Menjadi Qurrata A‘yun

Loading

Oleh: Dr. Mulyanto Abdullah Khoir, M.Ag.

“Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa’.” (QS. Al Furqon: 74).

Merupakan kebahagiaan yang tidak ternilai bagi kedua orang tua ketika mendapatkan anaknya menjadi anak yang shalih dan shalihah. Siapapun orang tua akan merasakan kebahagiaan sempurna dalam berkeluarga saat menikmati kehadiran anak yang shalih dan shalihah. Ini menjadi esensi dasar terbinanya keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah. Dari keluarga ini lahir anak-anak yang kelak membawa risalah ilahi. Ini pula yang menjadi doa kedua orang tua sebagaimana surat Al Furqon di atas.

Tak Mudah Melahirkan Qurrata Ayun

Banyak faktor sulitnya menghadirkan anak Qurrata A’yun hari ini. Ada faktor lingkungan, teman, pergaulan, dan bahkan media elektronik. Lingkungan menjadi faktor utama selain keluarga untuk melahirkan generasi yang baik. Jika tumbuh dan besar di lingkungan yang tidak baik, bahkan cenderung konsumtif, hura-hura, hedonisme, sangat berat bagi orang tua untuk mendidik anak menjadi anak yang shalih dan shalihah.

Teman juga menjadi faktor yang menentukan kharakter anak. Tak heran Rasulullah bersabda, “Seseorang itu akan mengikuti agama temannya, maka hendaklah salah seorang di antara kamu memperhatikan siapa temannya.” (HR. Tirmidzi). Ini merupakan bukti bila seorang anak sangat dipengaruhi oleh teman-teman sepergaulannya. Lihatlah hari ini, kenakalan remaja yang terjadi sangat banyak dipengaruhi oleh teman pergaulan.

Dr. Abdullah Nashih Ulwan merinci beberapa sebab anak terjerumus ke dalam kenakalan remaja atau beperilaku yang tidak baik.

Pertama: Ketidakharmonisan hubungan keluarga. Hubungan antara ayah dan ibu sangat mempengaruhi perkembangan anak. Pertentangan yang sering terjadi antara orang tua menjadikan anak stres dan tidak betah tinggal di rumah, sehingga cenderung mencari kesenangan di luar rumah. Jika di luar rumah mendapatkan lingkungan yang negatif, ini menjadi babak awal timbulnya kenakalan remaja.

Kedua: Berhentinya dinamika anak. Masa kanak-kanak adalah masa bermain, aktif bergerak dan bersenda gurau. Orang tua harus memahami kharakteristik anak sehingga mampu menerapkan pendidikan dengan metode yang benar. Hal ini agar anak tidak merasa terkekang, terbelenggu dan menghilangkan keceriaan anak.

Ketiga: Pergaulan negatif, yaitu berteman dengan teman-teman yang nakal dan tidak baik. Ini sebagaimana hadis Rasulullah di atas, anak sangat tergantung dan dipengaruhi teman-teman pergaulannya. Disinilah fungsi orang tua untuk memberikan kontrol yang baik kepada anak dan memastikan anaknya memiliki teman-teman yang baik dan shalih.

Keempat: Buruknya perlakuan orang tua terhadap anak. Sering kita dapati orang tua berlaku kasar, membentak dan tidak jarang memukul. Jika ini berlajut akan berdampak pada psikologi anak. Anak tumbuh dalam kondisi minder, tidak memiliki rasa percaya diri dan selalu menghindar dari pergaulan. Keberlanjutan kondisi ini sangat mempengaruhi kejiwaan anak dan anak cenderung untuk berbuat yang tidak baik.

Kelima: Sering melihat film-film kekerasan dan pornografi. Ini menjadi ujian tersendiri bagi orang tua hari ini. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, konten-konten kekerasan dan pornografi tanpa sadar masuk ke rumah-rumah. Baik melalui televisi, HP, atau yang lainnya. Orang tua harus mendampingi dan memastikan tontonan yang layak bagi anak. Orang tua juga harus sering mengontrol apa isi yang ada dalam HP anak-anaknya.

Keenam: Orang tua lengah dalam mendidik anak. Rasa kurang peduli terhadap pendidikan agama anak menjadikan penyebab perbuatan negatif. Anak tidak mengetahui hak dan kewajibannya kepada Allah. Anak cenderung mengejar prestasi duniawi, tanpa memperdulikan prestasi akhirat. Akibatnya, kesibukan, pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan anak hanya semata-mata mengejar prestasi dan keuntungan duniawi. Jika ini terjadi, akan lahir generasi-generasi lemah yang hanya memperturutkan syahwat duniawi semata.

Menjadi Qurrata Ayun

Menjadi anak yang shalih tentu dengan pendidikan sejak dini. Proses pendidikan sejak dini dimulai dengan mengenalkan dasar-dasar keyakinan kepada Allah. Inilah rahasia mengapa ketika bayi lahir disunahkan untuk dikumandangkan adzan di telinga sebagaimana disebutkan dalam hadis, “Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengumandangkan adzan di telinga Husain bin Ali saat ibunya, Fathimah  melahirkannya.” (HR. Abu Dawud).

Menurut Ibnu Qoyyim agar yang pertama kali mengetuk pendengaran manusia adalah kalimat-Nya yang berisi kebesaran Rabb dan keagungan-Nya, dan kalimat syahadat sebagai kunci awal yang memasukkan seseorang ke dalam Islam.

Mengumandangkan adzan di telinga bayi laksana mentalqin bayi dengan syiar Islam saat pertama ia memasuki alam dunia, sebagaimana ia ditalqinkan dengan kalimat tauhid saat hendak meninggalkan dunia.

Termasuk di dalamnya adalah memberikan nama yang baik bagi anak-anak. Nama adalah doa bagi kedua orang tuanya. Jika memiliki nama yang baik, maka setiap panggilan orang yang memanggil anaknya adalah doa yang baik baginya.

Dalam pertumbuhan anak, wajib dikenalkan dengan tauhid yang benar. Pembinaan akidah mereka. Menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kecintaan kepada Al Qur’an dan keteguhan untuk bersama dengan orang-orang yang shalih. 

Mengajarkan shalat dengan benar. Aktif berjamaah di masjid agar kelak hatinya senantiasa bergantung dengan masjid. Mendidik akhlak dengan akhlak yang baik termasuk di dalamnya adab terhadap kedua orang tua, keluarga, kerabat, tetangga. Menghormati yang lebih tua dan mencintai yang lebih muda serta sopan santun dan mempunyai etika pergaulan yang baik.

Membiasakan anak berlaku jujur, lemah lembut dan tidak berlaku kasar. Membiasakan salam sesama kaum muslimin dan mencintai mereka.  Gemar menghadiri majelis-majelis ilmu untuk menambah pengetahuan dan keimanannya. Selain itu, memilihkan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya, baik untuk dunia apalagi bekal akhirat.

Semua hal tersebut akan terwujud dengan kesungguhan dan tekad yang kuat bagi kedua orang tua. Jika tidak, sangat sulit mewujudkan anak qurrata a’yun, karena semakin hari tantangan orang tua semakin besar dalam mendidikan anak. Peluang anak berbuat tidak baik semakin terbuka lebar, sementara orang tua semakin jarang memperhatikan anak. Jika ini yang terjadi, cita-cita menjadikan anak qurrata a’yun hanyalah anggan-angan dan jauh dari kenyataan. Wallahu  ‘alam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *