Nasab Nabi Muhammad (Bagian Pertama)

Loading

Oleh: Dr. Muhammad Isa Anhsory, M.P.I.

Di antara keistimewaan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah beliau berasal dari nasab yang mulia dan bisa disebutkan hingga beberapa leluhur ke atas. Saat beliau lahir, masyarakat Arab sekitarnya dikenal sebagai masyarakat yang ummi. Budaya membaca dan menulis tidak begitu berkembang. Meskipun demikian, budaya menghafal berkembang cukup bagus. Pendidikan di kalangan mereka dibangun di atas budaya menghafal ini. Salah satu materi yang mereka hafal adalah nasab. Oleh karena itu, nasab Rasulullah dapat terjaga dalam ingatan orang Arab dengan cukup baik.

Dalam hadits dari Abbas bin Abdil Mutthallib Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الْخَلْقَ فَجَعَلَنِي مِنْ خَيْرِهِمْ مِنْ خَيْرِ فِرَقِهِمْ وَخَيْرِ الْفَرِيقَيْنِ ثُمَّ تَخَيَّرَ الْقَبَائِلَ فَجَعَلَنِي مِنْ خَيْرِ قَبِيلَةٍ ثُمَّ تَخَيَّرَ الْبُيُوتَ فَجَعَلَنِي مِنْ خَيْرِ بُيُوتِهِمْ فَأَنَا خَيْرُهُمْ نَفْسًا وَخَيْرُهُمْ بَيْتًا

“Sesungguhnya Allah telah menciptakan makhluk-Nya, lalu menjadikanku berasal dari paling baik di antara mereka, paling baik di antara kelompok mereka, dan paling baik di antara dua kelompok (Arab dan non-Arab). Kemudian Dia memilih dari berbagai kabilah tersebut dan menjadikanku yang terbaik dari kabilah itu, lalu Dia memilih rumah-rumah dan menjadikanku sebaik-baik rumah mereka, maka akulah yang sebaik-baik jiwa di antara mereka dan sebaik-baik rumah di antara mereka.”(HR. At-Tirmidzi).

Dalam hadits lain juga disebutkan:

إِنَّ اللهَ اصْطَفَى مِنْ وَلَدِ إِبْرَاهِيْمَ إِسْمَاعِيْلَ وَاصْطَفَى مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيْلَ بَنِي كِنَانَةَ وَاصْطَفَى مِنْ بَنِي كِنَانَةَ قُرَيْشًا وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ وَاصْطَفَانِيْ مِنْ بَنِي هَاشِمٍ.

“Sesungguhnya Allah telah memilih Ismail dari anak Nabi Ibrahim, memilih Bani Kinanah dari anak Ismail, memilih Quraisy dari Bani Kinanah, memilih Bani Hasyim dari Quraisy, dan memilihku dari Bani (anak-anak cucu) Hasyim.” (HR. At-Tirmidzi).

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menyatakan bahwa Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah penduduk bumi yang paling baik nasabnya secara mutlak. Nasabnya berada pada puncak kemuliaan. Musuh-musuh beliau bahkan bersaksi mengenai hal itu. Oleh karenanya, Abu Sufyan –saat masih menjadi musuh beliau–bersaksi mengenai kemuliaan nasab Nabi di hadapan penguasa Romawi. Kaum paling mulia adalah kaumnya. Kabilah paling mulia adalah kabilahnya. Keluarga paling mulia adalah keluarganya. (Zad Al-Ma‘ad, Juz 1, hlm. 71).

Nasab Nabi dalam Catatan Sejarah

Ibnu Hisyam (meninggal 218 H) menulis dalam kitab Siroh­nya sebagai berikut, “Ini adalah kitab mengenai siroh (biografi) Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthallib. Nama asli Abdul Mutthallib adalah Syaibah bin Hasyim. Nama asli Hasyim adalah ‘Amrubin Abdu Manaf. Nama asli Abdu Manaf adalah Al-Mughirah bin Qushay. Nama asli Qushay adalah Zaid bin Kilabbin Murrahbin Ka‘ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah. Nama asli Mudrikah adalah ‘Amir bin Al-Ya’s bin Mudhar bin Nizar bin Ma‘addbin Adnan bin Udd –ada juga yang menyebutnya Udad– bin Muqawwim bin Nahur bin Tairah bin Ya‘rub bin Yasyjub bin Nabit bin Ismail bin Ibrahim –sang kekasih Allah (khalil Ar-Rahman)– bin Tarih yang tidak lain adalah Azar bin Nahur bin Sarugh bin Ra‘u bin Falakh bin ‘Aybar bin Syalakh bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh bin Lamk bin Mattusyalakh bin Akhnukh –yang menurut perkiraan sebagian orang adalah Nabi Idris, wallahua‘lam–. Ia adalah orang pertama yang mendapat karunia kenabian dan orang pertama yang menulis dengan pena. Akhnukh ini putra Yarid bin Muhlail bin Qaynan bin Yanisy bin Syits bin Adam ‘Alaihis Salam.”

Menurut Dr. Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai silsilah nasab Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah Adnan sampai ke Nabi Ibrahim. Adapun setelah Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam ke atas sampai ke Nabi Adam ‘Alaihis Salam, maka tidak ada dalil dan landasan yang bisa dijadikan pedoman. (Fiqh As-Sirah, hlm. 29).

Dalam Syarh As-Sunnah, Imam Al-Baghawi berkata setelah menuturkan nasab Nabi sampai ke Adnan, “Tidak sah menghafalkan nasab Nabi setelah Adnan.”

Ibnul Qayyim berkata, setelah menuturkan nasab Nabi sampai ke Adnan, “Nasab Nabi yang dimaklumi keabsahannya adalah hanya sampai pada Adnan. Itulah yang disepakati oleh para ulama. Adapun di atas Adnan, para ulama berbeda pendapat. Mereka juga sepakat bahwasanya Adnan adalah salah satu keturunan Ismail.”

Ibnu Sa‘ad berkata dalam Thabaqat-nya, “Kami menahan diri untuk tidak menelaah nasab Nabi setelah Adnan hingga Ismail.”

Dari Urwah bin Az-Zubair, ia berkata, “Kami tidak melihat ada orang yang mengetahui nasab Nabi setelah Adnan dan tidak pula setelah Qahthan. Kalaupun ada, maka itu bohong.”

Sementara itu, Adz-Dzahabi berkata, “Orang-orang sepakat bahwa Adnan adalah keturunan Ismail bin Ibrahim. Yang menjadi perdebatan mereka adalah nasab yang menghubungkan antara Adnan dan Ismail.” (Muhammad Ali Ash-Shallabi, As-Siroh An-Nabawiyyah, hlm. 44-45).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *