Majelis Ilmu di Rumah

Loading

Oleh: Dr. Mulyanto Abdullah Khoir, M.Ag.

Ilmu merupakan wasilah untuk beramal dengan benar.  Amal hanya berdasarkan prasangka jika tanpa didasari ilmu. Kadang dianggap baik padahal dalam pandangan Allah tidak baik atau sebaliknya.

Ilmu pula mengantarkan manusia untuk meraih derajat yang paling tinggi. Ilmu mengantarkan seseorang untuk mengetahui kewajiban syar’i yang harus ditunaikan. Baik tentang ibadah, muamalah, asma dan sifat Allah, perintah dan larangan, halal dan haram, dan lain sebagainya.

Derajat Orang Berilmu

Derajat yang tinggi bagi ahlul ilmi tidak dapat disandingkan dengan orang-orang yang tidak berilmu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ ۗ اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُولُوا الْاَلْبَابِ

“Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui (hak-hak Allah) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (hak-hak Allah)?’ Sesungguhnya hanya ululalbab (orang yang berakal sehat) yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9).

Dalam menafsirkan ayat tersebut, Ibnul Qoyyim Rahimahumullah menyebutkan:

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menafikkan persamaan antara ahli ilmu dengan yang lainnya, sebagaimana Dia menafikan persamaan antara para penghuni Syurga dan para penghuni Neraka.”

Banyak ayat dan hadis yang menerangkan keutamaan ilmu dan ahlinya. Begitu pula perkataan para shahabat Rasulullah. Di antaranya ungkapan Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu:

“Ilmu lebih baik dari harta, karena harta kamu yang menjaganya, sedangkan ilmu yang akan menjagamu. Harta akan lenyap jika dibelanjakan, sedangkan ilmu akan berkembang jika diajarkan. Ilmu adalah penguasa, sedangkan harta adalah yang dikuasai. Telah mati para penyimpan harta, padahal mereka masih hidup, sementara ahli ilmu akan tetap hidup sepanjang masa, meskipun jasad mereka telah lenyap, tetapi atsar dan pengaruhnya akan ada dan membekas di dalam hati.”

Mengenai keutamaan ilmu dan ahlinya, Mu’adz bin Jabal juga mengungkapkan:

“Tuntutlah ilmu, sebab menuntutnya untuk mencari keridhoan Allah adalah ibadah, mengetahuinya adalah khasyah, mengkajinya adalah jihad, mengajarkannya kepada orang-orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah, dan mendiskusikannya adalah tasbih. Dengan ilmu Allah diketahui dan disembah, dan dengan ilmu pula Allah diagungkan dan ditauhidkan. Allah mengangkat kedudukan suatu kaum dengan ilmu dan menjadikan mereka sebagai pemimpin dan imam bagi manusia. Manusia mendapatkan petunjuk melalui mereka dan akan merujuk kepada pendapat mereka.”

Majelis Ilmu di Rumah

Melihat tinggi dan mulianya ilmu dan pemiliknya, sudah selayaknya setiap orang tua membekali diri dan keluarganya dengan ilmu. Mengenalkan keluarganya akan tanggung jawab yang harus ditunaikan kepada Allah. Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat,“Jagalah diri dan keluargamu dari api Neraka.” (QS. At Tahrim: 6) mengutip ungkapan Sofyan Ats Tsauri adalah untuk mendidik dan mengajari keluarga dengan ilmu.

Seorang ayah berkewajiban mengajari anaknya tentang thaharah dan shalat saat usianya menginjak tujuh tahun. Wajib mendidik anak untuk menunaikan kewajiban shalat saat usia sepuluh tahun.

Para shahabat menganjurkan agar para bapak untuk mengajarkan anak-anak mereka yang masih kecil perkara-perkara yang kelak menjadi fardhu ‘ain setelah usia baligh. Orang tua harus mengajarkan thaharah, shalat, puasa, dan kewajiban-kewajiban yang lain. Orang tua pula harus menerangkan keharaman zina, liwath, mencuri, minum khamr, berbohong, ghibah. Menerangkan kepada anak-anak saat usia baligh bahwa mereka terkena beban taklif (tanggung jawab) untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Mengajarkan mereka Al-Qur’an, fiqh, adab, serta apa-apa yang membuat baik anak-anak baik di dunia maupun di akhirat.

Mengenalkan rukun iman dan rukun Islam serta mengajarkan anak mencintai Allah, Rasul dan orang-orang beriman. Mengajarkan tentang adab-adab Islam, melatih ringan beribadah. Menanamkan kecintaan untuk membenci orang yang membenci Allah dan Rasulnya. Membiasakan dengan doa-doa harian serta meluruskan berbagai pemahaman salah yang didapat dari sekolah, lingkungan, dan teman-teman sebayanya.

Bagaimana Ayah Mengajari Keluarganya?

Ada pertanyaan cukup menarik, bagaimana orang tua, khususnya seorang ayah mengajarkan Islam kepada anak-anaknya? Ada banyak cara. Di antaranya:

Pertama, menjadikan rumah sebagai majelis ilmu. Orang tua secara rutin mengajarkan Islam kepada anak-anaknya. Misalnya setelah Magrib dengan membaca Al-Qur’an dan menjelaskan secara sederhana kandungan yang ada di dalamnya maupun dengan menerangkan kewajiban-kewajiban sebagai seorang muslim. Selain itu, membuat rumah seperti perpustakaan keluarga. Orang tua menyediakan bacaan-bacaan yang mampu menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.

Kedua, dengan bertanya kepada para ustadz, kyai, dan ahlul ilmi lainya. Ini terhadap persoalan-persoalan pokok dalam Islam yang tidak dimengerti keluarga dengan baik.

Ketiga, dengan mendorong keluarga untuk gemar dan semangat mencari ilmu. Baik menghadiri majelis-majelis taklim, mendengar nasehat-nasehat keagamaan maupun menghadiri majelis-mejelis orang-orang shalih. Seorang istri mendorong suaminya untuk ringan ke masjid, menghadiri majelis ilmu, bersahabat dengan orang-orang shalih. Begitu pula terhadap anak-anaknya, didorong untuk gemar dan giat menuntut ilmu serta memilihkan teman yang baik, bacaan yang baik dan lingkungan yang mendukung kekokohan imannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *