Penyesalan yang Tidak Berguna

Loading

Oleh: Muhammad Arsyad

Saat kebenaran sudah terang dan jelas di depan mata tapi seseorang menolak untuk mengikutinya, bahkan sebaliknya malah berpaling tidak memperdulikannya, maka saat hukuman itu datang tidak berguna lagi sebuah penyesalan. Hal ini ada, bahkan banyak dilakukan oleh manusia. Bahwasanya, banyak di antara manusia yang melalaikan kesempatan untuk melakukan suatu kebaikan. Suatu yang sangat berguna untuk dirinya sendiri khususnya maupun untuk orang lain pada umumnya. Bermanfaat baik saat masih di dunia maupun di akhirat nanti.

Perihal tersebut bukan hanya pada manusia saat ini. Akan tetapi, dari zaman dahulu sifat ini telah ada dan merasuki setiap manusia yang tidak mengikuti nurani hatinya. Allah tidak akan menghukum seseorang kecuali bukti-bukti kebenaran telah diberikan, dalil dan petunjuk telah diberitahukan, bahwa itu adalah jalan yang keliru. Tapi apalah daya, saat manusia dikuasai oleh nafsunya, tidak ada gunanya akal yang mengarahkannya.

Sebut saja satu kisah di dalam Al-Qur’an; kisah fir’aun. Berapa banyak Allah menunjukkan kepadanya bukti kebenaran lewat Musa ‘Alaihissalam. Akan tetapi, Fir’aun tidak memperdulikan bukti-bukti itu. Mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Mulai dari tongkat Nabi Musa ‘Alaihissalam yang berubah menjadi ular sampai lautan yang terbelah. Hal-hal tersebut tidak juga menjadikannya mengikuti arahan dan bisikan hatinya yang mendorongnya untuk mengikuti kebenaran dan kemanfaatan. Akalnya telah ditutupi oleh nafsunya.

Manusia jenis ini sudah ada semenjak dahulu kala. Sifat ini adalah sifat manusia yang pada dasarnya harus dijahui karena dia adalah sifat yang tidak baik, sangat merugikan diri. Walaupun begitu, tentu kadar keburukan dari setiap amalan berbeda-beda. Seseorang yang mengaku tuhan pencipta, hukumnya berbeda dengan yang sekedar berfoya-foya menghambur-hamburkan harta. Walaupun begitu, semua tetap memiliki bagian dari Allah Ta’ala. \

Lihatlah apa yang terjadi jika seseorang senantiasa berada di dalam keburukan. Allah menghukum dengan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Bagaimana Fir’aun tenggelam di dalam lautan sebagai hukuman atas apa yang ia lakukan; mengaku sebagai tuhan dan menyiksa manusia. Berkali-kali ia diberi peringatan, akan tetapi ia menyombongkan diri terhadap kebenaran.

Pada akhirnya hukuman Allah datang. Namun, tidak bermanfaat penyesalan saat itu. Walaupun Fir’aun berkata, “Aku beriman bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Tuhan yang diimani oleh Bani Israil, dan aku termasuk di antara orang-orang beriman.” (QS. Yunus: 90).

Itulah perkataan terakhir Fir’aun sebelum kemudian meninggal di lautan. Perkataannya begitu manis. Tapi sayang perkataan itu tidak berguna. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sekarang kamu baru beriman padahal sebelumnya kamu ingkar dan berbuat kerusakan.” (QS. Yunus: 91).

Itulah penyesalan yang tidak berguna. Apakah zaman ini masih ada? Orang dan skala kesalahan seperti Fir’aun mungkin tidak ada. Tapi sifat ini senantiasa ada sampai sekarang. Contoh yang paling kecilnya, betapa banyak seseorang yang memimpikan sebuah cita-cita; diberi nasehat oleh gurunya agar giat belajar dan berusaha, akan tetapi ia tidak perduli. Bukan karena nasehat itu samar, akan tetapi ia tidak mengikuti arahan hati nuraninya untuk mengikuti nasehat. Hawa nafsu yang senantiasa menjadi nahkoda membimbing kepada kesia-siaan yang tidak memberikan kepadanya kemanfaatan. Akhirnya, ia menyesal saat berada di bangku ujian yang sekali lagi penyesalan saat itu sudah tidak berguna.

Jika penyesalan itu terjadi pada hal-hal kecil, bagaimana jika penyesalan itu adalah untuk hal-hal yang besar? Ketahuilah, tidak ada penyesalan yang lebih besar kecuali penyesalan saat di akhirat. Bahwa orang-orang yang tidak beriman dan orang-orang beriman di akhirat nanti, semua ingin kembali di dunia. Untuk orang yang tidak beriman, dia menyesal dan ingin kembali ke dunia untuk beriman dan memperbaiki diri dengan keshalihan. Adapun yang beriman, maka dia ingin kembali kedua untuk memperbanyak kebaikan yang telah ia lalaikan. Tapi sekali lagi, penyesalan saat itu sudah tidak berguna.

Perbanyaklah berbuat baik sebelum datang hari penyesalan yang tidak berguna. Sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an, “Infaqkanlah sebagian dari harta yang kami berikan kepada kalian sebelum datang kepada salah satu dari kalian kematian, sehingga ia berkata (setelah meninggal), ‘Seandainya engkau mengakhirkan kematianku (ya Allah), maka sungguh aku bersedekah dan menjadi orang-orang yang shalih’.” (QS. Al-Munafiqun: 10).

Itulah hari yang tidak berguna lagi penyesalan. Oleh karenanya, semoga kita semua sadar. Wallahu a’lam bis showab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *