Melahirkan Generasi Rabbani

Loading

Oleh: Dr. Mulyanto Abdullah Khoir, M.Ag.

Keluarga adalah pilar utama dalam membentuk generasi rabbani. Keteguhan seorang ayah dalam membina keluarga menjadi kunci lahirnya generasi pilihan tersebut. Begitu pula kesungguhan seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya menjadi faktor penentu tumbuh dan berkembangnya generasi rabbani.

Keluarga rabbani adalah keluarga yang berjalan di atas manhaj rabbani. Menghiasi dengan ketaqwaan, menghidupkan sunah-sunah Rasulullah dengan penuh keistiqomahan dan kesabaran.  Faktor keluarga ini kemudian didukung dengan faktor teman yang shalih, saudara yang baik, lingkungan islami dan rezeki yang halal akan menghantarkan generasi pilihan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَرْبَعٌ مِنْ سَعَادَةِ الْمَرْءِ : أَنْ تَكُونَ زَوْجَتُهُ مُوَافِقَةً ، وَأَوْلادُهُ أَبْرَارًا ، وَإِخْوَانُهُ صَالِحِينَ ، وَأَنْ يَكُونَ رِزْقُهُ فِي بَلَدِهِ

“Empat tanda kebahagiaan seseorang; istri yang shalihah, anak yang baik (shalih-shalihah), saudara-saudara yang shalih, dan rezeki yang didapat dari negerinya.”

Tarbiyah, Inti Keluarga Muslim

Tarbiyah menjadi inti lahirnya generasi rabbani. Generasi Islam pertama lahir karena proses tarbiyah panjang yang dilaksanakan Rasulullah. Mereka menjadi generasi-generasi pilihan, mercusuar di tengah-tengah masyarakat. Mereka dididik dengan manhaj rabbani. Menguatkan aqidah mereka, mendayakan potensi dengan amal nyata, tunduk dan taat terhadap perintah Allah, serta adanya figur uswatun hasanah dalam kehidupan mereka, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Sayyid Quthb mengungkapkan, “Pemeluk agama ini harus benar-benar mengetahui bahwa agama ini dzatnya adalah rabbani, maka konsep operasionalnya harus rabbani, berjalan paralel dengan tabiatnya. Dan tidak mungkin memisahkan agama ini dari konsep operasionalnya. Juga perlu dipahami bahwa manhaj ini adalah konsep yang sifatnya fundamental, bukan manhaj yang temporer, geografis ataupun kondisional yang spesifik berkaitan dengan problem-problem jamaah Islam yang pertama. Ini adalah manhaj yang mana bangunan agama ini tidak akan tegak kapanpun dan dimanapun kecuali harus dibangun dengannya. Berpegang teguh dengan manhaj tersebut merupakan perkara yang sangat vital, seperti halnya berpegang teguh pada sistem Islam pada setiap gerakan.”

Allah memerintahkan setiap muslim untuk mentarbiyah diri dan keluarganya dengan cara melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Mereka harus mencurahkan segala upaya tanpa henti untuk meluruskan anak-anaknya, memperbaiki segala kesalahannya serta membiasakan dengan berbagai amalan kebaikan. Hal ini pula yang ditempuh oleh para Nabi dan Rasul dalam mendidik anak-anaknya, termasuk apa yang dilakukan oleh Nabiyullah Ibrahim ‘Alaihis Salam.

Keluarga tidak membiarkan anak-anaknya teracuni dengan berbagai pemikiran menyimpang,  karena akan mematikan tumbuhnya generasi rabbani. Pemikiran menyimpang bisa masuk melalui TV yang ada di rumah, media sosial, teman pergaulan, lingkungan, atau yang lainnya. Ibarat seorang petani –ungkap Imam Al Ghazali dalam Ayyuhal Walad-, dia harus membuang duri dan mengeluarkan tumbuhan-tumbuhan asing atau rerumputan yang mengganggu tanaman agar dapat tumbuh dengan baik dan membawa hasil yang maksimal.

Membentengi anak dari berbagai kemaksiatan sejak dini juga dicontohkan oleh Rasulullah. Beliau marah saat melihat Umar bin Khattab memegang dan membuka lembaran Taurat. Bahkan Beliau mengatakan, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya. Seandainya Musa berada di antara kalian, kemudian kamu mengikutinya, pasti kalian akan sesat. Ketahuilah sesungguhnya kamu adalah bagianku di antara umat-umat yang lain. Dan aku adalah bagian kalian di antara nabi-nabi yang lain.” (HR. Ahmad).

Dalam keluarga, penyimpangan sekecil apapun harus disingkirkan dan dijauhkan dari anak-anak. Baik dalam pemikiran, sikap, maupun perilaku. Orang tua harus menghilangkan berbagai penyimpangan dan kemungkaran karena jika dibiarkan akan tumbuh benih-benih yang menggerogoti lahirnya generasi rabbani. Peran orang tua menjadi penentu terutama seorang ayah.

Contoh nyata sebagai pemimpin rabbani adalah Rasulullah.  Apapun yang dilakukan tercermin dalam sikap dan perilakunya sebagai uswah. Sementara manhajnya tercermin dalam Al-Qur’an dan Sunahnya. Figur dan konsep yang terbangun dengan baik melahirkan munculnya generasi pilihan pada masa awal Islam. Tak heran, generasi awal Islam dalah generasi pilihan yang Allah memujinya sebagai generasi terbaik sepanjang masa.

Lahirnya generasi rabbani sebenarnya menjadi hak anak atas orang tuanya. Hal ini sebagaimana ungkapan Umar ibn Khattab, “Hak seorang anak yang pertama-tama adalah mendapatkan seorang ibu yang sesuai dengan pilihannya, memilih wanita yang akan melahirkannya. Yaitu wanita yang mempunyai kecantikan, mulia, beragama, menjaga kesuciannya, pandai mengatur urusan rumah tangga, berakhlak baik, mempunyai mentalitas yang baik dan sempurna serta mematuhi suami dalam menjaga keadaan.”

Inilah harta simpanan sesungguhnya, istri-istri shalihah yang melahirkan generasi gemilang untuk mengemban risalah Islam. Generasi gemilang tidak akan lahir dari keluarga yang tidak mampu menunaikan amanahnya kepada Allah dan tidak mampu menjaga harta kekayaan sesungguhnya yaitu anak-anaknya dari berbagai penyelewengan terhadap fitrah yang telah Allah tetapkan. Pertanyaannya adalah: Sudahkah Anda menjadi bagian dari umat yang akan melahirkan generasi rabbani? Atau sebaliknya, menjadi bagian yang melahirkan generasi-generasai lemah yang hanya bergelimang kemaksiatan? Wallahualam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *