Luqman Al Hakim dalam Mendidik Anak

Loading

Oleh: Dr. Mulyanto Abdullah Khoir, M.Ag.

Kisah Luqman Al Hakim menjadi prototipe pendidikan Islam. Luqman meletakkan dasar-dasar pendidikan anak dengan mengokohkan aqidah tauhid dalam diri anak. Pendidikan Luqman Al Hakim menjadi jawaban terhadap problem orang tua dengan masuknya teknologi yang tidak dapat dibendung dampak negatifnya.

Pendidikan anak adalah hal yang prioritas sebab anak sebagai generasi penerus. Anak-anak hari ini adalah pemimpin-pemimpin masa depan. Hal ini sejalan dengan ungkapan, “Syubanu al yaum, rijal al ghodd (Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan). Lahirnya pemuda-pemuda yang tangguh tidak lepas dari tanggung jawab terhadap pendidikan mereka semasa masih kecil.

Hari ini perkembangan teknologi tidak sebanding dengan kesadaran orang tua untuk membekali ilmu-ilmu diniyah kepada anak-anaknya. Orang tua begitu bingung untuk mencarikan sekolah untuk anaknya, sementara itu abai memberikan pendidikan Islam kepada sang anak. Akibatnya, sekolah tidak lebih dari prestise dan berorientasi duniawi semata. Akibatnya, anak merasa tidak membutuhkan pendidikan Islam dalam dirinya.

Hari ini pendidikan lebih memprioritaskan kepentingan duniawi. Sementara kepentingan ukhrowi terabaikan, bahkan terlupakan. Padahal, Islam mengajarkan untuk menyeimbangkan dunia dan akhirat. Bahkan memprioritaskan akhirat menjadi pintu terbukanya berbagai kebutuhan duniawi. Adapun jika hanya mengejar duniawi, maka akhirat akan terlupakan dan bahkan tidak tersentuh sama sekali. Inilah rahasia mengapa kita diminta untuk senantiasa berdoa, Fiddunya hasanah, wa fil akhirati hasanah wa qina ‘adzabannar (Kebaikan di dunia dan akhirat serta terjauhkannya dari siksaan Api Neraka).

Dalam keluarga, Allah memerintahkan untuk menjaganya dari berbagai celah masuknya siksa Api Neraka. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari Api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)

Karena itu, tanggung jawab pendidikan anak menjadi tanggung jawab ayah, ibu dan semua anggota keluarga. Namun dalam hal ini, peran ayah menjadi sentral dalam keberhasilan pendidikan keluarga, terutama anak-anaknya.

Prinsip-Prinsip Luqman Al Hakim dalam Mendidik Anak

Kisah Luqman Al Hakim dalam mendidik anak menjadi prototipe pendidikan anak dalam Islam. Ia bukan seorang Nabi, namun Allah mengkaruniainya hikmah, kesesuaian antara ilmu dan amal, lisan dan perbuatan yang sejalan. Tak heran, Luqman menjadi contoh dan teladan, bukan sekedar kata-kata, namun lebih dari itu.

Banyak hal yang bisa diambil pelajaran dalam kisah yang termaktub dalam Al-Qur’an Surat Luqman Ayat 13 sampai 19. Mulai dari mengokohkan tauhid seorang anak, perintah berbuat baik kepada kedua orang tua, muroqobatullah, rasa senantiasa diawasi Allah di manapun berada, perintah mengerjakan shalat, sampai akhlak kepada sesamanya untuk tidak berlaku sombong dan angkuh.

Meneguhkan Akidah Anak dengan Tauhid

Pendidikan Luqman Al Hakim kepada anaknya yang pertama adalah meneguhkan aqidah tauhid dalam diri seorang anak. Hal ini sebagaimana terdapat Qur’an Surat Luqman Ayat 13:

وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ

“(Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat dia menasihatinya, ‘Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah! Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu benar-benar kedzaliman yang besar’.”

Kalimat tauhid La ilaha ilallah harus ditanamkan sejak dini. Bahkan ketika anak baru lahir diharapkan kalimat pertama yang terdengar di telinganya adalah kalimat tauhid. Wujud dalam kalimat tauhid adalah menjelaskan dengan benar makna La ilaha ilallah, tidak ada sesembahan yang haq selain Allah.

Anak harus memahami, bahwa penyimpangan terbesar manusia adalah ketika mereka menyembah selain Allah, menyekutukan Allah, membuat tandingan-tandingan selain Allah. Padahal, seluruh nabi dan rasul diutus Allah untuk meluruskan manusia dari penyimpangan-penyimpangan tersebut. Dari penyembahan-penyembahan selain Allah kepada penyembahan hanya kepada Allah. Dari ketergantungan makhluk menjadi ketergantungan hanya kepada-Nya.

Esensi tauhid ini harus menancap erat dalam diri Anak. Sehingga mereka bergantung, meminta, memohon hanya kepada Allah, bukan kepada selainnya. Ini pula yang diajarkan Rasulullah kepada keponakannya Abdullah bin Abbas:

“Wahai anakku! Saya hendak mengajarimu beberapa kalimat; jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya bersamamu. Jika engkau meminta, mintalah hanya kepada Allah. Jika engkau memohon pertolongan, hanya memohonlah kepada Allah. Ketahuilah bahwasannya jika manusia bersatu untuk memberimu manfaat dengan sesuatu, mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu. Dan jika mereka bersatu untuk mencelakakanmu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah mengering (tintanya).” (HR. Timirdzi).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menancapkan jiwa tauhid kepada Abdullah bin Abbas. Ini merupakan pola pendidikan untuk menguatkan akidah anak. Ini pula menjadi pondasi awal untuk menjaga anak dari berbagai godaan setan yang menyesatkan mereka. Sama ungkapan Nabi Ya’qup kepada anaknya, “Apa yang akan engkau sembah setelahku?”

Problem yang terjadi hari ini adalah anak-anak dibiarkan liar dengan berbagai input yang masuk dalam pikiran mereka, sedangkan pondasi akidahnya rapuh. Yang terjadi adalah mereka mendapatkan berbagai ajaran dan pendidikan yang justru melemahkan semangat mentauhidkan Allah. Kerapuhan anak dalam masalah akidah ini menjadi peluang setan untuk menggelincirkan anak dengan pintu kesyirikan. Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengungkapkan, “Jika pintu kesyirikan terbuka, maka akan terbuka pintu-pintu kemaksiatan yang lain.” Sehingga, kalau demikian tersebut keadaannya, kenakalan remaja hanya tinggal menunggu waktu saja karena pondasi tauhidnya rapuh, bahkan roboh sebelum berdiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *