Masa Kecil Nabi Di Bani Sa‘ad (Tulisan Kedua)

Loading

Oleh: Dr. Muhammad Isa Anshory, M.P.I.

Setelah menempuh perjalanan selama tiga hari, sampailah rombongan wanita Bani Sa‘ad ke kampung halaman mereka. Kehadiran Nabi Muhammad benar-benar membawa berkah bagi keluarga Halimah. Tidak berselang lama, keadaan rumah tangga Halimah terlihat sangat berbahagia. Air susunya yang disusukan kepada Nabi bertambah banyak. Domba miliknya bertambah gemuk. Keadaan segala sesuatu miliknya bertambah baik.

Halimah menceritakan, “Kami pun tiba di tempat tinggal kami di kampung Bani Sa‘ad. Aku tidak melihat sepetak tanah pun yang lebih subur saat itu. Domba-domba kami datang menyongsong kedatangan kami dalam keadaan kenyang dan air susunya juga penuh berisi sehingga kami bisa memerah dan meminumnya. Sementara itu, setiap orang yang memerah air susu hewannya sama sekali tidak mengeluarkan air susu walau setetes pun dan kelenjar susunya juga kempes. Akibatnya, mereka berkata garang kepada para penggembalanya, ‘Celakalah kalian! Lepaskanlah hewan gembalaan kalian seperti yang dilakukan oleh gembala putri Abu Dzuaib.’ Namun domba-domba mereka pulang ke rumah tetap dalam keadaan lapar dan setetes pun tidak mengeluarkan air susu. Sementara domba-dombaku pulang dalam keadaan kenyang dan kelenjar susunya penuh berisi. Kami senantiasa mendapatkan tambahan berkah dan kebaikan dari Allah selama dua tahun menyusui anak susuan kami.” (Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 72).

Genap dua tahun Nabi Muhammad tinggal di kampung Bani Sa‘ad. Halimah menyapihnya dan tidak menyusuinya lagi. Tugasnya berarti telah selesai. Oleh karena itu, ia berencana mengantarkan Nabi pulang ke Makkah bertemu ibunda Aminah. Dengan didampingi sang suami, mulailah Halimah melakukan perjalanan melintasi gurun pasir.

Setibanya di Makkah, Halimah menyampaikan keinginannya agar Nabi tetap bersamanya karena berkah yang mengiringinya selama tinggal di tengah mereka. Ia berkata kepada ibunda Aminah, “Andai saja engkau sudi membiarkan anakmu ini tetap bersama kami hingga menjadi besar. Aku khawatir ia terserang penyakit yang biasa menjangkit di Makkah.” Halimah terus menerus merayu ibunda Aminah. Akhirnya, Nabi tetap bersama Halimah hingga batas waktu yang disepakati.         

Peristiwa Pembelahan Dada

Begitulah Nabi Muhammad tinggal di tengah-tengah Bani Sa‘ad bin Bakr. Tatkala ia berusia empat atau lima tahun, terjadilah peristiwa pembelahan dada.

Imam Muslim meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam didatangi malaikat Jibril. Saat itu beliau sedang bermain-main bersama beberapa anak kecil lainnya. Malaikat Jibril memegang beliau dan menelentangkannya, lalu membelah dada dan mengeluarkan hati beliau. Selanjutnya malaikat Jibril mengeluarkan segumpal darah dari dada beliau seraya berkata, “Ini adalah bagian setan yang ada pada dirimu.” Lalu malaikat Jibril mencucinya di sebuah baskom dari emas dengan menggunakan air Zamzam, kemudian menata dan memasukkannya ke tempatnya semula. Anak-anak kecil lainnya berlarian mencari ibu susunya dan berkata, “Muhammad telah dibunuh.” Mereka kemudian menemuinya dan mendapatinya dalam kondisi pucat. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 72).

Setelah peristiwa tersebut, suami Halimah, Al-Harits bin Abdul ‘Uzza, merasa takut jika Nabi Muhammad terkena gangguan jin atau tertimpa hal buruk. Oleh karena itu, ia mengajak Halimah untuk mengantarkan Nabi pulang ke Makkah. Melihat kedatangan Halimah, ibunda Aminah bertanya mengapa ia mengantarkan Nabi pulang, padahal ia dulu meminta agar Nabi tetap tinggal bersamanya. Halimah menceritakan peristiwa aneh yang dialami Nabi sehingga ia khawatir jika beliau diganggu setan. Mendengar hal itu, ibunda Aminah menyahut, “Tidak! Demi Allah, setan tidak akan pernah bisa mengganggunya. Anakku ini mempunyai keutamaan.” (Ibnu Hisyam, As-Sirah An-Nabawiyah, Dar Al-Kutub Al-‘Arabi, [1/190]).

Pejaran Penting    

Menurut Syaikh Muhamamd Said Ramadhan Al-Buthi, peristiwa pembelahan dada yang dialami Nabi Muhammad ketika berada di kampung Bani Sa‘ad adalah bagian dari dasar-dasar kenabian dan petunjuk bahwa Allah memilihnya untuk perkara mulia. (Fiqh As-Sirah, hlm. 60-61). Ada hikmah dan pelajaran penting di balik peristiwa tersebut. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, pada dasarnya peristiwa ini merupakan pengumuman atas kerasulan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan penyiapan beliau untuk menjadi manusia yang terpelihara dari dosa dan penerima wahyu sejak kecil dengan hal-hal yang nyata (kasat mata). Ini untuk mempermudah manusia dalam mengimaninya dan mempercayai ajaran-ajaran yang disampaikannya. Jadi, peristiwa tersebut pada hakikatnya merupakan proses penyucian spiritual yang dilakukan secara fisik dan kasat mata. Tujuannya tidak lain adalah agar unsur pengumuman Tuhan yang tersirat di balik peristiwa itu bisa dilihat dan didengar oleh manusia.

Kedua, di balik peristiwa tersebut terkandung maksud untuk menjelaskan bahwa Allah telah mempersiapkan hamba dan Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sejak dini untuk menerima wahyu dari-Nya.

Ketiga, peristiwa tersebut melambangkan janji Allah kepada Nabi-Nya untuk senantiasa memeliharanya dari berbagai dosa manusia dan godaan setan. Itu adalah bentuk pemeliharaan yang diberikan Allah kepada Nabi-Nya, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Mahdi Rizqullah Ahmad, Biografi Rasulullah; Sebuah Studi Analisis Berdasarkan Sumber-Sumber yang Otentik, hlm. 135).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *