Adab Terhadap Orang Tua

Loading

Oleh: Dr. Mulyanto Abdullah Khoir, M.Ag.

Saat berkunjung ke salah satu panti jompo, nampak bapak-bapak dan ibu-ibu yang secara usia rata-rata di atas 60 tahun. Di antara mereka ada yang duduk di teras, ada yang diam, ada yang bercengkerama dengan tetangga kamarnya, dan tak jarang ada yang tatapannya kosong. Mereka adalah orang tua yang dititipkan oleh anak-anaknya. Dititipkan untuk diasuh dan dirawat. Anak tidak sanggup merawat dengan berbagai alasan. Salah satunya karena kesibukan kerja.

Bukan berarti anak tidak mampu secara ekonomi. Bahkan setiap awal bulan, panti tersebut dipenuhi mobil-mobil yang bagus. Mereka datang dengan membawa oleh-oleh untuk orang tua yang mereka titipkan. Sekaligus ‘menengok’ kedua orang tuanya.

Bisa jadi, dalam pandangan mereka, orang tua cukup dengan diberikan pelayanan secara fisik, kebutuhan hidup, makan, papan dan sandang. Inilah salah satu contoh anak yang tidak tahu berbalas budi terhadap orang tua. Padahal, ketika kecil, dengan penuh kasih sayang orang tua akan mengorbankan apapun untuk kebaikan anak.

Krisis Adab

Hari ini persoalan adab menjadi persoalan serius dikalangan umat Islam, khususnya generasi muda. Qillatul adab, kurang memiliki adab, etika dan sopan santun. Baik terhadap orangtua, guru, saudara, tetangga, teman, apalagi terhadap Allah dan Rasul-Nya. Karena itu, Imam Malik mengungkapkan mempelajari adab lebih didahulukan daripada mempelajari ilmu. Orang yang beradab akan dapat menjaga ilmunya, sementara orang yang berilmu namun tidak beradab justru akan menjadi bencana bagi umat manusia. Ilmunya bukan untuk menambah maslahat, namun menambah kehancuran, kebinasaan dan kesengsaraan manusia.

Krisis adab menjadi persoalan yang tidak dapat dianggap sederhana. Krisis adab menjadi cermin gagalnya pendidikan terhadap anak-anak kita, baik secara formal maupun non formal. Hampir tidak ada hari selain mendengar perkelahian, minum-minuman keras, narkoba, hamil di luar nikah, geng, bahkan sampai pembunuhan yang terjadi di kalangan remaja. Moral dan etika menjadi rendah. Saat lulusan pun, mereka berpawai dengan pesta pora dan tak jarang berakhir dengan free sex, perbuatan yang menunjukkan nilai moral dan etika yang rendah.

Adab terhadap Orang Tua

Prinsip yang ditekankan Luqman Al Hakim dalam mendidik anak adalah mengajari adab terhadap kedua orang tua. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Luqman ayat 14:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu.”

Orang tua dengan segala kemampuannya untuk membesarkan, mengasuh, mendidik dan membimbing anak-anaknya. Sebuah pengorbanan yang tidak dapat dinilai dengan harta sekalipun, terutama seorang ibu. Ibu memiliki peran yang besar dalam memikul dan tanggung jawab pendidikan anak-anaknya. Bahkan lebih besar karena ibu senantiasa mendampingi anak sejak dilahirkan hingga tumbuh dewasa. Interaksi yang tiada terputus menyatukan hati antara ibu dan anak. Tak heran, seorang ibu rela mengorbankan apa saja demi kecintaan anaknya, begitu pula sebaliknya.

Maka, ketika Rasulullah ditanya tentang siapa orang yang paling berhak untuk mendapatkan kebaikan, Rasulullah menjawab ibunya. Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah:

Dari Abu Hurairah berkata, seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia berkata, “Ya Rasulullah, siapa orang yang paling berhak mendapat kebaikanku?’’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Ibumu.’’ Dia bertanya, ‘’Kemudian siapa?’’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, ‘’Ibumu.’’ Dia bertanya, “Kemudian siapa?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, ‘’Ibumu.’’ Dia bertanya, ‘’Kemudian siapa?’’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, ‘’Kemudian bapakmu.’’

Mengapa ibu menjadi prioritas utama dan bahkan sampai tiga kali. Sebagian ulama berkata, karena ibu memiliki tiga perkara yang sangat mahal yang tidak dimiliki oleh bapak; mengandung, melahirkan dan menyusui.

Karena itu, kewajiban anak terhadap orang tua adalah menghormati, memuliakan dan membantunya. Berlemah lembut kepadanya, berbakti dan mendoakannya. Bahkan Allah melarang seorang anak berkata-kata kasar apalagi membentak kepada kedua orangtuanya. Hal ini Allah ungkapkan dalam surat Al Isra ayat 23 – 24:

“Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’.”

Kisah Pemuda Terjebak dalam Goa

Kisah ini cukup menarik, sekaligus sebagai pelajaran. Kisah tentang tiga seorang yang terjebak dalam goa. Mereka berdoa dengan amal yang paling ikhlas. Ternyata amal yang paling ikhlas salah seorang di antara mereka yang dimiliki adalah amalnya setiap hari memeraskan susu untuk orang tuanya. Sampai-sampai ketika anaknya meminta, ia tidak memberikan sebelum orang tuanya bangun.

Kisah tersebut menjadi pelajaran, betapa orang tua memiliki derajat yang tinggi di hadapan Allah. Di antara ketidaktentraman hidup di dunia adalah adab yang tidak baik terhadap kedua orang tuanya. Termasuk di antara terhalangnya pintu rezeki seseorang di dunia ini adalah sikap dan hubungan yang tidak baik antara anak dan kedua orang tuanya.

Bahkan meskipun orang tua kafir, maka kewajiban berbuat baik tetap berlaku selama masih hidup. Jika telah meninggal selesai tanggung jawab anak terhadap orang tuanya. Pertangung jawaban di hadapan Allah akan dipikul masing-masing. Seseorang tidak akan dimintai pertangungjawaban apa yang dilakukan orang lain, termasuk jika orang tuanya masih kafir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *