Oleh: Bima Setya Dharma
Dalam Islam, hati memiliki peran yang penting dalam kehidupan seorang Muslim. Hati adalah pusat kejiwaan manusia, tempat bersemayamnya keimanan, kesadaran, dan kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, ada sebuah kondisi yang disebut “hati yang mati”. Yaitu keadaan yangmana hati seseorang kehilangan cahaya iman dan menjadi keras, tidak lagi merespon kebaikan atau nasehat, serta sulit menikmati ibadah. Dalam Islam, fenomena hati yang mati ini sering disebut sebagai salah satu tanda bahwa seseorang telah menjauh dari jalan Allah, yang biasanya disebabkan karena maksiat dan tidak taat kepada-Nya.
Melakukan maksiat atau melanggar syariat Islam tentu memberikan dampak yang sangat buruk bagi umat manusia. Dampak itu misalnya seperti tidak bisa membedakan antara yang haq dan yang bathil, bahkan ia cenderung lebih dominan melakukan kesalahan. Pernyataan tegas ini sebagaimana disampaikan oleh Syekh Muhammad Muflih Syamsuddin Al-Muqdisi (wafat 763 H), dalam salah satu kitabnya:
إنَّ الْعَبْدَ إذَا أَذْنَبَ نُكِتَ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ ثُمَّ إذَا أَذْنَبَ نُكِتَ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ حَتَّى يَبْقَى أَسْوَدَ مُرْبَدًّا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا.
“Sungguh apabila seorang hamba melakukan dosa, maka akan ditulis dalam hatinya sebuah titik hitam. Kemudian jika melakukan dosa (kembali), maka akan ditulis dalam hatinya sebuah titik hitam, sampai (hatinya) tersisa menjadi hati hitam selamanya. Dia tidak akan mengetahui kebenaran, Dia juga tidak akan ingkar pada kemungkaran.” (Syamsuddin Al-Muqdisi, Al-Adabusy Syar’iyah, Darul ‘Alam: 1999, juz I, halaman 188).
Ketika orang tersebut bertaubat dan beristighfar, maka titik hitam pada hatinya akan dihapus. Tetapi ketika ia terus berbuat dosa, maka akan ditambah titik hitam pada hatinya sampai menutup seluruh hatinya, sehingga tidak mampu membedakan antara yang hak dan yang batil. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
كَلَّا بَلْ ۜ رَانَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ مَّا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Sekali-kali tidak! Bahkan, apa yang selalu mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14).
Lalu apa saja tanda hati seseorang yang sedang mati? Berikut lima tanda hati seseorang mulai mati dan mengeras:
Pertama: Tidak Tergerak oleh Kebaikan
Seseorang yang hatinya mati tidak akan tergerak ketika mendengar nasehat atau ajakan kepada kebaikan. Mereka tidak merasa takut akan ancaman Allah atau tersentuh oleh peringatan tentang akhirat. Tidak pula terdorong dan termotivasi oleh imbalan-imbalan yang akan didapatkan di akhirat kelak. Selain itu, tidak merasa rugi ketika melewatkan suatu amalan yang berpahala sangat banyak di sisi Allah.
Seperti ketika seseorang memotivasi tentang derajat yang dilipatgandakan bagi orang-orang yang sholat berjamaah, keutamaan sedekah, sholat Dhuha, dan keutamaan-keutamaan yang lainnya. Ketika orang yang mendengar motivasi tersebut tidak terdorong untuk mengerjakannya, maka bisa jadi hatinya terlalu banyak noda hitam sehingga ia tidak termotivasi.
Kedua: Cinta Berlebihan terhadap Dunia
Hati yang mati cenderung mencintai dunia secara berlebihan. Mereka mengutamakan kepentingan duniawi di atas segalanya dan melupakan akhirat. Mereka berusaha keras dalam mengumpulkan harta dan kekayaan. Mencari segala cara agar hidup mudah dan penuh nikmat di dunia. Namun, mereka lupa bahwa dunia ini hanyalah tempat singgah sementara.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَالِيْ وَلِلدُّنْيَا ؟ مَا أَنَا وَالدُّنْيَا؟ إِنَّمَا مَثَلِيْ وَمَثَلُ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رَاكِبٍ ظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apalah artinya dunia ini bagiku?! Apa urusanku dengan dunia?! Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan dunia ini ialah seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon, ia istirahat (sesaat) kemudian meninggalkannya.” (HR. Ahmad, I/391, 441; At-Tirmidzi, no. 2377).
Padahal kehidupan akhirat merupakan tujuan terakhir dan tujuan manusia sesungguhnya. Dan akhirat adalah sesuatu yang pasti datang, kekal dan abadi. Sebagaimana yang difirmankan Allah ‘Azza wa Jalla:
وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
“Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’la: 17).
Lebih bahayanya lagi, mencintai dunia berlebihan akan membuat orang tersebut melupakan akhirat dan hanya fokus kepada dunia saja. Disibukkan mengumpulkan harta di dunia dan tidak sempat mempersiapkan bekal untuk akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ ﴿١٥﴾ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh balasan di akhirat kecuali Neraka. Dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud: 15-16).
Maka perlu kita ketahui, bahwa tugas utama kita adalah beribadah kepada Allah, dan mencari kehidupan di dunia adalah sarana agar kita bisa mencari bekal untuk akhirat. Yang artinya, sesibuk apapun kita hidup, maka jangan sampai kita lupa dengan akhirat dan kejarlah dunia seperlunya saja. Karena Allah tidak akan mengabaikan hamba-Nya yang taat kepada-Nya dan akan mempermudah kehidupannya di dunia.
Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا ﴿٢﴾ وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3).
Ketiga: Tidak Merasa Bersalah Ketika Melakukan Dosa
Salah satu ciri hati yang mati adalah tidak adanya rasa penyesalan atau rasa bersalah setelah melakukan perbuatan dosa. Mereka melakukan maksiat dengan tenang, tanpa merasa takut kepada Allah. Biasanya orang yang seperti ini condong melakukan maksiat ketika tidak ada orang lain di sekitarnya karena takutnya ia bermaksiat bukan karena Allah, tetapi malu karena bisa dipandang buruk oleh manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:
يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا
“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhoi. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. An-Nisa’: 108).
Keempat: Mengabaikan Ibadah
Orang yang hatinya mati cenderung lalai dalam melaksanakan ibadah wajib seperti sholat, puasa, dan membaca Al-Qur’an. Hati mereka tidak lagi merasakan manisnya berhubungan dengan Allah melalui ibadah. Padahal Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallamsangat menikmati ibadah, contohnya ketika sholat yang bahkan dikatakan sebagai istirahat untuk hati dan jiwa.
Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يا بلالُ أقمِ الصلاةَ، أرِحْنا بها
“Wahai Bilal, dirikanlah shalat. Dan buatlah kami istirahat kami dengannya.” (HR. Abu Dawud).
Kelima: Keras Kepala dan Sulit Menerima Nasehat
Ciri seseorang yang hatinya mulai mati adalah mereka sulit menerima nasehat, baik dari Al-Qur’an, hadits, maupun dari orang lain. Hati yang keras menolak untuk dibimbing menuju jalan yang benar. Mereka cenderung tidak senang, bahkan melawan dan mencari-cari alasan kepada orang yang memberikan nasehat, padahal nasehat itu terdapat obat untuk hati.
Imam Al-Ghazali mengatakan:
“Tapi kemudian kita tidak senang dengan orang yang mengingatkan kita perihal akhlak tercela tersebut dan tidak sibuk menghilangkan akhlak tercela itu. Kita justru sibuk menentang orang yang menasehati kita dengan membalikkan perkataannya. Kita mengatakan, ‘Kamu pun melakukan ini itu.’ Kita disibukkan untuk memusuhinya daripada mengambil manfaat dari nasehatnya. Penolakan nasehat lebih karena keras hati yang disebabkan oleh kebanyakan dosa. Sumbernya kelemahan iman,” (Al-Ghazali, 2018 M/1439 H-1440 H: III/69).
Itulah lima ciri-ciri seseorang yang hatinya mulai mati dan mengeras. Bagaimanapun juga kita tidak akan luput dari berbuat dosa, tetapi janganlah putusa asa karena Allah membuka lebar pintu ampunan dan taubat. Semoga kita semua senantiasa menjadi orang-rang yang selalu menjaga hati kita agar tetap bersih.