Belajar dari Kisah Nabi Yusuf ‘Alaihissalam

Loading

Oleh: Departemen Dakwah, Pendidikan dan Advokasi

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْد للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ وَمْنْ يَضْلُلُ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدُهُ لا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَاً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْد

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah.

Alhamdulillahirabbil ‘alamiin, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberi kita nikmat kesehatan dan kesempatan. Semoga dengan karunia tersebut, kita dapat bersyukur dengan sebenar-benarnya. Yaitu dengan menggunakannya untuk menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Shalawat dan salam, tak lupa kita sanjungkan kepada Nabiyullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kepada keluarganya, para shahabatnya, dan ummatnya yang konsisten dan komitmen dengan sunnahnya. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.

Wasiat taqwa kembali khatib sampaikan kepada para jamaah semuanya. Taqwa adalah usaha kita menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Allah tidak mewajibkan sesuatu melainkan ada manfaatnya bagi manusia. Tidak pula Allah mengharamkan sesuatu, melainkan ada madharat atau bahaya bagi kita. Karena itu, taqwa menjadi bekal terbaik kita dalam menjalani kehidupan di dunia ini dan kehidupan akhirat yang kekal abadi nanti.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah.

Surat Yusuf adalah satu-satunya surat dalam Al-Qur’an yang menceritakan suatu kisah secara lengkap, yakni kisah Nabi Yusuf ‘Alaihissalam dalam satu surat penuh. Sehingga, Allah menyebutnya sebagai kisah terbaik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;

نَحۡنُ نَقُصُّ عَلَیۡكَ أَحۡسَنَ ٱلۡقَصَصِ بِمَاۤ أَوۡحَیۡنَاۤ إِلَیۡكَ هَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ وَإِن كُنتَ مِن قَبۡلِهِۦ لَمِنَ ٱلۡغَـٰفِلِینَ

“Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang yang tidak mengetahui.” (QS. Yusuf: 3).

Surat Yusuf menyuguhkan kisah luar biasa. Memotret proses perjuangan Yusuf ‘Alaihissalam yang diawali dari sebuah mimpi tentang sebuah kedudukan, dibuang ke sumur, diperbudak, dipenjara, hingga berakhir menjadi kenyataan berupa kedudukan dengan menjadi menteri dan berkumpul bersama keluarganya kembali.

Ada hal menarik dari Surat Yusuf, Surat yang diturunkan di fase Makkah, fase dimana Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabatnya berada dalam kondisi istidh’af  (lemah di bawah dominasi kaum musyrik). Terlebih lagi Surat ini diturunkan pada tahun 10 kenabian, bertepatan dengan suatu peristiwa yang dalam sejarah terkenal dengan sebutan amul huzni atau tahun kesedihan.Dimana pada tahun tersebut terjadi peristiwa wafatnya 2 pilar pendukung utama dakwah Islam, yakni istri beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Khadijah Al Kubra dan paman beliau Abu Thalib yang hanya berjarak 1 bulan 5 hari.

Setelah meninggalnya kedua orang ini, orang-orang kafir Quraisy merasa bergembira dan menampakkan suka cita. Mereka menggunakan kesempatan tersebut untuk semakin menyakiti Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dalam benak mereka, sekarang Muhammad tanpa perlindungan.

Maka mulai timbullah siksaan, kepedihan yang amat sangat ditimpakan kepada Rasulullah dari kaum musyrik, bahkan akan dikeluarkan dari negerinya. Abu jahal, Abu Lahab, paman beliau sendiri yang paling hebat dalam menyakiti beliau dengan kesedihan yang tiada taranya.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah.

Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu ‘anha mengatakan, “Orang-orang Quraisy senantiasa takut dan lemah hingga wafatnya Abu Thalib.” (HR. Hakim dalam Mustadrak 4243).

Mereka berusaha menumpuk-numpuk derita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Di tengah Rasulullah dan kaum muslimin sedang dirundung kesedihan yang mendalam karena kehilangan kedua orang yang sangat dicintai oleh beliau, Allah mewahyukan cerita tentang Nabi Yusuf ‘Alaihissalam. Seakan ada pesan tersirat dalam cerita tersebut untuk menghibur kesedihan Rasulullah dan kaum muslimin. Sebagaimana Abdullah bin Mas’ud berkata, “Tidaklah membaca surah ini orang yang dalam keadaan luka hati dan kesedihan, kecuali Allah akan menggembirakannya.”

Seakan ada pesan tersirat yang terselip dalam Surat Yusuf tersebut untuk Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabatnya, bahwa cita-cita dan janji kemenangan di masa mendatang itu pasti terwujud meski harus melalui proses panjang.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah.

Kisah itu menerangkan bahwa Nabi Yusuf juga pernah merasakan kesedihan, mengalami ujian dan cobaan. Berbagai ujian dan cobaan dihadapi Nabi Yusuf ‘Alaihissalam dengan penuh kesabaran, sampai pada akhirnya kisah Nabi Yusuf sampai pada tujuannya dan bertemu kembali dengan orang tuanya serta takwil mimpi yang menjadi nyata.


Kisah ini dimulai dari sebuah mimpi Nabi Yusuf ‘Alaihissalaam ketika masih kecil:

إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ

(Ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada kepada ayah-nya, Wahai ayahku! Sungguh aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku. (QS. Yusuf: 4).

Perjalanannya dalam menapaki skenario Robbani, menjadi dalil dan bukti tentang bagaimana Sunnatullah berlaku kepada makhluk dan hamba-Nya yang lemah lainnya.

Skenario pertama, Yusuf ‘Alaihissalaam menjadi korban kedengkian dan konspirasi jahat saudara-saudaranya. Mereka membuang beliau ke dalam sumur, sampai ditemukan oleh kafilah yang lewat, dan dijual sebagai budak di kota yang jauh dari kampung halaman dan keluarganya.

Skenario kedua, Yusuf dibeli oleh keluarga kerajaan. Perwajahannya yang rupawan barangkali yang membuat seorang pejabat (Al ‘Aziz) mengangkatnya sebagai anak. Ia berpesan kepada istrinya agar merawat dan memuliakan Yusuf, padahal umumnya orang buangan seperti Yusuf dijadikan budak. Pada fase ini kehidupan Yusuf membaik.

Skenario ketiga, Yusuf harus kembali menghadapi ujian besar. Permaisuri pejabat Mesir yang merawatnya malah berusaha menggiring beliau pada kebejatan moral. Godaan sang ibu angkat gagal. Namun bukannya selesai, permasalahan malah merembet pada godaan seluruh wanita pejabat ibu kota yang rusak moralnya.  Tetapi Allah tetap menjaganya sampai akhirnya beliau lebih memilih dipenjara daripada menuruti hasrat para istri pejabat. Sikap ini menjadi simbol sikap berlepas diri beliau terhadap kekufuran dan tatanan masyarakat yang rusak. 

إِنِّي تَرَكْتُ مِلَّةَ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ

Sesunguhnya aku meninggalkan agama masyarakat yang tidak beriman kepada Allah, dan mereka ingkar terhadap akhirat. (QS. Yusuf: 37).

Skenario keempat, adalah masa-masa Yusuf dalam penjara. Meskipun Al-Qur’an tidak mengisahkan penderitaan Yusuf dalam penjara, namun semua pasti tahu, tidak ada penjara yang enak. Hidup tak bebas, logistik dibatasi, belum lagi permusuhan antar penghuni penjara dan kemungkinan siksaan para sipir.

Skenario ini kelihatannya buruk, namun justru setelah itu jalan mimpi Yusuf ‘Alaihissalaam menuju kenyataan mulai menampakkan tanda-tandanya. Yusuf bertemu dengan dua rekan sepenjara yang lantaran keduanya Allah membukakan pintu menuju keberhasilan. Dua rekannya membawa kabar kemampuan Yusuf mampu menakwil mimpi dan membawa Yusuf keluar dari penjara. Tak hanya itu, Yusuf juga bebas dari tuduhan dan konspirasi jahat para istri pejabat.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah.

Selain itu, kemampuan Yusuf dalam pengelolaan logistik dan kecerdasannya dalam takwil mimpi membuat pamor dirinya naik. Yusuf terbukti mengantisipasi krisis akibat kekeringan melalui tafsir mimpi yang cerdas dan solutif. Raja pun kemudian memberikan jabatan strategis bagi Yusuf:

وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي ۖ فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ

Raja berkata, Bawalah dia (yusuf) kepadaku, agar aku memilih dia (sebagai orang yang dekat kepadaku). Ketika raja telah bercakap-cakap dengannya, dia berkata, Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercaya. (QS. Yusuf: 54).

Inilah skenario terakhir.  Allah memberikan kemapanan hidup sebagai seorang mukmin. Karena kemapanan bukan sekadar hidup senang dan berkuasa, tapi mampu menampakkan keimanannya.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah.

Kisah ini membawa pesan untuk Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabat Radhiyallahu anhum, bahwa keadaaan lemah yang dihadapi ditambah dengan tekanan kaum musyrik serupa dengan keadaan yang dialami Yusuf. Allah mengingatkan, Dia yang mengatur skenario hamba-Nya, mengawal dan mengawasinya.

وَٱللَّهُ غَالِبٌ عَلَىٰٓ أَمْرِهِۦ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Dan Allah berkuasa atas urusan-Nya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti. (QS. Yusuf: 21).

Inilah sekenario besar Allah untuk hamba-Nya Yusuf. Dalam kisah ini Allah menegaskan kembali kepada para hamba-Nya yang beriman yang berada dalam fase lemah, bahwa kemapanan yang telah dikabarkan kepada Yusuf (melalui mimpi) benar-benar terwujud (terealisasi) di tengah kekuasaan orang yang tidak beriman kepada Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَكَذَٰلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ ۚ نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَن نَّشَاءُ ۖ وَلَا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ

Dan demikianlah Aku berikan kedudukan kepada Yusuf di negeri (Mesir), untuk tinggal di mana saja yang dia kehendaki, Aku limpahkan rahmat kepada siapa saja yang Aku kehendaki, dan Aku tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. (QS. Yusuf: 56).

Surat Yusuf memotret perjalanan dari sebuah cita-cita hingga berujung pada kedudukan merupakan bekal spirit yang sangat dibutuhkan oleh umat Islam hari ini. Adanya fenomena berpihaknya sebagian dari kaum muslimin kepada musuh, ditambah dengan dahsyatnya kekuatan konspirasi global dalam upaya menggerus dan menekan spirit perjuangan hingga seringkali membuat sebagian kalangan mulai berputus asa.  Putus asa adalah hal yang perlu diwaspadai oleh siapa saja yang percaya dan yakin akan mimpi kemenangan Islam. Maka Allah memotret nasehat dan petuah Ya’qub dalam surat Yusuf juga:

 وَلَا تَيْأَسُوا مِن رَّوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

Dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidak ada yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang kafir. (QS. Yusuf: 87).

Kisah ini hendaklah menjadi cambuk yang melecut spirit umat Islam, bahwa kondisi lemah (tertekan) yang dihadapi hari ini suatu saat nanti akan berubah menjadi kemapanan.

Oleh karena itu, tidaklah heran bila surat ini turun pada masa sedih dan masa sulit Rasulullah. Tujuannya adalah untuk menghibur, menyenangkan dan menenangkan hati yang terisolir, berduka, terusir, dan menderita. Dan itulah isyarat berlakunya Sunnatullah, bahwa suatu ujian dan cobaan apabila dihadapi dengan kesabaran maka pastilah akan ditemukan jalan keluar, hingga terwujudnya kegembiraan dan kebahagiaan.

Yang perlu kita yakini, pada kondisi apapun, sebuah kalimat yang langsung dikatakan Nabi Yusuf yang telah mengalami masa-masa sulit kemudian berakhir indah, yaitu perkataan Yusuf ‘Alahissalam:

إِنَّهُۥ مَن يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ ٱلْمُحْسِنِينَ

“Sesungguhnya barangsiapa yang bertaqwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf: 90).

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ

عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِيْنَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى، والتُّقَى، والعَفَافَ، والغِنَى

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

وَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَأَقِمِ الصَّلَاة

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *