Oleh: Ustadz Muhammad Arsyad
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya, sehingga kita masih dimudahkan untuk menyebut asma-Nya di setiap hembusan nafas. Shalawat serta salam, tak lupa selalu kita haturkan kepada suri tauladan kita, Nabiyullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yang telah memperjuangkan Dinul Islam ini, sehingga kita pun bisa merasakan nikmatnya iman yang bersemayam di dalam dada dan indahnya Islam.
Ikhwani fiddin rahimani wa rahimakumullah.
Berbakti kepada kedua orang tua adalah kewajiban setiap Muslim atau bahkan setiap manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ إِحْسَٰنًا
“Dan kami wasiatkan kepada semua manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” (QS. Al-Ahqaf: 15).
Di dalam Al-Qur’an, Allah sering mengulang perintah ini. Bahkan, kadang Allah mensejajarkan perintah untuk tidak menyekutukan-Nya dengan perintah berbakti kepada kedua orang tua. Hal ini menunjukkan betapa tinggi kedudukan berbakti kepada orang tua di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
“Dan Tuhan-mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Isra’: 23).
Terkhusus terhadap ibu. Yang Allah sebutkan secara detail apa yang dialami seorang ibu. Mulai dari mengandung dengan penuh kesusahan dan kemudian menyapihnya, yang semua itu ia lalui selama 30 bulan. Allah Subhanahu wa Ta’ala:
حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُۥ وَفِصَٰلُهُۥ ثَلَٰثُونَ شَهْرًا
“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (QS. Al-Ahqaf: 15).
Di samping itu, ayah yang merupakan penanggung jawab di dalam rumah tangga juga mengalami hal yang tidak jauh berbeda. Di dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan pengorbanan seorang ayah:
وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.” (QS. Al-Baqarah: 233).
Seorang ayah dengan usahanya menafkahi seorang ibu agar bisa fokus menjaga sang bayi. Seorang ayah menyediakan makanan, minuman, rumah, pakaian, dan sebagainya. Sehingga dengan keberadaan hal tersebut, dapat meringankan beban seorang ibu dalam membesarkan dan mendidik anaknya.
Cukup banyak pengorbanan yang diberikan oleh seorang ayah. Sampai-sampai dikatakan di dalam Al-Qur’an, bahwa jika seseorang rezekinya terbatas, ia tetap wajib memberikan nafkah semampu yang ia bisa. Hal itu menunjukkan tugas berat seorang ayah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِۦ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُۥ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَا ۚ سَيَجْعَلُ ٱللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang, melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberi kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. At-Talaq: 7).
Begitulah hal-hal yang dialami oleh seorang ayah dan seorang ibu. Mereka rela berkorban untuk seorang anak.
Ikhwani fiddin rahimani wa rahimakumullah.
Di antara ciri hamba yang baik dan beruntung adalah dia yang mengingat kedua orang tuanya, tidak melupakannya serta mendoakan mereka. Allah mengisyaratkan hal ini di dalam Qur’an Surat Al-Ahqof ayat 15:
حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَىَّ
“Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdoa, ‘Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku.”
Sebaliknya, tanda akan adanya keburukan pada diri seseorang adalah mendurhakai orang tua. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Maukah kalian aku beritahu tentang dosa paling besar di antara dosa-dosa besar. Beliau mengulanginya tiga kali? (Ia adalah) berbuat syirik, durhaka kepada kedua orang tua, sumpah palsu atau berkata bohong. Saat berbicara itu Rasulullah dalam keadaan bersandar, kemudian beliau duduk dan masih mengulang-ulang perkataannya sampai kami berkata (berharap) semoga beliau diam (tidak mengulanginya lagi).” (HR. Muslim).
Berkaitan dengan berbakti kepada orang ini pula, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menempatkan berbakti kepada orang tua sebagai amalan paling utama setelah shalat tepat waktu. Hal ini sebagaimana di dalam sebuah hadis:
“Dari shahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, ia bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, apakah amal paling utama?’ ‘Shalat pada waktunya,’ jawab Rasul. Ia bertanya lagi, ‘Lalu apa?’ ‘Lalu berbakti kepada kedua orang tua,’ jawabnya. Ia lalu bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ ‘Jihad di jalan Allah,’ jawabnya,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ikhwani fiddin rahimani wa rahimakumullah.
Banyak cara untuk berbakti kepada kedua orang tua. Jika mereka masih hidup, maka dengan menaati perintah mereka, bersikap tawadhu, lemah-lembut, tidak meninggikan suara, serta melayani mereka khususnya yang sudah menginjak usia tua. Sebab, mereka pasti memiliki keterbatasan untuk melakukan sesuatu. Hal ini sebagaimana di dalam sebuah riwayat:
“Dari Muawiyah bin Jahimah As-Sulami, Jahimah Radhiyallahu ‘anhu mendatangi Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata, ‘Aku ingin berperang bersamamu dan aku datang untuk meminta petunjukmu.’ Rasul bertanya, ‘Apakah kamu mempunyai ibu?’ ‘Ya,’ jawabnya. ‘Lazimkanlah ibumu karena Syurga berada di bawah telapak kakinya.” (HR. An-Nasa’i).
Bagi yang sudah meninggal, maka dengan mendoakan mereka. Sebagaimana doa yang masyhur disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an:
وَٱخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًا
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhan-ku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’.” (QS. Al-Isra’: 24).
Kemudian juga mengembalikan hak-hak orang lain yang ada pada mereka. Misalnya utang, kesalahan, dan lain sebagainya. Hal ini agar orang tua tidak disiksa oleh Allah akibat adanya hak orang lain yang belum ia tunaikan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Jagalah dirimu dari berbuat dzalim, karena sungguh kedzaliman itu adalah kegelapan pada hari Kiamat.” (Muttafaqun Alaihi).
Adapun di antara bentuk dari bakti kepada mereka adalah beramal baik atas nama mereka. Sebagaimana yang dilakukan oleh Sa’ad bin ubadah. Sa’ad bin ‘Ubadah ditinggal mati oleh ibunya, sementara dia tidak bersamanya. Dia bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dunia dan aku tidak bersamanya. Apakah bermanfaat baginya jika aku menyumbangkan sesuatu atas namanya?” Dia menjawab, “Ya.” Ia berkata, “Sesungguhnya aku menjadikanmu sebagai saksi bahwa kebunku yang subur menjadi sedekah atas nama ibuku.” (HR. Bukhari).
Dari penjelasan di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa berbakti kepada orang tua adalah perintah Allah dan masuk di jajaran amal yang paling utama, sedangkan meninggalkannya termasuk dalam kategori dosa besar. Semoga kita masih diberikan kesempatan untuk bisa berbakti kepada kedua orang tua. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.