Oleh: Labib Musthafa, Lc
(Dai FKAM)
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْد للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ وَمْنْ يَضْلُلُ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدُهُ لا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَاً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْد
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Segala puji bagi Allah Rabb dan sesembahan sekalian alam. Yang telah mencurahkan kenikmatan dan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, baik yang berupa kesehatan maupun kesempatan, sehingga kita pun dapat menunaikan kewajiban shalat Jumah.
Sholawat dan salam, semoga tercurahkan kepada pemimpin dan uswah kita, Nabiyullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Melalui perjuangan beliaulah Islam menyebar ke seluruh penjuru dunia. Sampai ke pelosok daerah yang tidak dapat dijangkau dengan kendaraan, yang padahal kita tahu pada zaman beliau tidak ada fasilitas internet. Melalui kegigihan beliau dalam mendakwahkan Islam pula, sampailah Islam ini kepada kita semua.
Dan semoga sholawat serta salam juga tercurahkan kepada keluarga, shahabat dan umat beliau yang setia mengikuti ajaran beliau hingga hari kiamat.
Pada kesempatan kali ini, tak lupa saya wasiatkan kepada diri saya pribadi dan kepada jamaah semuanya, agar kita selalu meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita. Karena iman dan taqwa adalah sebaik-baik bekal untuk menuju kehidupan di akhirat kelak. Semoga Allah Ta’ala, memberikan kekuatan kepada kita untuk mentaati segala syari’at yang dianugerahkan kepada kita. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut sebuah ilmu dengan menghilangkannya secara langsung dari hamba-hamba-Nya. Akan tetapi, mencabutnya dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari).
Ketika kita merenungkan hadits Rasulullah, maka akan tumbuh di dalam diri kita kekhawatiran yang amat sangat karena meninggalnya para ulama menunjukkan dicabutnya ilmu dari umat Islam. Dengan dicabutnya ilmu, maka akan tersebar kebodohan di tengah kaum muslimin sehingga banyak orang-orang bodoh (tidak berilmu) dimintai fatwa dan berujung sesat menyesatkan. Padahal, Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk bertanya kepada orang yang kompeten pada bidangnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka tanyakanlah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Anbiya: 7).
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Bertanya tentang urusan agama atau akhirat harus kepada ulama, yaitu orang yang berkompeten di dalamnya. Dan bertanya permasalahan duniawi juga harus kepada orang yang pakar dalam urusan duniawi. Jangan bertanya urusan duniawi kepada ulama pakar ilmu akhirat. Dan jangan bertanya permasalahan ilmu agama kepada profesor ahli di bidang sains tapi tidak punya pengetahuan agama Islam.
Dikisahkan di dalam hadits riwayat Imam Muslim, suatu ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melewati shahabatnya yang sedang mengawinkan kurma. Lalu beliau bertanya, “Apa ini?” Para shahabat menjawab, “Dengan begini, kurma menjadi baik wahai Rasulullah.” Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu bersabda, “Seandainya kalian tidak melakukan seperti itu pun, niscaya kurma itu tetaplah bagus.”
Setelah beliau bersabda seperti itu, mereka lalu tidak mengawinkan kurma lagi, dan kurma tersebut justru menjadi jelek. Ketika melihat hasilnya seperti itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Kenapa kurma itu bisa jadi jelek seperti ini?” Para shahabat kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, engkau telah berkata kepada kami begini dan begitu.”
Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.” (HR. Muslim).
Dari kisah tersebut kita bisa mengambil pelajaran yang sangat berharga. Yaitu agar kita berguru kepada orang yang pakar di bidangnya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Banyak hadits Rasulullah yang mengabarkan bahwa tercabutnya ilmu dan tersebarnya kebodohan adalah salah satu tanda di antara tanda kiamat. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ
“Di antara tanda-tanda kiamat adalah hilangnya ilmu dan menguatnya kebodohan.”
Di dalam hadits riwayat Bukhari juga disebutkan, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ لأَيَّامًا يَنْزِلُ فِيهَا الْجَهْلُ وَيُرْفَعُ فِيهَا الْعِلْمُ
“Sesungguhnya menjelang datangnya hari kiamat akan ada beberapa hari di mana kebodohan turun dan ilmu diangkat (dihilangkan).”
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Para ulama adalah pewaris para Nabi. Ulama ibarat seperti pelita yang menerangi negeri, bintang yang menghiasi malam, dan benteng pertahanan kaum muslimin dari serangan orang-orang kafir yang tidak akan pernah ridho dengan agama Islam hingga hari kiamat. Sehingga, keberadaan para ulama merupakan pondasi paling utama untuk membangun kejayaan umat Islam di suatu negeri.
Barangsiapa menginginkan kejayaan Islam di negerinya, hendaknya ia memperbanyak ulama Rabbani. Ulama yang mengabdikan seluruh hidup dan matinya untuk Allah Ta’ala, bukan ulama yang ambisinya kekuasaan dan tujuan dunia lainnya. Sebab, suatu negeri ketika dipegang para penjilat dunia, maka dia akan berbuat sesuai hawa nafsunya yang sekiranya menguntungkan untuk dirinya sendiri tanpa memperhatikan kemashlahatan kaum muslimin.
Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu adalah shahabat yang faqih, shahabat yang sangat mendalam pemahaman agamanya. Beliau berkata:
“Kematian seribu ahli ibadah yang selalu shalat setiap malam dan berpuasa di siang harinya itu lebih ringan daripada kematian seorang ulama yang mengerti tentang apa yang dihalalkan dan diharamkan Allah.”
Seorang ahli ibadah beribadah hanya untuk dirinya sendiri, sedangkan ulama mengabdi dan menerangi umat dengan keluasan ilmunya. Meninggalnya para ulama Rabbani akan menjadi ancaman besar bagi umat Islam. Karena orang-orang kafir dan para penjilat harta dan jabatan akan memanfaatkan keadaan ini untuk melancarkan ambisinya. Maka, akan kita dapati melemahnya kekuatan kaum muslimin dalam menegakkan dan menjalankan syari’at Islam karena para ulama suu’ akan mengambil alih podium-podium di tengah umat.
Apa yang dimaksud ulama (orang berilmu) tapi jahil? Ulama jahil adalah ulama yang banyak ilmunya tetapi tutur kata dan perilakunya berlawanan dengan ilmunya karena mengikuti hawa nafsunya. Yang haq dikatakan batil, dan yang batil dikatakan haq. Segala sesuatu yang dirasa menghalangi kepentingan duniawinya akan disingkirkan.
Bila hal ini ada, inilah pembodohan umat yang harus kita lawan agar kemaksiatan dan kejahatan yang mengundang kemurkaan Allah tidak merajalela. Kita harus cerdas dalam menentukan keberpihakan kita. Jangan mudah tertipu dengan opini mereka, dan jangan takut menyuarakan kebenaran. Dan Allah adalah sebaik-baik penolong.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Tugas kita hari ini adalah mencetak generasi ulama Rabbani yang siap berjuang, berdakwah, dan mengabdikan dirinya untuk Islam. Tidak hanya itu, tugas kita juga menjaga dan membela ulama yang menyuarakan kebenaran dan memperjuangkan Islam. Sebab, mereka adalah pewaris para nabi yang melanjutkan dakwah Rasulullah hingga Islam sampai pada kita dan akan senantiasa tegak sampai hari kiamat. Para ulama memiliki jasa yang sangat besar dalam agama dan negara. Namun, kerapkali manusia melalaikan jasa-jasanya.
Maka, para ulama berhak mendapatkan loyalitas dan pembelaan dari kita karena mereka hamba yang mengabdikan seluruh hidup dan matinya untuk Allah Ta’ala. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Mereka hanya mewariskan ilmu. Maka, siapa yang mengambilnya, berarti dia telah mengambil bagian yang sempurna.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Perbedaan ulama Rabbani dengan ulama suu’ penjilat dunia adalah, ulama Rabbani ikhlas mendakwahkan ilmunya dan memperjuangkan Islam. Sedangkan ulama suu’ berdakwah dalam rangka memenuhi kebutuhan duniawinya dengan harta dan popularitas. Dari sini nampak secara gamblang harus ke mana kita menempatkan loyalitas kita, tentu kepada ulama Rabbani.
Pada kesempatan khutbah kali ini, akan kita tutup dengan kisah shahabat mulia Ibnu Abbas dan Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhuma yang mengajarkan kita sosok kepribadian yang baik kepada ulama.
Suatu ketika Ibnu Abbas bergegas memegang pelana unta dan menuntun unta yang dinaiki oleh Zaid. Merasa tidak enak hati, Zaid pun berkata, “Janganlah engkau lakukan ini wahai sepupu Rasulullah.” Ibnu Abbas menjawab, “Demikianlah kami diajari adab terhadap ulama dan orang yang lebih tua dariku (yaitu dengan menghormati dan melayani mereka).” Zaid kemudian berkata, “Ulurkanlah tanganmu.” Ibnu Abbas pun menuruti perintah Zaid dan menjulurkan tangannya. Seketika itu pula Zaid mencium tangan Ibnu Abbas dan Zaid bin Tsabit berkata, “Dan beginilah kami diajari adab terhadap keluarga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Alangkah indahnya adab dan budi pekerti yang mereka contohkan. Walaupun keduanya sama-sama ulama besar, akan tetapi mereka saling menghormati dan memuliakan. Tidak merasa lebih arif dan menuntut untuk dihormati. Tapi, justru tawadhu’ dan saling menghormati.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِيْنَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى، والتُّقَى، والعَفَافَ، والغِنَى
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
وَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَأَقِمِ الصَّلَاة