Oleh: Dr. Mulyanto Abdullah Khoir, M.Ag.
Selesai mengurus jenazah khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz sejenak ingin merebahkan tubuhnya karena lelah. Melihat ayahandanya mau istirahat, Abdul Malik, salah seorang putra Umar bin Abdul Aziz yang saat itu baru berumur 17 tahun mendatanginya seraya berkata, “Apa yang ingin Anda lakukan wahai Amirul Mukminin?” Umar bin Abdul Aziz menjawab, “Wahai anakku, aku ingin memejamkan mata barang sejenak karena sudah tak ada lagi tenaga yang tersisa.”
Berkata Abdul Malik, “Apakah Anda akan tidur sebelum mengembalikan hak orang-orang yang didzolimi wahai Amirul Mukminin?” Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjawab, “Wahai anakku, aku telah begadang semalaman untuk mengurus pemakaman pamanmu Sulaiman. Nanti jika telah datang waktu Dhuhur, aku akan shalat bersama manusia dan akan aku kembalikan hak orang-orang yang didzolimi kepada pemiliknya, insyaa Allah.”
Mendengar jawaban ayahnya, dengan sigap Abdul Malik balik bertanya, “Siapa yang menjamin bahwa Anda masih hidup hingga datang waktu Dhuhur wahai Amirul Mukminin?” Kata-kata anaknya menyentak Umar bin Abdul Aziz. Kata yang membangkitkan semangat, melenyapkan segala kelelahan serta memberi kekuatan kepadanya. Dirangkul dan diciumlah kening anaknya seraya berucap, “Segala puji bagi Allah yang telah mengeluarkan dari tulang sulbiku seorang anak yang dapat membantu melaksanakan agamaku.”
Kisah Umar bin Abdul Aziz dan anaknya tersebut menegaskan bahwa hadirnya anak sholeh membantu mewujudkan keimanan dan ketaqwaan dalam sebuah keluarga. Bapak bertanggung jawab terhadap seluruh anggota keluarga, sementara ibu sebagai tonggak lahirnya generasi yang bertaqwa.
Memilih Calon Istri dari Wanita Sholehah
Sebagai calon pemimpin dalam rumah tangga, seorang laki-laki harus tepat memilih calon pendampingnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan, “Wanita itu dinikahi karena empat hal: Hartanya, keturunan, kecantikan dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang berpegang teguh kepada agamanya, tentu hal itu cukup bagimu.” (HR. Muslim).
Rasulullah juga menyebutkan bahwa sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholehah. Istri yang hatinya selalu bersyukur, lidahnya dibasahi dengan dzikir dan membantu dalam urusan dunia dan akhirat.
Secara lebih jelas dan tegas, Rasulullah menyebutkan ciri wanita sholehah dan kebalikannya sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban yang berbunyi, “Di antara kebahagiaan adalah wanita sholehah yang apabila engkau pandang, dia membuatmu gembira. Bila engkau pergi dari sisinya, maka dia menjaga kehormatan dirinya dan hartamu. Dan di antara penderitaan adalah wanita yang apabila engkau pandang, tidak menyenangkan kepadamu dan mengobral ucapannya tentang dirimu. Apabila engkau pergi dari sisinya, dia tidak menjaga kehormatan dirinya dan hartamu”.
Kisah Penjual Susu dan Anaknya
Saat Umar bin Khattab berkeliling melihat kondisi rakyatnya, ia mendengar pembicaraan seorang gadis dengan ibunya. Ibu tersebut ingin mencampur air dengan susu yang akan dijualnya. Gadis itu berkata, “Wahai ibu, apakah ibu akan mencederai janji, menipu kaum muslimin dan mendustai Amirul Mukminin, bukankah Amirul Mukminin melarang perbuatan seperti itu?” Ibu tersebut menjawab, “Apakah Amirul Mukminin melihat aku melakukan hal ini?” Si Gadis menjawab, “Jika Amirul Mukminin tidak melihat kita, tetapi Allah Penguasa alam semesta ini pasti melihat kita.”
Mendengar dialog tersebut, Umar langsung mendatangi rumah tersebut dan ingin mengetahui siapa sebenarnya gadis tersebut. Ternyata ia hanyalah anak penjual susu. Setelah itu, Umar langsung pulang dan menawarkan gadis tersebut untuk dinikahi salah seorang dari anaknya. Akhirnya anak Umar bin Khattab, ‘Ashim bin Umar menikahinya. Dari pernikahan ini lahir seorang putri bernama Laily yang dinikahi Abdul Aziz bin Marwan. Dari pernikahan inilah lahir seorang khalifah Agung Umar bin Abdul Aziz.
Kisah Khansa dan Keempat Putranya
Kisah Al Khansa’ banyak menghiasi kisah-kisah perjuangan. Simbol ketegaran, keteguhan dan ketekunan seorang ibu. Al Khansa lahir dan tumbuh di tengah suku bangsa Arab yang mulia, yaitu Bani Mudhar sehingga banyak sifat mulia dalam dirinya. Ia adalah seorang yang fasih, mulia, murah hati, tenang, pemberani, tegas, dan tak suka berpura-pura. Ia juga seorang penyair yang sangat masyhur.
Al Khansa memiliki empat anak laki-laki. Dalam perang Qodisiyah. Sehari sebelum perang, ia menyampaikan nasehat kepada putra-putranya, “Hai putra-putraku, kalian semua memeluk Islam dengan sukarela dan berhijrah dengan senang hati. Demi Allah yang tidak ada tuhan selain Dia. Sesungguhnya kalian adalah keturunan dari satu ayah dan satu ibu. Aku tidak pernah merendahkan kehormatan dan mengubah garis keturunan kalian. Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan akhirat jauh lebih baik daripada kehidupan dunia yang fana.
Putra-putraku, sabarlah, tabahlah, bertahanlah, dan bertaqwalah kepada Allah. Semoga kalian menjadi orang-orang yang beruntung. Jika kalian melihat genderang perang telah ditabuh dan apinya telah berkobar, maka terjunlah ke medan laga dan serbulah pusat kekuatan musuh, pasti kalian akan meraih kemenangan dan kemuliaan, di dalam kehidupan abadi dan kekal selama-lamanya.”
Saat putra-putranya terjun di medan peperangan, mereka berperang dengan gagah berani. Semangatnya berkobar siap menerkam musuh-musuh Allah. Namun, akhirnya mereka gugur satu persatu sebagai syuhada’. Saat keguguran keempat putranya disampaikan kepada ibunya, Al Khansa, sungguh kita mendapatkan ungkapan ketegaran seorang ibu, “Alhamdulillah (segala puji bagi Allah) yang telah memberiku kemuliaan dengan kematian mereka. Aku berharap, Allah akan mengumpulkanku dengan mereka di tempat limpahan kasih sayang-Nya.”
Sungguh, kesholehahan seorang ibu akan melahirkan anak-anak yang sholeh dan sholehah. Kegigihannya dalam mendidik anak menjadi pondasi pengokoh keimanan dan ketaqwaan sebagai bekal dalam kehidupan.