Oleh: Departemen Dakwah Pendidikan dan Advokasi FKAM
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْد للهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ، وَمْنْ يَضْلُلُ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدُهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَاً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْد
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah
Puji dan syukur marilah kita sama-sama panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Alhamdulillah, berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, kita masih mendapatkan nikmat iman dan nikmat Islam. Kita masih mendapatkan nikmat sehat, nikmat panjang umur, dan nikmat kekuatan. Sehingga hati kita masih terpanggil menuruti perintah Allah, dan duduk bersimpuh di tempat yang Insyaa Allah penuh berkah ini.
Tidak sedikit saudara-saudara kita yang secara fisik terlihat sehat, namun kakinya tidak kuat dilangkahkan menuju masjid Allah. Mudah-mudahan, mereka segera mendapatkan taufik dan hidayah. Dan kita yang sudah mendapatkannya, semoga senantiasa dipelihara oleh Allah, dan diberi keistiqomahan hingga penghujung usia. Aamiin ya Allah.
Shalawat dan salam, semoga tercurahkan kepada pemimpin dan suri tauladan kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dengan perjuangan beliau, cahaya Islam ini sampai kepada kita, sehingga kita terbebas dari kejahilan dan kehinaan. Dan semoga shalawat serta salam juga tercurahkan kepada keluarganya, para shahabatnya, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan kali ini, tidak lupa khatib wasiatkan kepada diri khatib pribadi dan kepada jamaah sekalian, agar kita selalu meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita. Sebab iman dan taqwa adalah sebaik-baik bekal untuk menuju kehidupan hakiki di akhirat kelak.
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah
Sesungguhnya di antara penyakit hati yang sangat berbahaya di antara penyakit-penyakit lainnya adalah kesombongan. Penyakit ini tidak hanya menimpa iblis, mujrimin (para pelaku dosa), akan tetapi juga menimpa sebagian kaum muslimin. Penyakit kesombongan ini tentunya dapat mendatangkan penyakit yang buruk.
Dalam suatu hadits, Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ، قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ: إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk Syurga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar dzarrah.” Seseorang bertanya, “Sesungguhnya seorang laki-laki menyukai pakaian yang indah dan sendalnya indah, apakah ini termasuk kesombongan?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Muslim).
Bahwa sombong inilah yang telah mengeluarkan iblis dari Jannah. Karena iblis enggan untuk sujud kepada Nabi Adam dan merasa lebih baik karena ia diciptakan dari api sedangkan Nabi Adam diciptakan dari tanah. Padahal, Allah Ta’ala tidak pernah mengatakan bahwa api itu lebih baik daripada tanah. Oleh karena itulah iblis terkutuk hingga hari kiamat, dan ia termasuk hamba Allah yang kafir, Wal ‘Iyadzu Billah.
Sesungguhnya kesombongan dapat menghalangi seseorang masuk ke dalam Syurga, meskipun kesombongan tersebut hanya sebesar dzarrah. Dalam bahasa Arab, dzarrah diartikan dalam beberapa makna. Di antara maknanya adalah semut kecil yang tatkala kita letakkan pada sebuah timbangan, maka sangat ringan beratnya, bahkan hampir tidak ada bebannya. Di antara makna dzarrah yang lain ialah, satu butir tanah yang masih melekat pada tangan seseorang tatkala dia membersihkan telapak tangannya setelah ia memukulkan tangannya pada tanah. Dan di antara makna dzarrah yang lain ialah sebuah partikel-partikel yang sangat kecil.
Semua makna dzarrah ini menunjukkan bahwa dzarrah itu adalah suatu yang sangat kecil. Dan jika dinaikkan di atas timbangan, hampir-hampir tidak memiliki berat sama sekali.
Jika sekiranya kesombongan seseorang sekecil itu bisa menghalanginya masuk ke dalam Syurga, maka bagaimana jika kesombongan di dalam hati seseorang itu sebesar batu, gunung, atau bahkan dadanya dipenuhi dengan kesombongan, Wal ‘Iyadzu Billah.
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang kesombongan, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan:
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ
“Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.”
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah
Pada kesempatan yang berbahagia ini, kita akan memfokuskan pembahasan pada ciri orang yang sombong, yaitu merendahkan orang lain. Jika seseorang mendapati dalam dirinya sifat sombong dan suka meremehkan orang lain, suka mencibir orang lain, serta suka merendahkan orang lain, maka ketahuilah bahwasanya itu bukti atau indikator terbesar bahwa hatinya telah terjangkiti penyakit kesombongan.
Dalam hadits yang lain disebutkan, dari ‘Iyadh bin Himar Radhiyallahu ‘anhuia berkata:
قَامَ فِينَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ خَطِيبًا، فَقَالَ: إِنَّ اللهَ أَمَرَنِي، إِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ، وَلَا يَبْغِي أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Aalaihi wa Sallam berdiri berkhutbah di tengah-tengah kami lalu beliau bersabda, ‘Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian tawadhu’ (saling merendah diri) agar tidak seorang pun yang berbangga diri pada yang lain dan agar tidak seorang pun berlaku dzalim pada yang lain’.” (HR. Muslim).
Hadits ini sangat jelas menggambarkan bahwa di antara tanda tawadhu’ adalah, dia tidak merasa besar atau hebat di hadapan orang lain, melainkan dia senantiasa menghormati dan menghargai orang lain. Dalam suatu hadits disebutkan, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ، وَمَالُهُ، وَعِرْضُهُ
“Muslim yang satu dalah bersaudara dengan muslim yang lainnya. Maka tidak boleh saling menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Taqwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya seraya mengucapkannya tiga kali). Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang lainnya haram darahnya, hartanya dan kehormatannya.” (HR. Muslim).
Apakah maksud Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan bahwa taqwa itu letaknya di hati? Terdapat dua penafsiran:
Penafsiran pertama, adalah Rasulullah mengingatkan kepada kita agar jangan merendahkan dan meremehkan orang lain karena barometer kedudukan seseorang di sisi Allah Ta’ala adalah ketaqwaannya, dan ketaqwaan itu letaknya di hati, dan tidak ada yang mengetahui isi hati seseorang kecuali Allah Ta’ala. Maka apakah sikap merendahkan tersebut adalah anggapan bahwa seseorang lebih bertaqwa daripada yang lainnya? Memang benar seseorang dapat melihat amalan dzahir seseorang, akan tetapi dia tidak bisa mengetahui isi hatinya.
Bisa jadi ada seseorang yang tampak amalan dzahirnya lebih sedikit daripada diri kita, akan tetapi bisa jadi dia jauh lebih ikhlas dan jauh daripada ujub, atau dia ternyata jauh lebih bertaqwa dan takut kepada Allah Ta’ala. Oleh karenanya, tatkala seseorang tidak bisa menilai batin seseorang, maka janganlah dia menghukumi bahwa orang tersebut jauh lebih rendah daripada dirinya. Dalam sebuah hadits, dari Sahl bin Sa’d As-Sa’idi, ia berkata:
“Seorang laki-laki melintasi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lantas Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada orang yang duduk di dekat beliau, ‘Apa pendapat kalian dengan laki-laki ini?’ Maka seorang yang terpandang menjawab, ‘Demi Allah, bahwa dia dari seorang bangsawan. Bila dia meminang pasti akan diterima, dan bila dimintai bantuan pasti akan dibantu.’ Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian diam. Beberapa saat kemudian, lewatlah seorang laki-laki lain, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya kepadanya, ‘Apa pendapatmu dengan orang ini?’ Dia menjawab, ‘Wahai Rasulullah, menurutku orang ini adalah orang termiskin dari kalangan kaum Muslimin. Apabila ia meminang sudah pantas pinangannya ditolak, dan jika dimintai pertolongan dia tidak akan ditolong, dan apabila berkata, maka perkataannya tidak akan didengar.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sungguh orang ini (orang yang terlihat miskin) lebih baik dari dunia dan seisinya daripada orang yang ini (yaitu orang yang kelihatanya bangsawan)’.” (HR. Bukhari).
Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ingin mengingatkan, bahwa janganlah kita menjadikan penilaian terhadap orang lain dari sisi dunianya. Tatkala orang tersebut adalah seorang pejabat, orang kaya atau influencer, maka serta merta kita pun menghormatinya dan kita tidak berani merendahkannya, padahal status tersebut bukanlah barometer yang dijadikan tolak ukur oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi, Allah menjadikan ketaqwaan sebagai tolak ukur kedudukan seseorang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa di antara kalian.” (QS. Al-Hujurat: 13).
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah
Penafsiran yang kedua, tentang larangan merendahkan orang lain dan letak taqwa itu di hati ini merupakan isyarat bahwa jika seseorang suka merendahkan orang lain, suka mencibir orang lain, suka menjatuhkan orang lain, maka isi dada orang tersebut (ketaqwaannya) sedang bermasalah. Karena bagaimana mungkin seseorang dikatakan bertaqwa akan tetapi masih merendahkan orang lain? Sesungguhnya orang yang suka merendahkan orang lain telah terjangkit penyakit kesombongan dan keangkuhan. Oleh karenanya, tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ ، الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ ، يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ ،كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ ،نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ ، الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ ، إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ ، فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ .
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (Yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.” (QS. Al-Humazah: 1-9).
Sebagian ulama menjelaskan bahwa tatkala Allah Ta’ala menyebutkan ciri-ciri Neraka, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa api Neraka itu membakar sampai ke hati, alasannya adalah karena tidaklah seseorang suka mengumpat, mencela, kecuali ada penyakit di dalam hatinya. Maka ini adalah indikasi yang sangat kuat bahwa di dalam hati seseorang tersebut ada kesombongan.
Ketahuilah bahwa di antara sifat orang-orang munafik adalah suka mencibir, suka mencela, dan merendahkan orang lain. Allah Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka adzab yang pedih.” (QS. At-Taubah : 79).
Ayat ini turun tatkala ada dari sebagian para shahabat yang bersedekah yang banyak namun dikatakan oleh orang-orang munafik bahwa mereka adalah orang yang riya’. Kemudian tatakala para shahabat tidak menemukan yang biasa disedekahkan kecuali sedikit, maka orang-orang munafik kemudian mengatakan bahwa sedekah mereka tidak diperlukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala karena sedikit. Demikianlah orang-orang munafik yang pekerjaan mereka hanyalah mencela amalan orang lain.
Maka, hendaknya seseorang berhati-hati, jangan sampai ia memiliki sifat-sifat orang-orang munafik yang kerjaannya menghina dan merendahkan orang lain. Ketahuilah, bahwa jika kita mendapati orang yang memiliki amalan yang sedikit, hendaknya kita hargai dan jangan merendahkan dan menghinakan. Dan janganlah kita terperdaya dengan diri kita, karena bisa jadi ada orang yang bersedekah dengan sedekah yang lebih sedikit daripada sedekah kita, namun lebih ikhlas daripada kita yang kita keluarkan. Dalam suatu hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
سَبَقَ دِرْهَمٌ مِائَةَ أَلْفٍ
“Satu dirham pahalanya bisa mengalahkan seratus ribu dirham.” (HR. An-Nasa’i).
Maka hendaknya seseorang bertaqwa kepada Allah Ta’ala. Jika seseorang menemukan di dalam dirinya sifat yang suka merendahkan orang lain, suka mencibir orang lain, suka menghina orang lain, maka ketahuilah bahwa hatinya telah terjangkiti dengan penyakit kesombongan. Dan berhati-hatilah karena kesombongan adalah sifat Iblis, dan Neraka Jahannam adalah tempatnya orang-orang yang sombong. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
قِيلَ ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ
“Dikatakan kepada mereka, ‘Masukilah pintu-pintu Neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal di dalamnya.’ Maka Neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri.” (QS. Az-Zumar: 72).
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah
Dan sesungguhnya orang-orang yang sombong akan dihinakan oleh Allah Ta’ala tatkala dibangkitkan pada hari kiamat kelak. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Orang-orang sombong dikumpulkan pada hari kiamat seperti semut bermuka manusia. Mereka diliputi kehinaan dari segala penjuru. Mereka digiring menuju penjara di Neraka Jahanam yang bernama Bulas. Di atas mereka ada api paling panas. Mereka diberi minum muntahan dan darah penduduk Neraka yang namanya thinatul khabal.” (HR Tirmidzi).
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah
Kita berlindung pada Allah dari sifat sombong. Dan kita juga berlindung untuk tidak dimasukkan ke dalam hamba-hamba-Nya yang sombong karena memang tidak ada keuntungan bagi orang-orang yang sombong kecuali kehinaan di dunia dan di akhirat kelak.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ
اللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنَ فِيْ فِلِسْطِيْنَ اللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ عَلَى الْيَهُوْدِ وَمَنْ عَاوَنَهُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَالْمُنَافِقِيْنَ، اللَّهُمَّ سَدِّدْ سَهْمَهُمْ وَوَحِّدْ صُفُوْفَهُمْ وَاجْمَعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الْحَقِّ يَا حَيُّ يَاقَيُّوْمُ
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلَا مُضِلِّيْنَ، اَللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا وَءَامِنْ رَوْعَاتِنَا وَاكْفِنَا مَا أَهَمَّنَا وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَنَا
رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
وَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَأَقِمِ الصَّلَاة