Oleh: Dr. Muhammad Isa Anshory, M.P.I.
Orang Arab pada zaman jahiliyah sering menghabiskan waktu mereka dalam peperangan dan perampokan. Keadaan ini mengacaukan hidup mereka. Oleh karenanya, mereka membuat pantangan berperang selama empat bulan dalam setahun, yaitu pada bulan Rajab, Dzulqa‘dah, Dzulhijah, dan Muharram. Empat bulan ini disebut sebagai bulan-bulan haram. Tujuan aturan tersebut adalah agar mereka dapat melakukan perdagangan, bekerja, dan mencari nafkah.
Dengan ketetapan ini, pekan raya ‘Ukazh, Majannah, dan Dzul Majaz sangat ramai selama empat bulan tadi. Kawan maupun lawan dapat melakukan jual beli satu sama lain serta saling membangga-banggakan diri. Para penyair Arab yang masyhur membacakan karya mereka di keramaian. Para orator kondang menyampaikan pidato. Orang Yahudi, Nasrani, dan musyrik memperkenalkan keyakinan agama mereka di hadapan khalayak Arab tanpa khawatir terhadap musuh. (Ja‘far Subhani, Ar-Risalah; Sejarah Kehidupan Rasulullah, hlm. 120)
Akan tetapi dalam sejarah Arab, kesepatan itu pernah dilanggar sehingga terjadilah perang. Oleh karena terjadi pada bulan-bulan haram, maka perang tersebut dinamakan Perang Fijar. Perang ini terjadi selama enam tahun, yaitu saat Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berusia 14 tahun hingga 20 tahun.
Perang Fijar Pertama
Dalam Al-Kamil fi At-Tarikh (1/527), Ibnul Atsir menceritakan bahwa Perang Fijar terjadi dua kali. Ada beberapa pendapat mengenai sebab terjadinya Perang Fijar pertama. Konon, seorang pria dari Suku Kinanah berhutang kepada seorang dari Bani Nashr bin Muawiyah bin Bakr bin Hawazin. Si penghutang mengulur-ulur waktu pembayarannya. Keduanya lalu bertengkar di Pasar ‘Ukazh. Perang berdarah sudah hampir pecah, namun persoalan akhirnya diselesaikan secara damai sebelum situasi memuncak.
Menurut pendapat lain, sebabnya adalah seorang wanita cantik dari Bani ‘Amir menarik pandangan para pemuda Quraisy. Mereka lalu meminta si Wanita memperlihatkan wajahnya, namun ia menolak. Salah seorang dari mereka bangkit kemudian menarik ujung kerudung si Wanita. Ketika si Wanita bangkit, tersingkaplah punggungnya. Para pemuda tadi tertawa sambil berkata, “Engkau larang kami melihat wajahmu, tapi kami berhasil melihat punggungmu.” Si Wanita lantas berteriak, “Wahai Bani ‘Amir, aku telah dilecehkan.” Kedua pihak memanggil suku masing-masing. Terjadilah perkelahian di antara mereka, namun akhirnya mereka berdamai.
Pendapat lain menyatakan bahwa sebabnya adalah seorang pria dari Bani Ghifar bernama Abu Ma‘syar bin Mikraz memilih tempat di Pekan Raya ‘Ukazh dan membacakan sajak puji-pujian setiap hari di hadapan banyak orang. Suatu hari ia berdiri dengan pedang terhunus seraya berkata, “Aku orang paling terhormat. Siapa pun yang menganggap lebih terhormat dariku, silakan menebaskan pedangnya.” Ketika itu, seorang pria dari Qais bernama Ahmar bin Mazin bangkit dan menebas kaki Abu Ma‘syar. Kedua kelompok lalu terlibat pertarungan, tapi berhenti sebelum ada yang terbunuh.
Perang Fijar Kedua
Perang ini terjadi 20 tahun setelah peristiwa penyerbuan pasukan gajah ke Makkah. Sebabnya adalah Urwah Ar-Rahhal dari Bani Hawazin menjalankan perdagangan milik Nu‘man bin Al-Mundzir di Pasar ‘Ukazh. Seorang pria dari Bani Kinanah bernama Al-Barradh bin Qais bertanya, “Apakah engkau akan menjualnya untuk Bani Kinanah?” “Ya, bahkan untuk semua orang,” jawab Urwah.
Al-Barradh menyimpan kedengkian kepada Urwah. Ia lantas membunuh Urwah di bulan haram. Berita mengenai peristiwa ini akhirnya sampai kepada Suku Quraisy. Seseorang berkata, “Al-Barradh telah membunuh Urwah di Pasar ‘Ukazh pada bulan haram.”
Suku Kinanah dengan didukung suku Quraisy keluar menyulut perang. Ketika itu Suku Hawazin belum menyadari. Tidak lama kemudian, mereka menyadari juga setelah sampai kepada mereka berita tentang peristiwa di Pasar ‘Ukazh tadi. Mereka pun keluar untuk menghadapi Suku Kinanah dan Quraisy. Kedua pihak bertemu sebelum memasuki wilayah tanah haram (suci). Pecahlah perang sampai malam. Suku Quraisy terdesak. Mereka mencari perlindungan dengan memasuki wilayah tanah haram. Mengetahui hal itu, Suku Hawazin menahan diri dan tidak melanjutkan perang melawan mereka untuk mengormati Baitul Haram. Akan tetapi beberapa hari kemudian, kedua belah pihak bertemu lagi untuk melanjutkan perang.
Dalam peristiwa ini, paman-paman Rasulullah ikut berperang. Beliau pun juga ikut berperang dan membantu paman-pamannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallampernah bersabda, “Saya mengumpulkan anak panah musuh yang telah mereka lemparkan dan memberikannya kepada paman-pamanku.”(Khalid bin Mahmud Al-Juhani, Is‘ad Al-Bariyyah bi Syarh Al-Khulashah Al-Bahiyyah fî Tartîb Ahdats As-Sîrah An-Nabawiyyah, hlm. 43).
Pelajaran Penting
Ada beberapa pelajaran penting dari kisah keikutsertaan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam Perang Fijar. Pertama, peristiwa itu menunjukkan penghormatan Bangsa Arab pada masa jahiliyah terhadap bulan-bulan haram dan Baitul Haram. Kedua, Bangsa Arab pada masa jahiliyah lebih menghormati Baitul Haram daripada bulan-bulan haram. Oleh karenanya, tatkala orang Quraisy memasuki tanah haram, orang Hawazin menahan diri dan tidak melanjutkan perang melawan mereka. Ketiga,keikutsertaan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam Perang Fijar melahirkan keberanian beliau sejak masih belia. (Khalid bin Mahmud Al-Juhani, Is‘ad Al-Bariyyah, hlm. 43-44). Wallahu a‘lam.