setiap warga negara wajib mengikuti Pendidikan Dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat 3 nya“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.” 

Jika akhlak karimah telah terpatri dalam jiwa setiap bangsa NKRI, maka akan muncul karakter yang mencerminkan sikap toleran, damai, dan sejuk. Sehingga terwujud sebuah tatanan komunal yang mengusung persatuan atas dasar kebangsaan tanpa adanya saling caci dan melemahkan golongan lainnya.

Dalam literatur-literatur Islam, beragam disebutkan bahwa agama dan negara tak bisa terpisahkan. Imamul Mujaddid Al Ghazali di dalam Ihya Ulumuddin (1/17) menyatakan:

“Agama dan negara adalah saudara kembar; agama merupakan pondasi dan negara adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang.”

Dengan ijin Allah, Indonesia telah menemukan formula yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan ini dengan mengakomodir semua kepentingan yang majemuk di negeri ini, yaitu Pancasila sebagai falsafah bangsa dan UUD 45 sebagai landasan konstitusi.

Para Founding Fathers berhasil merumuskan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Kalimatunsawa’ yang menjadi titik temu nilai-nilai keberagaman budaya dan agama yang dianut bangsa Indonesia, sehingga walaupun beragamnya agama dan budaya, bangsa Indonesia tetap dapat hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai.

Dalam tradisi Islam, kesepakatan bersama sebagai Kalimatunsawa’ telah biasa dilakukan sejak zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ketika beliau memimpin Kota Madinah, yaitu dengan disepakatinya Piagam Madinah (Madinah Charter) pada tahun 622 M.

Indonesia adalah gambaran ideal yang termaktub dalam Piagam Madinah di mana negeri ini menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, toleransi, dan sama-sama menjaga keutuhan negara dari serangan baik dalam maupun luar.

Posisi Indonesia sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah sebagaimana istilah Muhammadiyah, dan Darus Sulhi was Salam dalam istilah Nahdhatul Ulama, juga sebagai Darul Mitsaq/ Negara Kesepakatan sebagaimana yang disebutkan oleh Wakil Presidan kita Prof. Dr. (H.C) K. H. Ma’ruf Amin, adalah komitmen kebangsaan yang harus kita jaga bersama, sehingga kita dapat hidup secara damai dengan prinsip muahadah (kesepakatan) dan muwatsaqah (kepercayaan), bukan dengan posisi muqatalah (saling membunuh) atau muharabah (saling berperang).

FKAM dalam hal ini, tentu berada di garda terdepan menjaga komitmen kebangsaan ini dengan berkontribusi dalam core dakwah dan kemanusiaan. Dakwah, dengan konsep Islam wasathiyyah yang sarat akan akhlak karimah, toleransi, kedamaian, kesejukan, serta kemanusiaan demi mewujudkan keadilan dan kesejahteran di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai.

Semoga Allah menjaga negeri ini dari segala keburukan, serta dibimbing dalam hidayah-Nya menuju negara yang Gemah ripah loh jinaweBaldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. [masjund]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *