Oleh: Dr. Muhammad Isa Anshory, M.P.I.
Tahun lahirnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamdisebut Tahun Gajah. Sebutan ini muncul karena pada tahun tersebut, datang pasukan gajah dari Yaman ke Makkah hendak menghancurkan Ka’bah. Pasukan itu dipimpin oleh Abrahah.
Latar Belakang Sejarah
Peristiwa tadi tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi mempunyai latar belakang yang panjang. Pada masa tersebut, Jazirah Arab berada di antara dua super power dunia yang saling berebut pengaruh: Romawi dan Persia. Imperium Romawi berusaha menancapkan pengaruh ke Jazirah Arab Selatan (Yaman) dengan mengirim beberapa orang misionaris Kristen. Di Yaman saat itu berdiri kerajaan Himyar dengan Dzu Nuwas sebagai rajanya. Sang Raja yang memeluk agama Yahudi ini lebih cenderung berpihak kepada Persia daripada Romawi.
Oleh karena itu, ia memerintahkan prajuritnya untuk menangkap para misionaris Kristen tadi. Mereka dibantai tanpa belas kasihan. Bukan hanya para misionaris yang menjadi korban, namun komunitas Kristen Yaman yang tinggal di Najran juga tidak luput dari kekejaman Dzu Nuwas (wafat 524 M). Mereka dipaksa murtad dan berpindah ke agama Yahudi. Karena menolak, mereka kemudian digiring ke dalam parit yang penuh dengan kobaran api. Peristiwa yang terjadi pada 523 M ini disebutkan dalam Al-Qur’an:
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS Al-Buruj: 4-8).
Seorang penduduk Najran bernama Daus Dzu Tsa‘laban berhasil selamat dari pembantaian tersebut. Ia menemui Kaisar Romawi guna memohon pertolongan untuk menghadapi Dzu Nuwas beserta prajuritnya. Ia menceritakan tragedi pembantaian umat Kristiani di parit yang penuh dengan kobaran api. Kaisar berkata, “Jarak negerimu cukup jauh dari negeriku. Akan tetapi, aku akan menulis surat kepada Negus (Najasyi) raja Habasyah (Ethiopia). Ia juga seorang pemeluk agama Kristen. Jarak negerinya dekat dengan negeri kalian.”
Kaisar segera mengirimkan surat tadi kepada raja Habasyah dengan perintah agar menolong umat Kristiani Yaman. Sang Raja memberangkatkan 70.000 prajurit di bawah pimpinan Aryath. Prajurit Yaman tidak mampu menghadapi serangan prajurit Habasyah. Mereka pun kalah. Mengetahui hal itu, Dzu Nuwas berusaha melarikan diri. Ia menceburkan diri ke dalam laut bersama dengan kudanya, namun akhirnya tenggelam hingga tewas mengenaskan. Sementara itu, Aryath berhasil mengambil alih Yaman. Ia membunuh sepertiga pasukan Dzu Nuwas. Sepertiga lagi sisanya ia jadikan tawanan dan kirimkan kepada Najasyi. Ia kemudian tinggal di Yaman dan memerintah dengan tangan besi. (Ibnul Atsir, Al-Kamil fi At-Tarikh, I/393).
Sikap Aryath yang sewenang-wenang dan ketidakadilan yang dirasakan oleh sebagian pasukannya memicu pemberontakan di bawah pimpinan Abrahah Al-Asyram. Aryath akhirnya terbunuh setelah berkuasa selama dua tahun. Abrahah tampil menggantikan kedudukan Aryath sebagai penguasa Yaman mewakili Negus. Kudeta Abrahah atas Aryath ini sepertinya tidak disukai oleh Negus. Oleh karena itu, Abrahah berusaha mengambil hati Negus dan menjernihkan hubungan dengannya. Ia membangun di Shan‘a, ibukota Yaman, suatu bangunan guna menandingi Ka’bah agar Masyarakat Arab tertarik ke sana. Bangunan tersebut dalam bahasa Arab dinamai Al-Qullais. Kata ini berasal dari bahasa Yunani Ekklesia yang berarti gereja.
Abrahah ingin menjadikan Yaman sebagai pusat agama Kristen sekaligus jembatan guna menguasai Jazirah Arab secara keseluruhan. Gereja tadi dibangun dengan sangat besar dan megah pada masanya. Batu-batu marmer dan granit peninggalan istana Ratu Balqis (masa Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam) yang berlokasi tidak jauh dari sana dijadikan bahan bangunannya. Pekerja-pekerja Yaman dipaksa, bahkan disiksa agar mau mengerjakannya. Upaya untuk mengajak masyarakat Arab agar berkunjung ke sana pun dilakukan dengan berbagai cara.
Selain motif politik dan motif agama, pembangunan Al-Qullais itu kemungkinan besar juga mempunyai motif ekonomi. Abrahah ingin mengalihkan masyarakat Arab, terutama para pedagang, yang menawarkan barang-barang dagangannya di Makkah pada musim haji ke Yaman. Adanya Ka’bah di Makkah memang menjadi daya tarik bagi umat manusia. Ibarat magnet, Ka’bah seakan mempunyai tenaga potensial yang menarik orang-orang untuk mengunjunginya. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap perekonomian Makkah. Kota ini tumbuh dengan pasar yang sangat ramai dan menguntungkan bagi para pedagang.
Jadi, pembangunan Al-Qullais tidak hanya dilatarbelakangi oleh satu faktor. Faktor politik, agama, dan ekonomi saling berkelindan. Oleh karena itu, serangan Abrahah ke Makkah untuk menghancurkan Ka’bah di kemudian hari sebenarnya juga mempunyai lebih dari satu faktor yang melatarbelakanginya. Demikian Prof. M. Quraish Shihab menjelaskan dalam bukunya, Membaca Sirah Nabi Muhammad, hlm. 157-159.