Memahami Hakikat Segala Sesuatu

Loading

Oleh: Muhammad Arsyad

Saat seseorang baru pertama kali melihat pesawat, dia akan terkejut bahwa ada benda besar yang bisa terbang di langit. Begitu juga saat seseorang baru pertama kali melihat kapal yang bisa menyelam ke dalam laut, tidak sedikit yang terkejut dan terheran-heran dengan hal itu. Artinya, seseorang akan terpesona dengan hal yang menakjubkan.


Berarti ada hal yang membuat ia takjub yang dalam hal ini mungkin karena dua faktor. Pertama, ia tidak pernah melihatnya. Kedua, merupakan sesuatu yang unik dan luar biasa.


Lantas bagaimana dengan hal-hal unik yang dianggap biasa oleh seseorang? Hal ini penyebabnya adalah, karena terbiasanya seseorang tersebut melihatnya sehingga menjadikan sifatnya yang unik tak ada.


Pergantian siang dan malam adalah hal yang unik dan luar biasa. Namun, ia menjadi tak unik karena seseorang terbiasa dengan kejadian tersebut. Seandainya saja seseorang tidak pernah melihat siang dan malam karena buta misalnya, yang kemudian saat dia sembuh, dia pasti akan terkagum-kagum dengan kejadian alam yang luar biasa tersebut.


Lebih jauh dari itu, jika seseorang bisa terkagum-kagum dengan temuan-temuan baru dan modern, sampai bahkan ada yang mengagung-agungkan dengan pengagungan tanpa batas kepada penemunya, lantas kenapa pengagungan itu luput dari manusia untuk Penciptanya sendiri?


Selainnya, langit bisa berdiri tanpa tiang, seandainya tidak ditahan oleh-Nya niscaya dia akan jatuh menimpa bumi semuanya. Juga, seandainya siang terjadi terus-menerus atau malam terjadi terus-menerus, tentu tidak akan ada kehidupan di bumi ini. Demikian juga gunung sebagai pasak untuk menahan bumi. Lautan dengan segala ekosistemnya yang terbukti saat ini menyimpan berbagai hal luar biasa, sebut saja misalnya api di dalam lautan. Dan juga matahari yang terbit dan tenggelam. Semua itu menakjubkan, tapi manusia ada yang melalaikannya.


Berkaitan dengan hal ini, Allah berfirman dalam QS. Al-A’rof: 205, “Wala takun minal ghafilin (jangan menjadi termasuk di antara orang yang lalai).”


Orang punya sifat lalai. Itulah sebabnya orang yang telah meninggal di akhirat saat meminta dikembalikan di bumi untuk beramal, Allah tidak mengabulkan permohonannya. Karena Allah mengerti, bahwa ia pasti akan lalai lagi, sehingga hidup di dalam kelalaian lagi. Oleh karenanya, sadarlah sebelum terlambat.


Di kehidupan nyata, seseorang yang lalai benar-benar memiliki berbagai perangkat menimbang dan memikirkan sesuatu. Akan tetapi semua itu tidak dipakainya. Hal ini akan berakibat buruk. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


“Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (QS. Al-A’raf : 179).


Hati, mata dan telinga itu ada di dalam diri setiap orang, tapi sayang kadang tidak difungsikan untuk hal-hal penting yang bermanfaat untuk diri, yakni untuk kebahagiaan yang hakiki. Hal itu kenapa bisa terjadi? Tidak lain karena satu hal, yaitu lalai.

Kelalaian yang menjadikan seseorang tidak takjub dengan pergantian siang dan malam. Langit berdiri tanpa tiang. Bumi yang terhampar. Matahari yang terbit dan tenggelam. Lautan yang indah. Hujan yang turun. Tumbuhan yang hijau. Serta tahapan kejadian manusia yang disebutkan begitu detail di dalam Al-Qur’an semenjak kurang lebih 1445 tahun yang lalu, sebelum munculnya ilmu kedokteran modern yang hanya menjadi pelengkap untuk meyakinkan manusia akan kebenaran Al-Qur’an.


Bukankah semua hal itu menunjukkan kepada keberadaan dan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala? Jawabannya adalah, “Iya sangat cukup.” Hanya saja manusia lalai. Oleh karenanya, berpikirlah karena dengannya seseorang bisa memahami hakikat segala sesuatu. Hendaknya manusia bertafakur. Allah memerintahkan manusia untuk bertafakur, karena dengannyalah seseorang akan takjub dengan ciptaan-ciptaan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari adzab Neraka’.” (QS. Ali ‘Imran: 191).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *