Sya’ban, Bulan yang Dilalaikan

Loading

Oleh: Ustadz Nurdin

Aroma Ramadhan sudah tercium dari kejauhan. Postingan di media sosial turut berlomba mencari atensi dengan membuat hitungan mundur menuju hari H. Iklan-iklan di TV pun pada beraroma khas ala bulan puasa. Ya, nuansa keindahan bulan Ramadhan sudah bisa kita rasakan hari-hari ini. Ramadhan memang tinggal menghitung hari.

Bulan Ramadhan diibaratkan bulan untuk memanen. Abu Bakr Al-Balkhi Rahimahullah berkata, “Rajab adalah bulan menanam, Sya’ban adalah bulan menyirami, dan Ramadhan adalah bulan panen. Maka siapa yang tidak menanam di Rajab dan tidak menyirami di bulan Sya’ban, bagaimana dia akan panen di bulan Ramadhan?”

Tentu bila seseorang ingin panen, dia harus menanam benih yang diinginkan dan menyirami sekaligus memupuk benih yang sudah ditanam. Begitu pun bila seseorang ingin panen pahala di bulan Ramadhan, seharusnya dia sudah menyiapkannya dari bulan Rajab. Dengan menanam benih-benih kebaikan dan menyiraminya di bulan Sya’ban.

Benihnya adalah amal shalih dan menyiraminya adalah dengan menjaga amal tersebut, terutama dengan menjaga amal yang wajib, sembari menaikkan intensitas dan kualitas dari masing-masing amalan. Sehingga, ketika nanti memasuki bulan Ramadhan, dia tinggal memaksimalkan amalan-amalan tersebut, hingga bisa panen pahala dengan maksimal.

Sayangnya, banyak kaum Muslimin yang inginnya instan. Menanam saat sudah masuk bulan Ramadhan, menyirami juga di bulan tersebut, dengan harapan panennya di bulan tersebut juga. Nyatanya, banyak sekali kaum Muslimin yang grudukan ke masjid dan ikutan puasa di hari pertama Ramadhan kan?

Padahal, sesuatu yang dikerjakan secara instan, biasanya hasilnya tidak bisa bagus dan biasanya akan kelelahan dalam mengerjakannya. Bila sudah kelelahan walhasil akan putus di tengah jalan. Ibarat seseorang yang lomba lari tanpa persiapan dan pemanasan, dia akan kelelahan dan teler di tengah jalan. Akhirnya banyak jamaah yang putus puasanya dan berhenti shalat di masjid, padahal bulan Ramadhan belum berakhir.

Sebagaimana hari-hari ini, lebih banyak kaum Muslimin yang menyiapkan kebutuhan pangan dan badan, daripada menyiapkan kebutuhan hati dan ruhani. Malah banyak yang memperhitungkan dagangannya daripada meningkatkan shalat dan ngajinya. Ada juga yang malahan pol-polan melakukan maksiat, mumpung belum masuk bulan Ramadhan.

Itulah mengapa bulan Sya’ban disebut sebagai bulan ghaflah. Bulan yang banyak orang lalai dan melewatkannya begitu saja. Tidak digunakan untuk menyambut bulan Ramadhan dengan ketaatan dan amal shalih. Malahan kebanyakan terlena dengan persiapan dunia.

Padahal menggunakan waktu ghaflah untuk kebaikan, pahalanya berbeda dan lebih utama. Ibnu Rajab Al-Hambali dalam Latahiful Maarif menjelaskan bahwa menggunakan waktu-waktu yang dilalaikan manusia untuk beribadah memiliki banyak faidah dan kelebihan. Di antaranya mendatangkan cinta Allah dan pahalanya lebih besar. Karena ibadah yang dilakukan di waktu ghaflah lebih cenderung ikhlas dan terjaga dari riya’.

Seperti shalat malam yang lebih mendekatkan diri kepada Allah, karena dilakukan saat banyak orang senang tidur. Nabi bersabda, “Kondisi terdekat seorang hamba dengan Rabb-nya adalah di sepertiga akhir malam. Bila engkau mampu menjadi golongan orang yang berdzikir di waktu itu, lakukanlah.” (HR. Tirmidzi).

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengisi bulan Sya’ban dengan memperbanyak puasa. Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, saya tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam satu bulan dibanding bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban?” Beliau menjawab:

شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Itu adalah bulan yang banyak manusia melalaikannya, terletak antara bulan Rajab dan Ramadhan. Dia adalah bulan amalan-amalan diangkat menuju Rabb semesta alam. Dan saya suka jika amalanku diangkat dalam keadaan saya sedang berpuasa.” (HR. An-Nasai).

Selain untuk mengejar faidah yang lebih banyak, puasa di bulan Sya’ban juga sebagai sarana pemanasan sebelum benar-benar puasa di bulan Ramadhan. Dengan pemanasan, seseorang akan lebih menikmati dan tidak kaget. Ibnu Rajab mengatakan, “Berpuasa pada bulan Sya’ban merupakan bentuk latihan untuk puasa Ramadhan. Dengan demikian, dia tidak akan merasa berat dan terbebani ketika mulai puasa Ramadan.”

Berpuasa pada bulan Sya’ban juga berfungsi menutupi kekurangan puasa Ramadhan, sebagaimana shalat rawatib menambal kekurangan shalat wajib.

Syekh Ibnu Utsaimin menyebutkan dalam Majmu’ Fatawa, para ahli ilmu menyebutkan puasa pada bulan ini sebagaimana shalat rawatib yang mengiringi shalat wajib, baik qabliyah maupun ba’diyah. Fungsinya untuk menutupi kekurangan puasa wajib di bulan Ramadhan. Puasa Sya’ban adalah qabliyahnya dan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal adalah ba’diyahnya. Orang yang mempersiapkan diri berpuasa pada bulan Sya’ban Insyaa Allah tidak terlalu kesulitan pada bulan Ramadhan.

Begitu juga dengan amalan-amalan lain yang ingin kita panen pahalanya di bulan Ramadhan nanti, hendaknya sudah kita panasi sejak bulan ini. Terutama amalan-amalan wajib yang seharusnya kita jaga setiap hari. Apabila di bulan-bulan yang lalu kita masih sering telat shalat fardhu, kita perbaiki ketepatan waktunya sambil kita tambahi kekhusyu’annya. Apabila beberapa bulan ini kita jarang membaca Al-Qur’an, kita mulai buka mushaf dan ngaji lagi dengan target tertentu. Persiapan-persiapan ini akan membantu kita panen pahala sempurna di bulan Ramadhan nanti.

Seperti orang yang menjalankan shalat dengan persiapan lebih awal, dia pun akan lebih khusyu’ menjalankannya. Berbeda dengan orang yang baru datang saat kumandang iqamah, dia berlari terengah-engah untuk mendapatkan shaf, hatinya pun tidak akan tenang. Di samping dia juga kehilangan banyak keutamaan.

Kendati sebenarnya sudah telat, karena Ramadhan tinggal menghitung hari, namun lebih baik telat beramal shalih daripada tidak sama sekali.

Mari kita maksimalkan bulan Sya’ban yang tinggal beberapa hari ini untuk pemanasan dan persiapan menemui bulan Ramadhan. Semoga kita termasuk yang berhasil panen raya dan bergelar orang-orang bertaqwa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *