Loading

Oleh: Departemen Dakwah, Pendidikan, dan Advokasi DPP FKAM

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْد للهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ، وَمْنْ يَضْلُلُ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدُهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَاً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ

عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْد

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Puji dan syukur marilah kita sama-sama panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Alhamdulillah, berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, kita masih mendapatkan nikmat iman dan nikmat Islam. Kita masih mendapatkan nikmat sehat, nikmat panjang umur, dan nikmat kekuatan, sehingga hati kita masih terpanggil menuruti perintah Allah, dan duduk bersimpuh di tempat yang Insyaa Allah penuh berkah ini. Sebab, tak sedikit saudara-saudara kita yang secara fisik terlihat sehat, namun kakinya tidak kuat dilangkahkan menuju masjid Allah. Mudah-mudahan mereka segera mendapatkan taufik dan hidayah. Dan kita yang sudah mendapatkannya semoga senantiasa dipelihara oleh Allah dan diberi istiqomah hingga penghujung usia. Aamin ya Allah.

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada pemimpin dan suri tauladan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dengan perjuangan beliau, cahaya Islam ini sampai kepada kita, sehingga kita terbebas dari kejahilan dan kehinaan. Dan semoga shalawat serta salam juga tercurahkan kepada keluarganya, para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Pada kesempatan kali ini tidak lupa khatib wasiatkan kepada diri khatib pribadi dan kepada jamaah sekalian, agar kita selalu meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita, karena iman dan taqwa adalah sebaik-baik bekal untuk menuju kehidupan hakiki di akhirat kelak.

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Sebagai manusia biasa, kita tentu tak punya jaminan terlepas dari jeratan dosa. Namun, kondisi ini sudah diantisipasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, selaku Dzat Yang Maha Mencipta dan Maha Mengetahui keadaan makhluk yang diciptakan-Nya. Karena itu, Allah telah memerintahkan kita untuk bertaubat sebagaimana firman-Nya:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuha (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At-Tahrim: 8).

Melalui ayat di atas, meski tidak secara eksplisit, Allah juga hendak berpesan kepada para hamba-Nya bahwa Dia membukakan pintu ampunan kepada mereka. Sebab tidak mungkin rasanya jika Allah memerintahkan hamba-Nya bertaubat, sementara Dia menutup pintu ampunan. Namun, ampunan itu tidak serta merta diberikan kepada kita selaku hamba sampai kita berusaha keras mendapatkannya. Salah satunya dengan bertaubat nasuha tadi.

Lanjutan ayat tersebut menyebutkan:

  عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ

“Mudah-mudahan Rabb-mu menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam Syurga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya.” (QS. At-Tahrim: 8).

Allah menggunakan kata ‘asa’ yang berarti ‘mudah-mudahan’. Penggunaan kata mudah-mudahan mengindikasikan kepada kita bahwa Allah tidak memastikan ampunan kepada hamba-Nya yang bertaubat. Ketidakpastian ini, dimaknai oleh para ulama, bukan berarti kita sia-sia ketika bertaubat, melainkan ketidakpastian tersebut harus dipahami agar kita sungguh-sungguh menjalankan taubat dan meyakinkan Allah bahwa kita benar-benar hamba yang layak mendapatkan ampunan-Nya.

Begitulah Allah menawarkan ampunan yang menjadi hak prerogatif-Nya, tetapi keberhasilannya ditentukan oleh kehendak-Nya dan seberapa besar kesungguhan hamba-Nya untuk mendapatkan ampunan tersebut. Karena itu, tugas kita adalah berusaha menjalankan perintah Allah untuk taubat nasuha dan berusaha meyakinkan Allah bahwa kita adalah hamba yang layak mendapat ampunan-Nya. 

Adapun yang dimaksud dengan taubat nasuha adalah taubat yang dijalankan dengan semaksimal mungkin, artinya tidak setengah-setengah, atau tidak sekadar main-main. Artinya hari ini kita bertaubat, esok kita berdosa lagi, esoknya bertaubat lagi, dan seterusnya.

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Lebih jauh para ulama merinci sejumlah syarat taubat nasuha.

Pertama, adalah niat kita bertaubat harus tulus dan ikhlas, bukan karena ingin dipuji seseorang, atau hanya karena ingin terlihat shalih dan religius. Karenanya, taubat ini harus dibangun atas niat yang lurus, benar-benar mengharap ridho dan ampunan-Nya.

Kedua, para ulama menyebut, syarat taubat nasuha itu menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan. Di sinilah sulitnya bertaubat kepada Allah, sebab hati kita seringkali sulit diajak menyesali perbuatan salah yang telah dilakukan. Bagaimana kita akan taubat bersungguh-sungguh jika hati kita tak menyesal atau tidak mengakui kesalahan.

Ketiga, syarat taubat nasuha ialah menghentikan semampu mungkin segala dosa, baik kecil maupun besar. Sebab tak ada dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus, dan tidak ada dosa besar jika diiringi dengan taubat. Yang dimaksud berhenti adalah tidak hanya berhenti dari dosa yang kita taubati, tetapi dari segala dosa, jika kita ingin betul-betul mencapai derajat nasuha. Selama ini barangkali masih ada yang memahami bahwa taubat adalah menghentikan dosa tertentu, tetapi masih merasa suka mengerjakan dosa yang lain. Maka dalam konsep taubat nasuha, semua dosa, semampu mungkin harus kita tinggalkan.

Berikutnya, jika kita ingin meraih taubat nasuha, kita harus bertekad untuk tidak mengulangi dosa yang sama di masa yang akan datang, begitu juga dosa-dosa yang lain. Para ulama menegaskan, selain bertekad tidak mengulangi, kita berusaha mengganti atau menebus kesalahan yang telah lalu. Contohnya, jika kita pernah meninggalkan kewajiban, maka gantilah. Jika ada shalat atau puasa yang pernah ditinggal, maka gantilah dengan qadha. Jangan karena kita merasa sudah bertaubat, kesalahan yang lalu dianggap sudah selesai. Jika kita dulu tidak mengeluarkan zakat, maka keluarkanlah sekarang. Jika sebelumnya tidak pernah shalat dan puasa, maka setelah taubat kewajiban itu ditunaikan.

Taubat seorang muslim berbeda dengan seorang non muslim yang masuk Islam. Bagi seorang muslim, kewajiban-kewajibannya yang telah lalu menurut pendapat yang rajih, tetap harus diganti, sementara non muslim ketika masuk Islam, maka kewajiban yang telah lalu, tidak perlu diganti atau diqadha.

Selanjutnya, syarat taubat nasuha adalah dilakukan pada waktunya. Ini artinya, taubat pun ada waktunya. Lewat dari waktu itu, kita tidak akan diterima. Waktu taubat tersebut ada yang bersifat umum, dan ada yang bersifat khusus. Yang bersifat umum adalah selama matahari masih terbit dari timur dan terbenam di barat. Maka, bertaubat setelah matahari terbit dari barat maka taubat tidak ada artinya. Sebab itu tanda berakhirnya zaman dan tanda runtuhnya alam. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

يَوْمَ يَأْتِى بَعْضُ ءَايَٰتِ رَبِّكَ لَا يَنفَعُ نَفْسًا إِيمَٰنُهَا لَمْ تَكُنْ ءَامَنَتْ مِن قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِىٓ إِيمَٰنِهَا خَيْرًا ۗ

“Kedatangan sebagian tanda-tanda Rabbmu tidaklah bermanfaat lagi keimanan seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa keimanannya…” (QS. Al-An‘am: 158).

Sementara waktu khusus adalah saat ajal menjelang alias sakaratul maut. Karena itu, manakala ajal datang, maka tidak ada artinya taubat yang kita lakukan, berdasarkan firman Allah:

وَلَيْسَتِ ٱلتَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ حَتَّىٰٓ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ ٱلْمَوْتُ قَالَ إِنِّى تُبْتُ ٱلْـَٰٔنَ وَلَا ٱلَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ

“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) apabila ajal datang kepada seseorang di antara mereka…” (QS. An-Nisa’: 18).

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Namun syarat-syarat di atas merupakan syarat taubat yang dosanya berkaitan langsung dengan hak Allah. Sementara, jika dosanya menyangkut hak sesama manusia maka kita harus terlebih dahulu memohon maaf kepada yang bersangkutan atau kepada orang yang pernah kita dzalimi, sebelum memohon ampunan kepada Allah. Jika ada yang pernah kita rampas, maka segeralah kembalikan. Bagaimana jika yang bersangkutan sudah tiada dan sulit ditemui, maka banyak-banyaklah memohon ampunan untuknya. Agar amal ibadah kita kelak tidak diambil oleh orang yang bersangkutan, sebagai penebus kesalahan kita.

Itulah perintah Allah kepada kita semua untuk bertaubat dan jangan pernah kita abaikan. Sebab, tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kecuali untuk kemaslahan para hamba-Nya. Tdaklah Allah memerintahkan taubat kecuali untuk kebaikan kita semua agar segera menyadari kesalahan yang pernah diperbuat sekaligus sebagai salah satu cara memperbaiki keadaan. Boleh jadi, kerusakan, bencana, musibah, malapetaka yang sedang menimpa kita atau saudara-saudara kita adalah akibat kesalahan, ulah tangan, dan pelanggaran kita terhadap tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Asumsi ini tentu tidak berlebihan jika kita melihat salah satu firman-Nya:

  فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ 

“Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah rasul, takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63). 

Begitulah cara Allah melindungi hamba-Nya dari kerusakan, baik kerusakan agama, jiwa, akal, keturunan, maupun harta. Sebab untuk tujuan itulah salah satunya syariat Islam diturunkan.

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Demikianlah khutbah Jumat kali ini, Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memasukkan kita dalam golongan hamba-hamba-Nya yang senantiasa bersabar. Aamiin ya rabbal alamin.  

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ

عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلَا مُضِلِّيْنَ، اَللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا وَءَامِنْ رَوْعَاتِنَا وَاكْفِنَا مَا أَهَمَّنَا وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَنَا

رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

وَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَأَقِمِ الصَّلَاة

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *