Menjaga Kesehatan Hati Pasca Ramadhan

Loading

Oleh: Muhammad Arsyad

(Dai FKAM yang Sedang Menempuh Pendidikan di Yaman)

إِنَّ الْحَمْد للهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ، وَمْنْ يَضْلُلُ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدُهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَاً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ

عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْد

Jamaah Shalat Iedul Fitri Rahimani wa Rahimakumullah.

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Yang telah mencurahkan kenikmatan dan karunia yang tak terhingga kepada kita semua. Baik yang berupa nikmat kesehatan maupun kesempatan, sehingga kita pun dapat menunaikan ibadah shalat Iedul Fitri pada tahun ini 1445 H.

Shalawat dan salam, semoga senantiasa tercurahkan kepada pemimpin dan suri tauladan kita, Nabiyullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Melalui perjuangan beliau, cahaya Islam sampai kepada kita, sehingga kita terbebas dari kejahilan dan kehinaan. Dan shalawat serta salam, semoga juga tercurahkan kepada keluarganya, para shahabatnya, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Pada kesempatan yang ini, tidak lupa khatib wasiatkan kepada diri khatib pribadi dan kepada kaum muslimin sekalian, agar kita selalu meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kita. Karena keimanan dan ketaqwaan adalah sebaik-baik bekal untuk menuju kehidupan hakiki di akhirat kelak.

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Pada pagi yang berbahagia ini, seluruh kaum muslimin mengumandangkan takbir, tahmid, dan tasbih dengan penuh rasa gembira untuk mengagungkan dan memuliakan Rabb semesta alam. Mereka merasakan bahwa dirinya adalah umat yang satu. Kiblat yang satu. Tuhannya satu, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jamaah Shalat Iedul Fitri Rahimani wa Rahimakumullah.

Ramadhan adalah bulan tarbiyah. Melalui bulan ini, Allah mendidik orang-orang beriman agar menjadi orang-orang yang baik. Baik dalam hal ini ialah, bersihnya hati dari berbagai tinta hitam yang mengotorinya lantaran banyaknya dosa yang dilakukan. Hal itu karena setiap orang memang tidak bisa menghindar dari yang namanya dosa dan keburukan. Bahwa setiap orang pasti melakukan perbuatan dosa. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ ، لَوْ لَمْ تُخْطِئُوا ، لَجَاءَ اللَّهُ بِقَوْمٍ يُخْطِئُونَ ، ثُمَّ يَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ ، فَيَغْفِرُ لَهُمْ ” (رواه أحمد)

“Demi Dzat yang diriku berada di dalam genggaman-Nya. Seandainya kalian tidak pernah berbuat kesalahan, niscaya Allah akan mendatangkan suatu kaum yang pasti berbuat kesalahan kemudian mereka bertaubat kepada Allah dan Allah kemudian mengampuni mereka.” (HR. Ahmad).

Hadirin yang Dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Taala.

Yang menjadi permasalahan adalah ketika dosa itu sudah bertumpuk-tumpuk menjadi gumpalan hitam di dalam hati sehingga mudah dan ringan melakukan kemaksiatan, yangmana pada saat yang sama, pemiliknya tidak kunjung bertaubat dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ

“Sesungguhnya seorang hamba itu jika melakukan sebuah dosa, maka akan diberikan tinta hitam di dalam hatinya.” (HR. Tirmidzi).

Akibatnya apa? Akibatnya, bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkatan dari dosa tersebut. Sebab, dosa yang terjadi sekali atau dua kali berbeda dengan yang terus-menerus. Dampaknya pun juga tentu berbeda-beda.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

Pada kesempatan yang mulia ini, selaku Khatib kami ingin menyampaikan beberapa poin penting dalam hal kami:

Hadirin yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Taala.

Pertama, jika dosa tersebut sudah terlalu banyak menumpuk di dalam hati, maka hati akan susah merasakan kebaikan. Jika ia sudah tidak bisa merasakan kebaikan, maka ia akan seperti kulit mati yang walaupun dipotong tidak akan terasa. Akhirnya, walaupun ada nasehat, menjadi seperti tidak ada nasehat. Artinya, tingkatan ini adalah tingkatan yang paling berbahaya, walaupun tidak mesti seperti itu. Tapi pada tingkatan ini, jika seseorang terus-menerus tidak peduli dengan keselamatan dirinya, maka dikhawatirkan ia akan binasa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

اِنَّ الْمُجْرِمِيْنَ فِيْ ضَلٰلٍ وَّسُعُر 

“Sungguh, orang-orang yang berdosa berada dalam kesesatan (di dunia) dan akan berada dalam Neraka (di akhirat).”  (QS. Al-Qamar: 47).

Hal itu karena Allah tidak akan mengubah nasibnya sampai ia mau mengubah dirinya sendiri, berhenti dari kebiasaan buruk yang tidak disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَ نْفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11).

Hadirin yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Taala.

Adapun yang kedua, adalah orang yang masih menikmati sebuah dosa tapi hatinya menolak perbuatan anggota badannya. Orang yang seperti ini, dikhawatirkan saat datang sebuah hantaman fitnah dia langsung pinsan; tidak berdaya di hadapan kemaksiatan, menukar agama yang menjamin keselamatannya di dunia dan akhirat dengan kesenangan yang fana dan sementara. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

اَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللّٰهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَـقِّ ۙ وَلَا يَكُوْنُوْا كَا لَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلُ فَطَا لَ عَلَيْهِمُ الْاَ مَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْ ۗ وَكَثِيْرٌ مِّنْهُمْ فٰسِقُوْنَ

“Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk secara khusyu’ mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima Kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.” (QS. Al-Hadid: 16).

Hadirin yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Taala.

Adapun kondisi yang ketiga, adalah kondisi yang lebih baik dari kondisi yang kedua begitupun seterusnya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

Oleh karenanya dalam hal ini, kadang seseorang butuh momen untuk memperbaiki diri. Mengambil ahli nahkoda, yang sebelumnya mengarah kepada karang penghancur menjadi menuju dermaga keselamatan. Momentum yang bisa menjadikan seseorang bersemangat di dalam kebaikan. Mengubah dan memperbaiki hati. Kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kejujuran hati yang tinggi. Bahwasanya bila ia pada hari-hari biasa dapat dengan mudah berbuat dosa dan maksiat, maka pada saat momen itu tiba, ia kemudian berkomitmen dengan kejujuran hati yang tinggi, meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik. Itulah pentingnya dan butuhnya seseorang terhadap sebuah momen.

Hadirin yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Taala.

Momen itu adalah momen Ramadhan. Melalui bulan Ramadhanlah diharapkan untuk setiap orang bisa memperbaiki hati, menata ulang perjalanan hidupnya, mewarnai hari-harinya dengan kejujuran hati yang tinggi di hadapan Allah, serta mendidik hatinya, kharakternya, kesantunannya, dan akhlakul hasanahnya untuk menjadi orang yang bertaqwa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْکُمُ الصِّيَا مُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِکُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa,” (QS. Al-Baqarah: 183).

Pada bulan Ramadhan, seseorang memiliki pelindung dari berbagai keburukan. Perisai yang melindunginya dari panah-panah iblis yang berupa dosa dan maksiat yang selalu menyasar hati. Hal itu karena, pada bulan Ramadhan seseorang lebih mudah mengingat Allah, lantaran ibadah puasa selalu menemani hari-harinya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَالصَّوْمُ جُنَّةٌ (رواه البخاري)

“Puasa adalah perisai.” (HR. Bukhari).

Salah seorang ulama berkata. “Di dunia puasa adalah perisai dari berbagai keburukan, dan di akhirat ia adalah perisai dari Api Neraka.”

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

Hadirin yang berbahagia.

Ramadhan sudah pergi meninggalkan kita. Meninggalkan atsar yang sangat kuat mengakar di dalam jiwa dan sanubari orang-orang beriman. Setelah sebulan penuh hati kita disirami dengan berbagai kebaikan, hati kita dibersihkan dari berbagai kotoran, maka jagalah ia sampai kita bertemu dengan Ramadhan yang akan datang, Insyaa Allah.

Lantas, bagaimana cara menjaga hati yang sudah ditarbiyah di dalam bulan Ramadhan?

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

Ada beberapa cara di dalam merawat hati dari kembali melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk. Di antaranya:

1. Komitmen terhadap diri sendiri.

Caranya dengan menutup pintu dosa itu dengan serapat-rapatnya. Yaitu dengan mengingat-ingat perjuangan lelah dan letih dari menjauhi dosa pada saat bulan Ramadhan, dengan berkata kepada diri sendiri. “Jika anda jatuh ke dalam dosa itu lagi, maka perjuangan anda yang telah anda lewati akan menjadi sia-sia.” Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَاِ ذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

“Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” (QS. Ali ‘Imran: 159).

2. Tidak mencoba-coba kembali melakukan dosa yang sudah ditinggalkan.

Hal itu karena tidaklah sebuah keburukan itu dilakukan melainkan akan melahirkan keburukan berikutnya. Hal ini sebagaimana perkataan sebagian ulama yang dinukil Imam Ibnu Katsir di dalam tafsirnya, “Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan setelahnya, dan di antara balasan keburukan adalah keburukan setelahnya.” (Tafsir Ibnu Katsir).

3. Belajar ilmu agama.

Tidak ada yang lebih baik dari menuntut ilmu. Sebab, tidak ada petaka yang paling besar menimpa manusia melainkan karena kebodohan, kurang lebih seperti itu apa yang dikatakan oleh Syaikh Zaidan. Dengan ilmu, kita bisa mengetahui mana yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mana yang dibenci oleh-Nya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda menyanjung kemuliaan ilmu:

أَلَا إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ ، مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ  (رواه الترمذي)

“Ketahuilah sesungguhnya dunia itu terlaknat (tercela), terlaknat (tercela) apapun yang ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah dan apa yang mengikutinya (yaitu ibadah yang lain), dan seorang berilmu dan belajar ilmu.” (HR. Tirmidzi).

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

4. Dekat dengan orang-orang yang baik.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ (رواه أحمد)

“Seseorang itu tergantung pada agama sahabat dekatnya, maka dari itu hendaknya setiap dari kalian melihat siapa yang ia jadikan sahabat dekat.” (HR. Ahmad).

5. Dekat dengan Al-Qur’an.

Al-Qur’an tidak hanya kita baca huruf-hurufnya, melainkan juga kita renungkan makna-maknanya. Demikian juga tidak hanya dibaca sekali atau dua kali, melainkan berulang-ulang. Karena dengan begitu kita bisa merasakan dekatnya janji-janji Allah kepada orang-orang yang beriman dan ancaman-ancaman Allah terhadap orang yang durhaka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِ نَّ لَـهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Ta-Ha: 124).

6. Dekat dengan para alim ulama.

Ulama adalah pewaris para anbiya. Mereka adalah orang-orang yang dekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mendekati mereka adalah di antara cara seseorang bisa dekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Melalui nasehat-nasehat bijak mereka, hati kita bisa senantiasa tersirami dengan kesejukan-kesejukan hikmah para ulama. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda menerangkan tentang keutamaan seorang berilmu:

فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ ،ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ سورة فاطر آية 28 ، ثُمَّ قَالَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ سَمَاوَاتِهِ وَأَرَضِيهِ ، وَالنُّونَ فِي الْبَحْرِ يُصَلُّونَ عَلَى الَّذِينَ يُعَلِّمُونَ النَّاسَ الْخَيْرَ (رواه الدارمي)

“Keutamaan seorang berilmu itu dibandingkan seorang ahli ibadah seperti keutamaan saya dibandingkan salah seorang yang rendah di bawah kalian.” Kemudian beliau membaca ayat ini, “Sungguh yang takut kepada Allah dari para hamba-Nya hanyalah para ulama.” (QS. Fatir: 28). Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya dan penduduk langit dan bumi serta ikan yang di laut berdoa untuk orang-orang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. Ad-Darimi).

7. Berdoa kepada Allah agar diberikan keteguhan.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kita doa yang sangat masyhur mengenai hal ini, yakni:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ (رواه الترمذي)

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama Mu.” (HR. Tirmidzi).

Di dalam hadist yang lain, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

يَا مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى طَاعَتِكَ (رواه أحمد)

“Wahai Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hatiku di atas ketaatan kepada Mu.” (HR. Ahmad).

8. Senantiasa beristighfar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Istighfar adalah benteng pertahanan kita dari keburukan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، تُوبوا إِلَى اللَّهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ ، فَإِنِّي أَتُوب إِلَى اللَّهِ وَأَسْتَغْفِرُهُ كُلَّ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ  (رواه أحمد)

“Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah dan beristighfarlah, sungguh aku bertaubat kepada Allah dan memohon ampun di dalam satu hari sebanyak 100 kali.” (HR. Ahmad).

Demikianlah sebagian hal-hal yang bisa kita lakukan untuk mengokohkan keimanan kita sampai kita bertemu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِيْنَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى، والتُّقَى، والعَفَافَ، والغِنَى

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ صَالِحَ الْأَعْمَالِ، وَأَدَامَ عَلَيْكُمُ الصِّحَّةَ وَالْعَافِيَةَ، وَوَفَّقَكُمْ لِخَيْرِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *