Ajari Anak Tauhid

Loading

Oleh: Dr. Mulyanto Abdullah Khoir, M.Ag.

Tauhid adalah inti dakwah yang dibawa oleh para Rasul. Para Nabi dan Rasul memerintahkan hanya untuk menyembah Allah dengan tidak menyekutukan dengan sesuatu apapun. Kekuatan tauhid menjadi pondasi seorang muslim. Anak yang tumbuh dalam bimbingan tauhid akan menjadi anak yang tegar dengan ujian, tidak gampang menyerah, penuh pengorbanan, dan tidak terombang-ambing dengan keadaan. Sesulit apapun kehidupan yang mereka hadapi, mereka tetap tegar di jalan Allah. Inilah modal pokok untuk menghadapi perkembangan zaman hari ini.

Berikut ini kisah keteguhan seorang anak yang dididik dengan celupan tauhid. Sebagaimana dikisahkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

“Seorang raja memiliki tukang sihir yang sudah tua. Tukang sihir meminta kepada raja untuk diberi seorang anak untuk diajari sihir. Raja akhirnya memberi seorang anak kepada tukang sihir tersebut untuk diajari. Setiap mau belajar kepada tukang sihir, anak tersebut singgah ke rumah seorang pendeta. Maka ia pun juga belajar kepada pendeta tersebut.

Suatu ketika, datang seekor hewan raksasa menghalangi orang lewat. Anak tersebut berdoa, ‘Ya Allah, jika ajaran pendeta itu lebih Engkau senangi daripada ajaran tukang sihir, bunuhlah hewan raksasa ini supaya orang-orang bisa lewat.’ Akhirnya, hewan raksasa tersebut dilempari hingga mati dan akhirnya orang-orang dapat lewat.

Anak tersebut akhirnya mampu menyembuhkan orang buta, penyakit buras -badan putih-putih-, dan berbagai penyakit lainnya. Banyak orang beriman setelah disembuhkan oleh anak tersebut. Ketika kabar ini sampai kepada raja, raja memerintahkan untuk mendatangkan anak tersebut. Raja menyiksa orang-orang yang telah beriman di hadapan anak tersebut agar mau keluar dari agamanya. Termasuk menyiksa dan membunuh pendeta yang mengajari anak tersebut. Tetapi dengan keteguhannya, sang anak tidak mau keluar dari agamanya.

Anak tersebut dijatuhkan dari atas gunung, atas ijin Allah, sebelum sampai gunung, terjadi longsor yang menewaskan orang-orang yang membawanya, sementara sang anak selamat. Ketika kembali kepada raja, raja memerintahkan untuk membawa ke tengah lautan dan menenggelamkannya. Atas ijin Allah, perahu yang ditumpangi terbelah terkena ombak dan sang anak selamat. Anak tersebut kembali kepada raja.

Raja pun bertanya kepada sang anak, ‘Apa yang dilakukan temanmu kepadamu?’ Anak tersebut menjawab, ‘Allah melindungiku dari mereka.’ Akhirnya sang anak mengatakan kepada Raja, ‘Engkau tidak akan mampu membunuhku sebelum engkau mengumpulkan orang banyak di tanah lapang. Engkau menyalibku di atas pohon, kemudian engkau mengambil sebuah anak panahku dari tempat penyimpanannya, kemudian engkau meletakkan anak panah itu ke busurnya, seraya mengucapkan, ‘Dengan nama Tuhan anak ini,’ lalu engkau memanahku. Jika engkau lakukan itu, engkau dapat membunuhku!’

Sang raja menuruti apa yang disarankan anak tersebut. Akhirnya terbunuhlah anak itu, sementara orang-orang yang melihatnya secara langsung beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Melihat keadaan tersebut raja memerintahkan kepada mereka untuk kembali kepada agamanya, dan membakarnya bagi yang tidak mau kembali kepada agama raja. Sampai-sampai ada seorang perempuan menggedong bayinya. Perempuan tersebut ragu untuk mencebur ke dalam besi yang panas. Akan tetapi, bayinya berkata kepadanya, ‘Wahai ibuku, tabahkanlah dirimu karena engkau berada dalam kebenaran’.”

Apa yang bisa diambil dari kisah tersebut? Keteguhan seorang anak dalam menghadapi ujian. Ia tetap tegar di tengah-tengah gelombang ujian yang dahsyat. Keteguhannya lahir dari tauhid yang benar. Bahwa yang menghidupkan dan mematikan hanyalah Allah. Ketergantungan hanyalah kepada Allah. Tak ada yang mampu memberikan madharat jika Allah menyelamatkannya, begitu pula sebaliknya.

Ini sejalan dengan ungkapan Rasulullah kepada Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma.  Ia menceritakan, suatu hari saya berada di belakang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau bersabda, “Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah. Dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.”

Keteladanan mengajari tauhid juga diabadikan dalam Al-Qur’an terhadap nasehat Luqman Al Hakim kepada anak-anaknya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Luqman ayat 3:

“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.”

Wasiat pertama Luqman kepada anaknya adalah untuk tidak mempersekutukan Allah dengan suatu apapun. Artinya, ketergantungan manusia hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.

Mengokohkan nilai-nilai tauhid kepada anak akan menyelamatkan dari berbagai kerusakan moral. Seorang anak akan memiliki prinsip yang teguh, tidak mudah terbawa arus. Siap menghadapi berbagai gejolak dan rintangan kehidupan. Termasuk memilih teman yang baik dan pergaulan yang mendukung keimanannya.  Inilah benteng sejak dini dari kerusakan akhlak yang menimpa remaja hari ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *