Meraih Ramadhan Ideal

Loading

Oleh: Ustadz Ahmad Fathan

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya, sehingga kita masih dimudahkan menyebut asmanya-Nya di setiap hembusan nafas kita. Sholawat serta salam, juga tak lupa selalu kita haturkan kepada suri tauladan kita, Nabiyullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dengan perjuangan beliau memperjuangkan Dinul Islam, kita pun bisa merasakan nikmatnya iman yang bersemayam di dalam dada dan indahnya Islam.

Ikhwani fiddin rahimani wa rahimakumullah.

Ada banyak ibroh dari firman Allah Ta’ala yang tertuang di dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 183-187. Di antaranya adalah kewajiban berpuasa, hikmah atau tujuan berpuasa, durasi berpuasa Ramadhan, siapa saja yang boleh tidak berpuasa atau diberi rukshah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk tidak berpuasa, bagaimana hubungan antara suami dan istri ketika dalam keadaan berpuasa di bulan Ramadhan, serta ibroh-ibroh lainnya yang Allah karuniakan kepada hamba-Nya yang mau merenungkannya.

Pada kesempatan kali ini, kami akan mengajak saudaraku kaum Muslimin untuk mencermati beberapa poin yang sering dibahas di bulan Ramadhan serta poin yang sangat penting untuk lebih ditekankan dan dijelaskan.

Poin yang Pertama adalah, Sadarilah Ramadhan adalah Karunia Allah yang Agung

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ 

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

Ketika kita mencermati akhir ayat di atas, maka kita tahu bahwasanya tujuan Allah mensyariatkan kepada kita untuk mengerjakan kewajiban puasa selama sebulan penuh di bulan Ramadhan adalah agar kita menjadi orang yang bertaqwa. Lalu kemudian, apakah Allah hanya sekedar memerintahkan kita menjadi orang yang bertaqwa pada bulan tersebut saja? Tentu tidak.

Idealnya adalah, kita berpuasa di bulan Ramadhan merupakan ajang pembuktian keinginan kita yang mengakar hingga hati untuk menjadi orang yang bertaqwa, dengan cara menyambut kabar gembira karunia Ramadhan dari Allah Ta’ala dengan mau berubah, menempa diri dalam ibadah, ketaatan, dan menjauhi larangan-Nya. Serta kita berjuang dengan sebenar-benarnya perjuangan untuk bertaqwa pada bulan Ramadhan, dan juga setelah lulus dari madrasah ruhiyah di bulan Ramadhan yaitu setelah Idul Fitri dan sampai akhir hayat kita.

Ikhwani fiddin rahimani wa rahimakumullah.

Jarang sekali kita berfikir, bagaimana cara kita menjadi orang-orang yang bertaqwa dengan sebenar-benar taqwa melalui madrasah ruhiyah Ramadhan. Akan tetapi, kita terlalu sibuk dengan momen yang sejatinya bukan merupakan inti dari bulan Ramadhan yang seharusnya kita prioritaskan.

Acap kali kita bersemangat diawal Ramadhan, namun kembali seperti semula di pertengahan, dan sibuk buka bersama di penghujung akhir bulan Ramadhan. Lalu kita berkata, “Wah ndak kerasa ya, sudah mau lebaran!” Dan kelalaian tersebut, berulang-ulang hingga bertahun-tahun tanpa merasa khawatir bahwa maut mengintai kita selalu.

Dalam sebuah qaul yg dinisbatkan kepada Ali ibn Abi Talib Radhiyallahu’anhu, beliau berkata:

الناسُ نيامٌ فإذا ماتُوا انتبَهوا

“Manusia pada hakikatnya tertidur (dalam kelalaian), maka ketika mereka mati, mereka terbangun dari tidurnya dan menjadi waspada.”

Ikhwani fiddin rahimani wa rahimakumullah.

Ingatlah, bahwa tiada jaminan bagi kita berumur panjang lalu bertemu dengan Ramadhan tahun depan. Tetapi, selalu ada jaminan rezeki dari Allah selama ketika kita hidup. Sehingga, seyogyanya kita bangun sebelum kematian membangunkan kita dari kelalaian kita terhadap kesempatan dan karunia yang Allah Ta’ala berikan kepada kita.

Kemudian, Poin yang Kedua adalah Utamakanlah Amal yang Lebih Utama

Ketika bulan Ramadhan, amalan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Selain itu, banyak sekali amalan-amalan sunnah yang telah Rasulullah dan generasi terbaik kaum Muslimin contohkan. Dari shalat Tarawih, memperbanyak tilawatul Qur’an, dan sebagainya.

Namun, kadang kita tidak menyadari, bahwasanya amalan wajib itu masih tetaplah lebih utama daripada amalan sunnah. Banyak orang bersemangat shalat Tarawih dari 11 bahkan hingga 23 rakaat. Tapi mereka lupa, kalau cucuran keringatnya di siang hari ketika berangkat shalat Dzuhur adalah lebih utama di sisi Allah daripada air matanya yang membanjiri malamnya ketika Tarawih.

Dengan kata lain, Ramadhan ini bukan hanya soal memperbanyak amalan sunnah, namun memperbaiki kualitas amalan wajib yang lebih utama di sisi Allah. Karena pada hakikatnya, amalan wajib tetaplah lebih utama di sisi-Nya ketika kita membandingkannya dengan amalan-amalan sunnah. Di dalam hadits qudsi Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

..وما تَقَرَّبَ إلَيَّ عَبْدِي بشَيءٍ أحَبَّ إلَيَّ ممَّا افْتَرَضْتُ عليه، وما يَزالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إلَيَّ بالنَّوافِلِ حتَّى أُحِبَّهُ..

“Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amalan, dan itu lebih Aku cintai kecuali dengan apa-apa yang telah Aku wajibkan atasnya. Dan ketika hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah sehingga Aku (Allah) mencintainya.” (HR. Bukhari).

Ikhwani fiddin rahimani wa rahimakumullah.

Poin yang Ketiga adalah Berjuanglah sampai akhir

Sesantai apapun kita di awal bulan Ramadhan, selalai apapun kita di pertengahan bulan Ramadhan, maka di waktu akhir bulan Ramadhan, seyogyanya untuk mengencangkan sabuk kita. Bersemangat, mengerahkan potensi, waktu dan tenaga sebagai bentuk syukur kepada Allah Ta’ala atas hidayah-Nya.

Kita memanfaatkan sedikit waktu yang tersisa dari bulan Ramadhan, karena keberadaannya merupakan kesempatan yang tidak tergantikan. Sadarilah, bila lebih dari 20 hari dari Ramadhan telah dilalui, sementara pada hari-hari akhir bulan Ramadhan kita masih berleha-leha, maka kita pun akan dapat terkejut dengan adanya opor ayam yang menunjukkan Hari Raya telah tiba.

Ikhwani fiddin rahimani wa rahimakumullah.

Ketahuilah, sesungguhnya akibat amal manusia itu ditentukan dari akhirnya sebagaimana kita pahami dari nash-nash syar’i. Sebagaimana kita tak lelahnya melangitkan doa agar menutup amal dengan husnul khotimah/sebaik-baik penutupan. Maka, seyogyanya kita kerahkan potensi diri untuk menutup bulan Ramadhan dengan sebaik-baik ketaatan kepada-Nya.

Ikhwani fiddin rahimani wa rahimakumullah.

Demikianlah khutbah singkat yang dapat kami sampaikan. Mengenai 3 poin yang perlu ditekankan saat menghadapi bulan Ramadhan. Yakni hendaknya menyadari bahwa bulan Ramadhan adalah karunia dari Allah yang agung agar kita menjadi orang yang bertaqwa, mengutamakan amal yang lebih utama, dan berjuang di bulan Ramadhan dari awal hingga akhir. Bila ada salahnya saya mohon maaf, dan bila ada benarnya itu dari Allah Subahanhu wa Ta’ala.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *