Anak Butuh Teladan, Bukan Cacian

Loading

Oleh: Dr. Mulyanto Abdullah Khoir, M.Ag.

Secara tak sadar, orang tua mentransfer sikap dan perilaku kepada anak-anaknya. Apa yang sehari-hari dilihat anak, akan menumbuhkan kesan yang kuat dalam benak dan pikirannya. Tanpa sadar, anak meniru apa yang dilihatnya. Keteladanan ini akan berpengaruh besar dalam membentuk jiwa dan karakter anak.

Seorang anak banyak belajar dari orang tuanya. Baik cara hidup, makan, berpakaian, berbicara. Termasuk di dalamnya perbuatan yang baik maupun yang buruk. Anak akan mengawasi perilaku kedua orang tuanya. Ketika mereka mendapati kedua orang tuanya berlaku jujur, maka anak akan tumbuh di atas kejujuran. Begitu pula sebaliknya.

Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Huroiroh, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Siapa yang mengatakan kepada anak kecil, ‘Kemarilah saya beri sesuatu!’ Namun ternyata ia tidak memberinya, maka itu termasuk ucapan dusta.”

Ibnu Abbas pernah menyaksikan Rasulullah mengambil air wudhu untuk shalat malam. Saat melihat Rasulullah seperti itu, Ibnu Abbas bergegas meniru Rasulullah dengan mengambil air wudhu dan melakukan shalat malam.

Teladan yang Baik

Teladan yang baik tidak hanya bermanfaat untuk anak dan orang lain. Namun juga untuk orang-orang yang memberi keteladanan tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa memberi teladan yang baik di dalam Islam, lalu diikuti oleh orang lain sesudahnya, maka dicatat untuknya pahala sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikit pun pahala yang mereka peroleh. Dan barangsiapa memberikan teladan jelek di dalam Islam, lalu diikuti oleh orang lain sesudahnya, maka dicatat untuknya dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikit pun.” (HR. Muslim).

Teladan yang baik kunci keberhasilan mendidik anak. Pembiasaan sejak dini akan membentuk karakter saat dewasa. Seperti orang tua yang membiasakan salam ketika masuk rumah. Berdoa saat memulai makan dan tidur. Shalat tepat waktu. Mendahulukan kaki kanan saat masuk masjid. Mendahulukan kaki kiri saat masuk kamar mandi.

Orang tua yang menjaga lidahnya untuk tidak berkata buruk; mencela, menyakiti, ghibah, hasad dan adu domba, memperbanyak dzikirullah, membaca Al-Qur’an, suka berbaik sangka kepada orang lain, dan berbagai amalan kebaikan lainnya yang menjadi kebiasaan dalam keluarga, akan membekas dalam diri anak. Menjadi kebiasaan dan karakter dalam membentuk kepribadian anak.

Demikian pula sebaliknya, dengan orang tua yang memberikan contoh yang buruk; mudah mencela, mencaci, menjadikan celaan dan cacian biasa dalam hidupnya. Hal itu pun akan dapat menjadikan anak mudah melakukan keburukan-keburukan seperti orang tuanya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa dirinya tidak pernah dimarahi Rasulullah meskipun berlambat-lambatan dalam bekerja. Bahkan, jika ada orang lain memarahinya, Rasulullah justru menegur orang tersebut. Sikap Rasulullah ini sangat berkesan dan membekas dalam benak Anas.

Krisis Keteladanan

Krisis keteladanan menjadi ciri khas keluarga muslim hari ini. Anak tidak mendapatkan teladan di rumah, akhirnya ia mencari teladan dari teman dan lingkungannya. Saat mendapat teman dan lingkungan yang baik, anak akan tumbuh menjadi baik. Sebaliknya, jika mendapatkan teman dan lingkungan yang tidak baik, ia akan tumbuh dengan sifat, akhlak dan perilaku yang tidak baik. Anak tumbuh dan berkembang bersama teman dan lingkungan yang melingkupinya.

Inilah peringatan Rasululullah akan arti penting dalam memilih teman, terutama bagi anak-anak kita. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Seseorang tergantung agama teman dekatnya, maka hendaknya kalian memperhatikan siapakah teman dekatnya.” (HR. Ahmad).

Tak salah jika pepatah mengungkapkan, “Jika ingin mengetahui tentang akhlak dan karakter seseorang, maka lihatlah dengan siapa dia berteman.”  

Dengan kata lain, hendaknya orang tua berhati-hati dalam memilihkan teman dan lingkungan untuk anak-anaknya. Jika anak tidak mendapatkan dari keluarga, khususnya ayah, ibu dan saudara-saudaranya, maka ia akan mendapatkan dari teman dan lingkungannya. Dengan sendirinya, ia akan bergaul, interaksi terhadap kebiasaan-kebiasaan teman dan lingkungannya.

Di sinilah pentingnya menghadirkan keteladanan yang baik dalam keluarga. Keteladanan menjadi kebutuhan pokok untuk pertumbuhan dan berkembangan anak. Peran orang tua menjadi kunci keberhasilan mendidik anak dengan keteladanan tersebut.

Suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rumah tangga tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *