Lapang Dada dalam Islam

Loading

Oleh: Bima Setya Dharma

Di dalam Islam, memiliki lapang dada dan hati yang tenang adalah bagian penting dari kehidupan seorang Muslim. Lapang dada mengacu pada sikap menerima dan memahami dengan kerendahan, kebesaran jiwa, dengan hati yang damai dalam kondisi senang maupun susah. Lapang dada adalah cerminan dari keimanan yang kuat dan kesabaran yang tinggi.

Di dalam Al-Qur’an disebutkan, bahwa sikap lapang dada datangnya dari Allah ‘Azza wa Jalla. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Qur’an surah Ash-Sharh ayat 1:

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ

“Bukankah kami telah melapangkan dadamu (wahai Muhammad)?”

Jika kita perhatikan ayat ini, kita bisa lihat secara dzahir bahwa bentuknya adalah pertanyaan, tetapi yang dimaksud bukanlah hal itu. Syekh Jalaluddin Al-Mahali mengatakan pada ayat ini, maksud dari kata “bukankah” ini adalah untuk membuat orang yang diajak berbicara mengakui apa yang dikatakan setelah. Sehingga maknanya adalah sungguh telah kami lapangkan. Dan maksud melapangkan dada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan cahaya Ilahi supaya dapat bermunajat kepada Sang Pencipta dan dakwah sehingga dadanya menjadi tempat turunnya rahmat dan sumber berkah. Ini menunjukkan bahwa Allah-lah yang memberikan kelapangan hati kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menghadapi segala tantangan dan ujian.

Kita juga bisa melihat kisah Nabi Musa ‘Alaihissalamketika diperintahkan untuk mendatangi Fir’aun, beliau berdoa :

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي

“Wahai Rabb-ku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah semua urusanku.” (QS. Thaha: 25).

Maka bisa diambil kesimpulan, bahwasannya lapang dada datangnya dari Allah dan menjadikan sebab terbesar yang dapat menolong seorang hamba di dalam mencapai tujuan dan meraih semua keinginan.

Syekh Abdurrazzaq Al-Badr menjelaskan, “Tidaklah mungkin kita memperoleh kedudukan yang agung ini, kecuali dengan memperhatikan agama kita dengan sebenar-benarnya, serta menjalankannya dengan sebaik-baiknya. Setiap kali seorang hamba bersemangat istiqomah menjalankan agama ini serta berkomitmen dengan apa yang datang dengannya, maka ia layak mendapatkan kelapangan dada sesuai dengan apa yang dia perbuat.”

Dan ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَمَنْ يُّرِدِ اللّٰهُ اَنْ يَّهْدِيَهٗ يَشْرَحْ صَدْرَهٗ لِلْاِسْلَامِۚ وَمَنْ يُّرِدْ اَنْ يُّضِلَّهٗ يَجْعَلْ صَدْرَهٗ ضَيِّقًا حَرَجًا كَاَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى السَّمَاۤءِۗ كَذٰلِكَ يَجْعَلُ اللّٰهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ

“Maka siapa yang Allah kehendaki mendapat hidayah, Dia akan melapangkan dadanya untuk menerima Islam. Siapa yang Dia kehendaki menjadi sesat, Dia akan menjadikan dadanya sempit lagi sesak seakan-akan dia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-An’am: 125).

Yaitu barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah atau petunjuk, dia akan membukakan dadanya untuk menerima Islam. Yakni pintu hatinya terbuka untuk menerima Islam atau cahaya yang datang dari Allah yang dengannya seseorang bisa melihat kebenaran, kemudian mengikuti kebenaran itu dengan memeluk Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, dengan kesadarannya sendiri dia memilih kekafiran dan meninggalkan kebenaran, maka dijadikan dadanya sempit dan sesak sehingga tidak ada celah sedikit pun untuk masuknya kebenaran di hatinya, seakan-akan dia sedang mendaki ke langit.

Namun perlu kita ketahui, bahwa hidayah dan kekufuran adalah hak Allah sebagaimana juga risalah. Bedanya kalau hidayah itu harus diminta, sementara risalah adalah anugerah dan pemberian Allah semata kepada seseorang yang dipilih-Nya. Dan Allah tidak akan menyiksa satu kaum kecuali setelah diperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kebenaran, tetapi mereka secara sadar enggan menerimanya.

وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِلَّ قَوْمًۢا بَعْدَ إِذْ هَدَىٰهُمْ حَتَّىٰ يُبَيِّنَ لَهُم مَّا يَتَّقُونَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taubah: 115).

Dengan mengikuti ajaran Islam dan mengamalkan nilai-nilai kebaikan, seorang Muslim dapat mencapai kehidupan yang penuh kedamaian dan kebahagiaan. Dan ini juga akan mengantarkan kita kepada kebaikan akhirat. Ibnul Qayyim Al Jauziyyah Rahimahullahmengatakan:

أن حال العبد في القبر كحال القلب في الصدر نعيما وعذابا، وسجنا وانطلاقا

“Keadaan seorang hamba di alam kubur itu sebagaimana keadaan hati di dalam dada, baik itu merasakan kenikmatan atau kesengsaraan, rasa terkekang maupun kebebasan.”

Lalu, bagaimana ciri-ciri seseorang yang berlapang dada? Di dalam kitab Zaadul Ma’ad Ibnul Qayyim Rahimahullah menyebutkan ada sebuah atsar yang berbunyi:


إذا دخل النور القلب انفسح وانشرح . قالوا : وما علامة ذلك يا رسول الله ؟ قال : الإنابة إلى دار الخلود ، والتجافي عن دار الغرور ، والاستعداد للموت قبل نزوله

“Bilamana cahaya masuk ke dalam hati, maka hati tersebut akan merasa lapang dan menerima. Dikatakan kepadanya, ‘Apa tandanya?’ Dijawab, ‘(1) Mencukupkan diri dari dunia yang penuh tipuan, (2) condong kepada kehidupan abadi (akhirat), dan (3) menyiapkan diri menghadapi kematian sebelum kematian itu mendatanganinya’.”

Semoga kita semua selalu diberi lapang dada dan hati yang tenang dalam menjalani kehidupan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *