Dua Budi Pelembut Hati

Loading

Oleh: Ustadz Muhammad Nurdin, Lc.

Allah Ta’ala menganugerahkan hati kepada manusia sebagai nahkoda. Dia yang memberi komando anggota badan, kapan beramal dan bergerak, dan memberi aba-aba kapan berhenti dan ogah-ogahan. Hati bisa di antara tiga keadaan; sehat, sakit dan mati. Ketika hati sehat dia akan mengomandoi anggota badan untuk giat mengerjakan ketaatan. Ketika dia sakit, dia mengajak badan malas beramal kebaikan. Dan ketika hati mati, dia tidak bisa lagi memberi aba-aba untuk mengerjakan kebaikan dan tidak mampu menganalisa mana perbuatan yang dilarang dan mana yang diperbolehkan. 

Hati yang sakit akan mengeras. Kerasnya pun bertingkat-tingkat, hingga sekeras batu. Dan bila sudah sekeras batu, bila tidak segera diobati, lama-lama hati akan mati. Di antara tanda hati kita telah mengeras adalah ketika tak mampu menangisi dosa-dosa dan merasa biasa saja setelah mengerjakannya. 

Ibnul Qayyim berkata, “Kapan air mata tertahan untuk menangisi dosa-dosa, maka ketahuilah bahwa tertahannya itu karena hati yang telah mengeras. Dan sesungguhnya hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang keras.” (Bada’iul Fawaid). 

Tanda lainnya adalah ketika kita biasa saja melihat peristiwa kematian tanpa sedikit pun mengambil ibrah dan tergugah untuk memperbanyak amalan. Tanda lainnya juga adalah ketika kita merasa sombong dan menolak nasehat kebenaran meski sudah banyak dalil yang kita dengarkan. Sebagaimana Al-Manawi Rahimahullah berkata, “Hati kalau sudah mengeras, seberapa banyak dalil yang disampaikan pun dia tidak mau menerima kebenaran tersebut.” (Faidhul Qadir).

Ketika tanda-tanda tersebut muncul, pasti akan menjadikan seseorang malas beramal dan berpotensi mengerjakan banyak dosa dan keburukan. Maka, beruntung sekali orang yang bisa merasakan tanda-tanda kemunculan penyakit dalam hatinya, lalu dia bergegas mencari penawarnya. 

Sebagaimana suatu ketika datang seorang shahabat mengeluh kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam perihal hatinya yang keras. Rasulullah pun menasihatinya, “Apabila engkau ingin hatimu lembut dan hajatmu tercapai, maka usaplah kepala anak yatim dan berilah makan orang miskin.” (HR. Ahmad).

Mengusap Anak Yatim

Al-Quran menyebut beberapa kali tentang keutamaan menyayangi anak yatim dan larangan menelantarkan mereka. Di antaranya surat An-Nisa: 127, Adh-Dhuha: 9, Al-Insan: 8, dan Al-Maun: 1-3.

Anak yatim adalah seorang anak yang belum baligh dan ditinggal mati bapaknya, ibunya atau keduanya. Rasulullah memerintahkan bagi yang ingin dilembutkan hatinya untuk mengusap kepala anak yatim. Karena dengan mengusap kepala mereka akan mengingatkan tentang kematian dan mengingatkan akan sukarnya ditinggal oleh seorang yang dicintai. Dengan ingat mati juga akan menghilangkan lalai dan alpa. Karena kerasnya hati rata-rata karena lalai dan terbuai oleh godaan dunia. 

Mala Ali Al-Qary Rahimahullah ketika menjelaskan hadits ini beliau berkata, “Usaplah kepala anak yatim agar engkau mengingat pedihnya kematian dan bergegas menggunakan sisa kehidupan untuk kebaikan. Karena sesungguhnya kerasnya hati itu tumbuh dari kelalaian. Dan berilah makan orang miskin agar engkau tahu tilas kenikmatan yang telah Allah berikan kepadamu agar Ia mencukupimu. Dengan itu kamu akan tahu bahwa ada orang yang lebih membutuhkan darimu. Dan yang demikian akan melembutkan hati dan menghilangkan keraknya.”

Imam Al-Munawi dalam Faidul Qadir menjelaskan cara mengusap kepala anak yatim adalah dengan mengusap bagian kepala atasnya lalu ke depan. Lalu mendoakan mereka: 

جَبَرَ اللّٰهُ يُتْمَكَ وَجَعَلَكَ خَلَفًا مِنْ أَبِيْكَ

“Semoga Allah memberikan ganti atas keyatimanmu dan menjadikanmu pengganti (yang baik) bagi ayahmu.”

Makna lain dari mengusap kepala anak yatim adalah menjaga dan memenuhi kebutuhan mereka serta menyediakan segala bentuk perlindungan kepada mereka. Rasulullah mengingatkan, “Siapa yang memberi makan dan minum seorang anak yatim di antara kaum muslimin, maka Allah akan memasukkannya ke dalam Syurga, kecuali dia melakukan satu dosa yang tidak diampuni.”

Rasulullah juga telah menjamin Syurga dan menjadikan teman dekatnya nanti di Syurga teruntuk orang yang mengurusi dan memelihara anak yatim.

Memberi Makan Orang Miskin

Imam Mala Aly Al-Qary menambahkan bahwa penyebutan dua amal shalih -mengusap anak yatim dan memberi makan orang miskin- adalah dua bentuk kasih sayang kepada yang lebih kecil dan kepada orang yang lebih tua. Apabila seseorang telah sayang kepada sesamanya, Allah pun akan sayang kepadanya. Dan apabila Allah telah sayang kepada hamba-Nya, Dia hilangkan karat dalam hatinya. 

Sudah menjadi keharusan seorang muslim untuk membantu saudara seimannya. Apabila saudaranya membutuhkan bantuan tenaga, hendaknya dia siap sedia mendermakan tenaganya. Apabila saudaranya sedang mengalami kesulitan dalam hal harta, atau kesulitan untuk memenuhi hajat hidupnya seperti makan, minum dan pakaian, maka sudah seharusnya seorang muslim membantunya dengan memenuhi kebutuhannya.

Ketika kita memenuhi kebutuhan saudara, sejatinya kita sedang menabung untuk hajat kita di Syurga. Karena Allah akan memberikan kembali apa yang kita berikan kepada saudara kita saat di dunia, kepada kita kelak di akhirat. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Muslim siapa saja yang memberi pakaian kepada muslim yang lain yang tidak memiliki pakaian, niscaya Allah akan memberinya pakaian dari hijaunya Syurga. Muslim mana saja yang memberi makan orang muslim yang kelaparan, niscaya Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan di Syurga. Dan muslim mana saja yang memberi minum orang yang kehausan, niscaya Allah akan memberinya minuman dari Al-Rahiq Al-Makhtum (jenis arak yang tertutup).” (HR. Abu Dawud).

Sedekah kepada fakir miskin selain sebagai pelembut hati dan tabungan kebaikan juga menjadi wasilah obat dari penyakit. Hal itu sebagaimana disabdakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Ujian yang menimpa seseorang pada keluarga, harta, jiwa, anak, dan tetangganya bisa dihapus dengan puasa, shalat, sedekah, dan amar makruf nahi munkar.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ibnul Qayyim juga menjelaskan dalam kitab Al-Wabilush Shayyib, “Sesungguhnya sedekah itu memiliki pengaruh yang luar biasa di dalam menolak berbagai macam musibah, dan ini sudah sangat dimaklumi oleh seluruh manusia baik yang awam maupun yang berilmu, seluruh penduduk bumi mengakuinya karena mereka telah membuktikan sendiri.” 

Sebagaimana dikisahkan, suatu ketika Ibnu Mubarak didatangi seseorang yang telah berusaha mengobati luka di lututnya namun tak kunjung sembuh. Sudah berapa tabib ia datangi namun tak ada manfaat. Ibnu Mubarak pun berkata kepada orang tadi, “Pergilah ke suatu tempat di mana manusia membutuhkan air, lalu galilah sumur di atasnya, aku berharap akan muncul mata air di sana yang akan menahan darah dari dirimu.” Lelaki itu pun melakukan saran tersebut, lalu sembuhlah dia. (Shahih At Targhib).

Dua budi pekerti ini apabila kita lazimi, senantiasa akan mendatangkan rahmat ilahi dan menjauhkan kita dari kerasnya hati. Wallahu a’lam. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *