Oleh: Ustadz Nurdin
Palestina kembali terluka. Belasan ribu orang syahid, puluhan ribu terluka, dan ratusan ribu orang kehilangan keluarga, sekolah, rumah, dan tempat kerja.
Luka-luka lama yang belum sempat sembuh, kini menganga menjadi lebih parah. Harusnya, Muslimin seluruh dunia sebagai satu anggota badan, merasakan sakit serupa. Namun nyatanya, tak banyak yang merasa. Memandang mereka hanya seolah korban konflik politik. Bahkan, tak sedikit yang malah mengupas manhaj mereka, dan menimbang layak dibantu atau ditinggalkan!?
Islam telah menetapkan bahwa satu Muslim dengan yang lain adalah saudara. Tidak boleh mendzhalimi dan tidak boleh merendahkan. Lebih dari itu, Nabi telah mengabarkan bahwa permisalan kekerabatan seorang Muslim dengan yang lain adalah seperti tubuh yang saling menanggung beban. Apabila badan demam, sekujur anggota badan turut merana dan mencari penawarnya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan kaum Mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (HR. Muslim).
Persaudaran seorang Muslim diikat oleh keimanan. Sebuah ikatan yang menembus batas suku, ras, negara, bahkan keluarga. Sedangkan iman tak cukup hanya diyakini dalam hati, namun juga harus direalisasikan dalam tindakan dan perbuatan. Dengan demikian, tak cukup mengakui mereka sebagai saudara, tapi juga harus rela saling menanggung beban dan saling menebar kebahagiaan.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menjelaskan, “Ini adalah ketetapan Allah Ta’ala di antara orang-orang yang beriman, yaitu bahwa siapapun, baik di belahan barat maupun timur, yang di dalam dirinya terdapat keimanan kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, para Rasul-Nya, dan hari akhir, berarti dia adalah saudara orang-orang Mukmin. Persaudaraan yang mengharuskan orang-orang mencintainya sebagaimana mereka mencintai diri mereka sendiri, serta membenci yang dibenci mereka seperti mereka membencinya untuk diri mereka sendiri.” (Taisir Karimir-Rahman fii Tafsiiril-Kalaamil-Manaan 7/133).
Itu pula yang Rasulullah sampaikan sebagai tanda sempurnanya keimanan seseorang; yaitu ia harus bisa mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Salah seorang di antara kalian tidak beriman (dengan sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Apabila ia suka makan, maka ia harus berusaha membuat saudara Muslimnya ikut makan. Apabila ia berpakaian bagus, bagaimana pula ia berusaha membuat saudaranya berpakaian seperti dia. Sebaliknya, apabila ia tidak suka sakit, ia pun berusaha menghindarkan saudaranya dari penyakit.
Hari ini, semua bentuk kenikmatan dunia telah hilang dari saudara-saudara kita di Palestina. Orang dikatakan merasakan nikmat dunia, apabila badannya sehat, punya makanan, dan hidupnya aman tenteram. Sedangkan tiga hal ini telah direnggut oleh Zionis laknatullah.
Mari kita lihat, seberapa dalam kita merasakan sakit atas penderitaan saudara-saudara kita di Palestina. Sebagai seorang Mukmin, apa kita diam saja melihat saudara-saudara seiman kita terluka, tidak bisa makan dan tidak punya tempat tinggal?
Atau kita malah sibuk mencari-cari kesalahan dan aib mereka?
Normalnya, ketika ada satu anggota keluarga yang sakit, kita akan sibuk mencarikan obat atau segera membawa ke rumah sakit. Akan tetapi, apabila ada orang yang keluarganya sakit, malah dia sibuk mengungkit kesalahan dan membuka-buka aibnya, perlu ditanyakan apakah dia normal atau abnormal?
Begitupula apabila iman kita normal, tentu akan segera memberikan uluran tangan untuk saudara-saudara kita di Palestina, sebisa mungkin.
Mukmin yang egois ibarat tangan yang tidak mau mengusap matanya saat terkena debu. Atau ibarat mulut yang enggan dilalui makanan, padahal sangat lapar. Tentu aneh dan jarang terjadi. Maka, apabila ada orang mukmin yang tidak mau membantu saudaranya yang sedang kesusahan, perlu ditanyakan keimanannya.
Orang Mukmin yang membantu saudaranya, sebenarnya dia sedang membantu dirinya sendiri di dunia dan akhirat. Rasulullah bersabda:
مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, maka Allah Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat.” (HR Muslim).
Ibnu Rajab Al-Hambali dalam Jami’ul Ulum wal Hikam menjelaskan maksud dari Al-Kurbah atau kesempitan ialah beban berat yang mengakibatkan seseorang sangat menderita dan sedih. Sedangkan maksud meringankan di sini adalah usaha untuk meringankan beban tersebut dari penderita. Adapun At-Tafriij adalah usaha untuk menghilangkan beban penderitaan sehingga kesedihan dan kesusahannya sirna. Balasan bagi yang meringankan beban orang lain ialah Allah akan meringankan kesulitannya. Dan balasan menghilangkan kesulitan adalah Allah akan menghilangkan kesulitannya.
Hari ini saudara-saudara kita di Palestina sedang menanggung beban dan berbagai penderitaan. Maka, hendaknya kita ringankan beban mereka. Apabila mereka tidak bisa makan, mari kita berikan makanan. Apabila mereka kehilangan tempat tinggal, maka kita tolong dengan memberikan tempat tinggal yang nyaman. Apabila mereka sedih karena ditinggal anggota keluarganya, maka tugas kita adalah menghibur dan memberikan kebahagiaan bagi mereka.
Memberikan kebahagiaan kepada Muslim adalah sebaik-baik amalan. Rasulullah menyebutkan, “Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat Muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan darinya, membayarkan utangnya, atau menghilangkan rasa laparnya. …” (HR. Thabrani).
Sebagaimana suatu ketika Muhammad bin Al-Munkadir Rahimahullah ditanya, “Perbuatan dunia apa yang paling menakjubkan?” Ia katakan, “Memberikan kebahagiaan di hati seorang mukmin.”
Syaikh Asheem Al-Hakeem menjelaskan, setidaknya ada tiga hal yang bisa kita lakukan untuk membantu Palestina. Yaitu berdonasi, berdoa, dan menyebarkan kejadian penjajahan ini via sosial media ke seluruh dunia agar semua orang tahu.
Apabila sama sekali belum bisa membantu dengan tenaga dan biaya, minimal bantu mereka dengan doa. Karena berdoa tidak membutuhkan modal apa-apa. Namun efeknya luar biasa. Selain itu, jangan lupa untuk selalu menshare kejadian tentang Palestina. Agar semua orang tahu kejadian sebenarnya. Dan barangkali ada dermawan dan relawan yang terketuk hatinya karena perantara kita.
Semoga Allah segera memberikan kemenangan untuk saudara-saudara kita di Palestina. Aamiin.