Tiga Macam Kedzaliman

Loading

Oleh : Bima Setya Dharma

Dzalim adalah salah satu istilah dalam Islam yang mengarah kepada suatu tindakan ketidakadilan atau penindasan yang merugikan diri sendiri ataupun pihak lain. Dalam bahasa Arab, dzalim (ظالم) berasal dari kata dzulm yang berarti gelap atau kegelapan. Dan secara istilah ulama, dzalim berarti melakukan sesuatu yang tidak pada tempatnya atau melampaui batas. Dalam Al-Qur’an dan Hadis, dzalim seringkali didefinisikan sebagai perilaku yang sangat dilarang dan mendapatkan hukuman berat baik di dunia maupun di akhirat.

Disebutkan dalam Kitab Al Wabilush Shayyib yang ditulis oleh Ibnul Qayim Al Ajauziyah Rahimahullah, bahwasanya kedzaliman dibagi menjadi tiga:

  • Kedzaliman yang tidak diampuni Allah.

Yaitu kedzaliman yang dilakukan seorang manusia kepada Allah seperti syirik, kufur dan nifaq. Kebanyakan ayat-ayat pada Al-Qur’an yang menyebutkan kata dzalim mengarah kepada perbuatan tersebut. Sebagaimana yang disebutkan dalam Qur’an Surat Luqman ayat ke 13:

وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِۗ اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ

“(Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat dia menasehatinya, ‘Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah! Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu benar-benar kedzaliman yang besar’.” (QS. Luqman: 13).

Allah Subhanahu wa Ta’alamengingatkan kepada Rasulullah nasehat yang pernah diberikan Luqman kepada putranya. Syirik kepada Allah dikatakan kedzaliman karena perbuatan itu berarti menempatkan sesuatu yang tidak pada tempatnya, yaitu menyamakan sesuatu yang melimpahkan nikmat dan karunia dengan sesuatu yang tidak sanggup memberikan hal itu. Menganggap bahwa patung-patung, pohon dan benda-benda mampu untuk memberikan rezeki, menurunkan hujan, membawa bencana ataupun menyelamatkan dari bencana adalah perilaku syirik.

 Allah Azza wa Jallajuga menjelaskan bahwa orang-orang yang paling aniaya terhadap dirinya dan terhadap orang lain ialah mereka yang berbuat dusta kepada Allah dengan ucapan dan perbuatan. Yaitu mereka yang mendustakan hukum Allah dan sifat-sifat-Nya. Atau yang mengangkat pemimpin-pemimpin mereka sebagai penolong-penolong yang dapat memberi syafaat di akhirat tanpa ijin Allah. Atau mereka yang beranggapan bahwa Allah mempunyai anak seperti anggapan orang-orang Arab Jahiliyah bahwa malaikat-malaikat itu anak-anak perempuan Allah, dan anggapan orang-orang Nasrani bahwa Nabi Isa ‘Alaihissalam itu anak Allah. Maka anggapan-anggapan seperti itu secara tidak langsung mengandung kesyirikan karena menyamakan Allah dengan makhluk-Nya. Dan mereka itulah yang dimaksud oleh Allah sebagai orang-orang dzalim yang mendapat laknat dari Allah.

وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًاۗ اُولٰۤىِٕكَ يُعْرَضُوْنَ عَلٰى رَبِّهِمْ وَيَقُوْلُ الْاَشْهَادُ هٰٓؤُلَاۤءِ الَّذِيْنَ كَذَبُوْا عَلٰى رَبِّهِمْۚ اَلَا لَعْنَةُ اللّٰهِ عَلَى الظّٰلِمِيْنَۙ

“Siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada tuhan mereka dan para saksi akan berkata, ‘Orang-orang inilah yang telah berbohong terhadap tuhan mereka.’ Ketahuilah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang-orang dzalim.” (QS. Hud: 18).

Allah akan mempersiapkan Neraka Jahannam bagi orang-orang yang berbuat kesyirikan ketika mereka tidak bertaubat sebelum ajal menjemput.

يُّدْخِلُ مَنْ يَّشَاۤءُ فِيْ رَحْمَتِهٖۗ وَالظّٰلِمِيْنَ اَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًاࣖ

“Dia memasukkan siapa pun yang Dia kehendaki ke dalam rahmat-Nya (Syurga). Bagi orang-orang dzalim Dia sediakan adzab yang pedih.” (QS. Al Insan: 31).

Mereka juga diharamkan memasuki Syurga. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Maidah ayat ke 72:

اِنَّهٗ مَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوٰىهُ النَّارُ

“Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan Syurga baginya, dan tempatnya ialah Neraka.” (QS. Al Maidah: 72).

Dan sungguh kedzaliman ini sangat berat, berbeda dengan dosa selain syirik yang dapat terhapus di dalam Neraka setelah kematian. Kedzaliman berupa syirik ini tidak akan diampuni oleh Allah kecuali bertaubat sebelum ajal menjemput.

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدِ افْتَرٰٓى اِثْمًا عَظِيْمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa’: 48).

  • Dzalim yang masih bisa diampuni Allah. 

Yang dimaksud pada jenis yang kedua ini adalah mendzalimi diri sendiri. Yaitu orang yang berbuat dosa kepada Allah selain syirik dan tidak melibatkan hak orang lain seperti perintah untuk mengerjakan sholat, puasa, zakat dan haji, atau berupa larangan seperti larangan minum khamer, atau yang haram. Karena seungguhnya Allah memiliki batasan-batasan syariat yang harus ditaati. Oleh karena itu, barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah berarti ia berbuat dzalim kepada dirinya sendiri.

وَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهٗۗ

“Siapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri.” (QS. Ath Thalaq: 1).

Orang-orang yang berbuat dzalim akan mendapatkan hukuman yang berat dari Allah. Hanya saja, ada perbedaan kedzaliman dalam kategori ini dibandingkan kedzaliman yang pertama. Untuk kedzaliman orang yang berbuat syirik hanya bisa dihapus dengan cara bertaubat sebelum ajal menjemput. Adapun orang yang berbuat dzalim kepada diri sendiri memiliki berbagai cara agar dosanya terhapus. Salah satunya dengan cara bertaubat dan beristighfar memohon ampunan kepada Allah.

وَمَنْ يَّعْمَلْ سُوْۤءًا اَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهٗ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللّٰهَ يَجِدِ اللّٰهَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

“Dan barangsiapa berbuat kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An Nisa’: 110).

Dan dosa kedzaliman ini juga bisa dihapus dengan cara melakukan amalan shalih.

، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا،

“Iringilah keburukan dengan kebaikan niscaya menghapusnya.” (HR. Tirmidzi, dia berkata hadisnya hasan, pada sebagian cetakan dikatakan hasan shahih).

Begitu pula dihapus karena ditimpakan kepadanya musibah. Sebagaimana diriwayatkan dari Mu’awiyah, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا مِنْ شَىْءٍ يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ فِى جَسَدِهِ يُؤْذِيهِ إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِه

“Tidaklah suatu musibah menimpa jasad seorang mukmin dan itu menyakitinya melainkan akan menghapuskan dosa-dosanya.” (HR. Ahmad 4: 98. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa sanadnya shahih sesuai syarat Muslim).

  • Kedzaliman yang Allah tidak akan mengabaikannya.

Yang dimaksudkan adalah kedzaliman kepada orang lain. Dikatakan tidak akan diabaikan Allah karena orang yang berbuat dzalim kepada orang lain tidak akan diampuni sebelum hak kepada yang didzalimi ditunaikan walaupun ia sudah bertaubat. Dan kedzaliman ini diharamkan oleh Allah sebagaimana dalam sebuah hadits qudsi:

يا عِبَادِي، إنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ علَى نَفْسِي، وَجَعَلْتُهُ بيْنَكُمْ مُحَرَّمًا، فلا تَظَالَمُوا،

“Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya Aku mengharamkan kedzaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikannya haram di antara kalian. Maka, janganlah kalian saling mendzalimi.” (HR. Muslim).

Hal ini mencangkup merusak lingkungan, mengganggu ketenangan orang lain, mengambil harta secara batil seperti merampok, mencuri atau menipu. Dan ketika pelaku dzalim bertaubat, maka masih ada hak yang perlu dibayar kepada orang yang telah ia dzalimi. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda:

لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ مِنْ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ

“Semua hak itu pasti akan dipenuhi pada hari kiamat kelak, hingga kambing bertanduk pun akan dituntut untuk dibalas oleh kambing yang tidak bertanduk.” (HR. Tirmidzi).

Hak yang dimaksud seperti mengembalikan barang kepada orang yang barangnya ia curi, atau untuk meminta maaf kepada orang yang kita sakiti hatinya hingga ridho kepada kita, ataupun tidak mengembalikan hutang yang masih kita tanggung. Dan ini harus segera dilakukan di dunia, jangan sampai meninggal dalam keadaan masih belum menunaikan hak kepada orang lain dan harus menunaikannya di akhirat.

Ketika hak ini masih ada dan dibawa ke akhirat, maka dia harus menuntaskannya di akhirat. Dengan cara memberikan pahala kebaikannya untuk orang yang didzalimi. Adapun jika ia sudah tidak punya pahala kebaikan lagi, maka dia akan mengambil dosa-dosa keburukan milik orang yang didzalimi untuk dibebankan kepada pelaku dzalim. Dan ini sesuai apa yang dikabarkan dalam hadis dari Abu Hurairah Radiallahu ‘anhu diriwayatkan secara marfu’:

مَنْ كَانَتْ عِندَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ، مِنْ عِرْضِهِ أو مِنْ شَيْءٍ، فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ اليومَ قَبْلَ أَن لا يَكُونَ دِينَارٌ ولا دِرْهَمٌ؛ إِنْ كَانَ له عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، وَإِن لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أَخَذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

“Barangsiapa pada dirinya terdapat mazhlamah (harta yang dirampas dengan dzalim) milik saudaranya, hendaklah ia memintanya menghalalkannya sekarang ini. Karena di sana (hari kiamat) tidak ada dinar dan dirham, sebelum amal shalihnya diambil darinya lalu diberikan kepada saudaranya itu. Jika ia tidak memiliki amal shalih, maka kesalahan-kesalahan saudaranya itu diambil kemudian dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhari).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *