Loading

Oleh: Dr. Mulyanto Abdullah Khoir, M.Ag.

Orang tua tentu bangga jika anaknya mendapat nilai bagus, masuk sepuluh besar, mendapat rangking dan bahkan juara kelas. Tak jarang nilai sekolah menjadi tolak ukur keberhasilan dalam mendidik anak. Sekolah berlomba-lomba menjual prestasi akademik anak didik, sedangkan orang tua tak jarang berlomba-lomba mencari sekolah favorit seakan sebagai jaminan masa depan anak. Nilai bagus menandakan masa depan cerah, pekerjaan mudah didapat. Namun benarkah hal tersebut?

Memaknai Pendidikan Islam

Para pakar memang berbeda-beda dalam mendefinisikan pendidikan. Ahmad D. Marimba menyebutkan pendidikan adalah proses bimbingan yang dilakukan secara sadar oleh pendidik terhadap proses perkembangan jasmani dan rohani peserta didik, dengan tujuan supaya terbentuk kepribadian yang unggul. Kepribadian yang unggul ini memiliki makna yang cukup dalam, yaitu pribadi yang bukan hanya pintar secara akademis tapi juga baik secara karakter.

Sementara Syed Muhammad Naquib Al-Attas mendefinisikan pendidikan dengan istilah tadib, yaitu pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia, tentang tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu di dalam tatanan wujud sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud tersebut.

Abdurrahman Al Nahlawi mendefinisikan pendidikan Islam yang menurutnya identik dengan kata tarbiyah. Tarbiyah dari segi bahasa menurutnya berasal dari tiga kata. Pertama, kata raba-yarbu yang artinya bertambah, bertumbuh. Kedua, rabiya-yarba yang berarti benar. Ketiga, rabba-yarubbu yang artinya memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, memelihara.

Berdasarkan ketiga kata tersebut, Abdurrahman Al Nahlawi menyimpulkan bahwa pendidikan (tarbiyah) terdiri atas empat unsur. Pertama, menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang dewasa (baligh). Kedua, mengembangkan seluruh potensi. Ketiga, mengarahkan seluruh fitroh dan potensi menuju kesempurnaan. Keempat, semuanya dilakukan secara bertahap. Artinya dari empat hal tersebut disimpulkan bahwa, pendidikan Islam adalah pengembangan seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran Islam.

Sedangkan menurut Abdul Fattah Jalal pengertian pendidikan menurutnya lebih sesuai dengan kata talim, karena kata talim cakupannya lebih luas dari tadib dan tarbiyah. Talim tidak berhenti pada pengetahuan yang lahiriah, juga tidak hanya sampai pada pengetahuan taklid. Talim mencakup pengetahuan teoritis, mengulang kaji secara lisan, dan menyuruh melaksanakan pengetahuan itu. Talim mencakup pula aspek-aspek pengetahuan lainnya serta keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan serta pedoman berperilaku.

Dari berbagai definisi tentang pendidikan Islam tersebut, Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Dengan kata lain, pendidikan Islami adalah pendidikan terhadap seseorang agar ia menjadi Muslim semaksimal mungkin. Termasuk di dalamnya adalah pendidikan seseorang terhadap orang lain, yang diselenggarakan di dalam keluarga, masyarakat, dan sekolah.  Juga menyangkut pembinaan aspek jasmani, akal dan hati anak didik.

Dari berbagai definisi tersebut, pendidikan bukan sekedar aspek akademis semata, namun juga mencangkup aspek-aspek lain, baik jasmani maupun rohani. Baik fisik, mental, maupun akhlak dan karakter. Karena itu, nilai bagus bukan satu-satunya ukuran keberhasilan sebuah pendidikan.

Anak Cerdas dan Pandai

Seseorang yang cerdas menurut Ahmad Tafsir adalah yang mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan cepat dan tepat. Sedangkan orang yang pandai adalah yang memiliki ilmu pengetahuan. Karena itu dalam Islam, pendidikan memiliki beberapa aspek. Aspek jasmani agar anak sehat dan kuat. Aspek akal menjadikan anak cerdas dan pandai. Sedangkan aspek rohani yaitu menjadikan anak yang hatinya senantiasa dipenuhi dengan keimanan kepada Allah.

Kecerdasan dibutuhkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan hidup. Problem-problem kehidupan harus dapat diselesaikan dengan baik. Seseorang akan mampu menyelesaikan berbagai masalah dengan baik jika memiliki pondasi ilmu yang matang. Ilmu sebagai kerangka dasar untuk membingkai persoalan agar mudah dipecahkan. Di dalam Al-Qur’an Allah sebutkan bahwa tidak sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu.

Kasus-kasus kenakalan remaja, perkelahian, tidak mau sekolah dan bahkan bunuh diri, salah satu faktornya adalah anak tidak mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Ia rapuh walaupun nilai akademisnya bagus. Pondasi keimanan lemah, bahkan tidak ada. Mereka di sekolah hanya dikejar nilai-nilai akademis, sementara problem yang dihadapi melampaui nilai akademisnya.

Di dalam Islam, justru pendidikan yang pertama kali ditanamkan kepada anak adalah pondasi keimanan. Rasulullah mengajarkan kepada Abdullah bin Abbas pondasi-pondasi dasar keimanan, senantiasa ingat kepada Allah, meminta pertolongan kepada Allah, sikap iman dan ihsan. Begitupula yang dilakukan Nabi Ya’qub, Nabi Ibrohim, Nabi Ishaq dan nabi-nabi lain kepada anak-anaknya. Begitupula apa yang dididikkan Luqman Al Hakim kepada anak-anaknya adalah bagian pokok mengokohkan pondasi keimanan anak.

Anak pandai saja tidak cukup dengan berbagai problem yang semakin banyak dihadapi hari ini. Karena itu, dibutuhkan anak yang cerdas. Dengan indikasinya mampu menyelesaikan berbagai problem-problem kehidupan dengan cepat dan tepat. Juga dibutuhkan anak yang pandai yang memiliki landasan keilmuan dengan baik. Kedua hal tersebut harus ditopang dengan pondasi dasar keimanan yang kokoh.

Jika profil anak-anak seperti ini muncul di tengah-tengah umat, maka lahirlah generasi-generasi unggul yang siap membawa amanah Allah, sebagai khalifah di  muka bumi. Mereka akan menyebarkan Islam kepada seluruh umat manusia untuk membawa rahmat bagi alam semesta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *