Manusia kadang rekoso, berat, repot, ruwet, dan sejenisnya. Apa sebabnya? Sebab untuk memperoleh apa yang diinginkan, pada umumnya manusia harus berjuang. Kadang harus mengeluarkan tenaganya, uangnya, pikirannya, dan lain sebagainya. Yang kadang hal tersebut menjadikan manusia berkeringat, bahkan kadang hingga menjadikannya menangis.
Namun demikian, meskipun sudah mengeluarkan berbagai hal, belum tentu apa yang didambakannya dapat digapainya. Bahkan bukan hanya belum, namun sudah tidak akan pernah didapatkannya.
Pada hal lainnya, agar menjadi seorang yang pandai, manusia harus belajar. Pada umumnya, tanpa belajar, manusia tak akan pandai. Sementara itu, bila ingin kian luas ilmunya, harus pula kian rajin belajarnya.
Belajar itu juga kadang bukan hal yang enteng. Sebab kadang harus begadang, kadang menjadikannya melewatkan kegiatan favoritnya, dan sebagainya. Selainnya, belajar itu juga membutuhkan biaya.
Pada saat tertentu, ada saatnya manusia harus beradaptasi, menyesuaikan dengan keadaan. Sementara itu, untuk menyesuaikan dengan keadaan itu kadang merupakan hal yang sulit.
Di dalam masyarakat, kadang ada tradisi yang memberatkan manusia. Sehingga, manusia pun menghadapi keruwetan. Kadang di dalam kehidupan itu terjadi krisis. Dengan keadaan tersebut, kadang menjadikan manusia merana karenanya.
Uang merupakan media untuk bertransaksi. Adapun cara untuk memperoleh uang pada umumya adalah dengan bekerja. Sementara itu, tidak semua pekerjaan itu enak-enak. Pekerjaan yang dikerjakan, kadang ada yang menyebutnya dengan membanting tulang karena saking beratnya. Selainnya, bekerja kadang tidak sunyi dengan hal-hal yang tidak nyaman.
Kadang manusia jatuh sakit. Sakit berupa demam maupun sakit lainnya. Oleh sebab sakit, kadang hal itu menjadikan manusia tak dapat mengerjakan hal yang berat. Bahkan pekerjaan yang termasuk kategori ringan pun kadang tak bisa dikerjakannya. Adapun bila memaksakan untuk tetap bekerja, hal tersebut akan dapat menjadikan sakitnya semakin parah.
Manusia kadang dilukai, disakiti. Manusia kadang juga ditipu disebabkan keluguannya. Manusia kadang dihina karena ketidakmampuannya. Manusia kadang dianggap pamer. Kadang juga, manusia dituduh yang tidak-tidak.
Manusia kadang bersedih karena kehilangan apa yang disayanginya. Kesedihan manusia juga dapat terjadi karena tidak memperoleh apa yang diidamkannya.
Itulah kehidupan manusia. Namun dengan keadaan tersebut, apakah tak ada yang dapat menentramkannya? Ada. Adapun hal yang dapat menentramkan adalah dengan mengingat, di antaranya:
Dengan mengingat Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28). Sehingga, hendaknya senantiasalah mengingat Allah agar hati senantiasa tentram.
Kalau bersabar akan disempurnakan pahala tanpa batas. Allah Subhanhu wa Ta’ala berfirman, “Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertaqwalah kepada Tuhanmu.’ Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10). Sehingga, bersabarlah.
Sakit yang dialami orang yang beriman itu mempunyai kebaikan, berupa akan diangkat derajadnya atau digugurkan dosanya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidaklah menimpa seorang mukmin sebuah musibah, duri atau musibah yang lebih besar dari itu kecuali Allah akan mengangkat derajatnya atau menggugurkan dosanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dan lafadznya milik Imam Muslim).
Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian. Sehingga, apabila seorang itu disakiti, dihina, ditipu, difitnah yang bobot hal tersebut merupakan ujian yang sangat besar, pahala yang diperolehnya akan juga besar. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya, besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Maka, siapa yang ridha (terhadap ujian tersebut), baginya ridha (Allah), namun siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) baginya murka (Allah). (HR. Abu Dawud).