Kelahiran Nabi Muhammad

Loading

Oleh: Dr. Muhammad Isa Anshory, M.P.I.

Pada tahun terjadinya peristiwa Gajah, lahirlah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mengenai hal ini, Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dilahirkan pada tahun Gajah.” (HR Abu Nu‘aim, Dala-il An-Nubuwwah, hlm. 84). Demikian juga, Qais bin Makhramah Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dilahirkan pada tahun Gajah. Jadi, kami dilahirkan pada tahun yang sama.” (Hadits shahih diriwayatkan Ibnu Ishaq [1/179]).

Para ulama dan sejarawan juga bersepakat bahwa Nabi Muhammad dilahirkan pada hari Senin. Penentuan hari ini berdasarkan beberapa riwayat shahih. Di antaranya riwayat Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Nabi lahir pada hari Senin, keluar berhijrah dari Makkah ke Madinah pada hari Senin, datang di Madinah pada hari Senin, meninggal pada hari Senin, dan mengangkat Hajar Aswad (saat renovasi Ka‘bah) pada hari Senin.” (Hadits shahih diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad-nya [1/277]).

Abu Qatadah Radhiyallahu ‘anhumeriwayatkan, “Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang puasa hari Senin, lalu beliau bersabda, ‘Hari itu adalah hari kelahiranku dan hari diturunkannya wahyu kepadaku’.” (HR Muslim [1162/197]).

Tanggal Kelahiran

Akan tetapi, para ulama dan sejarawan berbeda pendapat dalam menentukan tanggal kelahiran Nabi. Pendapat paling populer adalah beliau lahir pada malam Senin 12 Rabi‘ul Awal. Sejarawan Al-Mas‘udi menilai bahwa kelahiran Nabi terjadi lima puluh hari setelah kehadiran pasukan Gajah. Menurut Al-Mas‘udi, pasukan Gajah hadir pada Senin 13 Muharram dan mendekat ke Makkah pada 17 Muharram. Dengan demikian, kelahiran Nabi terjadi pada 8 Rabi‘ul Awal.

Mahmud Al-Falaki Al-Mashri, pakar ilmu falak Mesir, menetapkan bahwa Nabi Muhammad lahir pada hari ke-55 setelah kekalahan tentara Gajah, yakni pada pagi tanggal 9 Rabi‘ul Awal 571 M. Ada juga yang menduga kelahiran beliau pada bulan Ramadhan, atau Muharram, atau Rajab. Demikianlah terlihat perbedaan pendapat menyangkut waktu kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam . (M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Quran dan Hadits-Hadits Shahih, hlm. 200-201).

Proses Kelahiran

Pada malam menjelang lahirnya Nabi Muhammad, Sayyidah Aminah berada di rumahnya. Ia merasakan sakit karena hampir tiba waktunya melahirkan. Ia segera memanggil dukun bayi, yaitu Asy-Syifa’ bintu ‘Amru bin ‘Auf, ibunda Abdurrahman bin ‘Auf. Di dekat Aminah saat itu ada Ummu Aiman Barakah Al-Habasiyah, budak wanita yang ditinggalkan oleh Abdullah. Kemudian datanglah Tsuwaibah budak wanita Abu Lahab dan Fathimah ibunda Utsman bin Abul ‘Ash. Empat orang wanita inilah yang menemani dan membantu proses kelahiran Aminah.

Menurut salah satu pendapat, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dilahirkan bersamaan dengan terbitnya fajar. Begitu lahir, beliau segera digendong oleh Asy-Syifa’. Nabi memandang ke arah langit. Ketika dilepaskan dari gendongan, Asy-Syifa’ mendengar sebuah suara berucap, Rahimakallah –semoga Allah menyayangimu–.”

Tsuwaibah segera menemui tuannya, Abu Lahab, untuk memberitahu kabar gembira kelahiran keponakannya. Mendengar berita bahagia ini, Abu Lahab merasa gembira. Ia lalu memerdekakan Tsuwaibah. Rasa gembira ini kelak bisa sedikit menolong nasib Abu Lahab di akhirat. Abbas bin Abdil Muththallib, paman Nabi, suatu ketika bermimpi bertemu Abu Lahab setelah kematiannya. Ia pun bertanya, “Apa yang dilakukan Allah kepadamu?” Abu Lahab menjawab, “Allah memasukkanku ke dalam Neraka. Akan tetapi, Dia meringankan adzab untukku setiap hari Senin karena dahulu aku bergembira dengan kelahiran Muhammad dan membebaskan Tsuwaibah.” (Abdullah Abu Dzikri, Yaumiyyat As-Sirah An-Nabawiyyah Al-Musyarrafah, [1/36-37]).

Aqiqah dan Penamaan

Kabar gembira tadi juga disampaikan kepada Abdul Muththallib, kakek Nabi, yang pada waktu itu sedang berada di sisi Ka‘bah. Dengan tergesa-gesa, Abdul Muththallib pulang ke rumah Aminah untuk melihat cucunya yang baru lahir. Bayi kecil itu dipeluk dan digendongnya, lalu dibawa ke sisi Ka‘bah. Di situ, ia menamai cucunya “Muhammad”. Setelah itu, Abdul Muththallib membawanya pulang kembali dan menyerahkannya kepada ibunya.

Pada hari ketujuh setelah kelahirannya, Abdul Muththallib menyembelih beberapa ekor binatang dan menjamu karib dan sahabat-sahabatnya. Ketika itu, ia ditanya mengapa putra Abdullah itu dinamainya “Muhammad” berbeda dengan nama-nama leluhurnya. Abdul Muththallib menjawab, “Saya berharap semoga ia menjadi orang yang terpuji berkali-kali di langit di sisi Allah dan di bumi di sisi makhluk.” Menurut bahasa, kata Muhammad memang berarti orang yang terpuji berkali-kali. (H. Rus‘an, Lintasan Sejarah Islam di Zaman Rasulullah, hlm. 20).

Disusui Tsuwaibah

Air susu Sayyidah Aminah tidak keluar dengan lancar. Karena itu, Tsuwaibah ditugasi untuk menyusui Nabi Muhammad. Tidak lama sebelum kelahiran Nabi Muhammad, Tsuwaibah melahirkan seorang anak lelaki bernama Masruh. Tsuwaibah lah wanita yang pertama kali menyusui Nabi. Sebelum itu, Tsuwaibah juga menyusui Hamzah bin Abdil Muththallib, kemudian menyusui Abu Salamah bin Abdul Asad. Jadi, keduanya adalah saudara sepersusuan Nabi. (Yaumiyyat As-Sirah An-Nabawiyyah, [1/37]).     

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *