Ilmu dan Kerendahan Hati

YahyaNasehat Kehidupan1 week ago66 Views

Oleh: Muhammad Arsyad

Ilmu dapat menjadi pembeda antara seseorang dengan yang lainnya. Walaupun begitu, seseorang yang berilmu dituntut untuk selalu rendah hati.

Ilmu bisa menjadi sesuatu yang mengangkat derajat seseorang bukan hanya dari sisi sosial masyarakat, tetapi juga di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentu jika seseorang benar-benar sadar bahwa ilmunya adalah pemberian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara itu, orang yang sombong dengan ilmunya bukan hanya dibenci oleh Allah melainkan juga dibenci oleh sesama manusia.

Dikisahkan di dalam Al-Qur’an, bahwa Qarun memiliki harta yang sangat banyak, hingga kunci gudang untuk menyimpanan hartanya sangat berat lantaran saking banyaknya. Imam Al-Qurthubi menyebutkan sebuah riwayat, bahwa kunci-kunci yang ia miliki itu diangkut 60 keledai. Dan tidak ada yang ia ungkapkan dari semua karunia itu kecuali bahwa, apa yang ia dapatkan tersebut adalah berkat kepandaian yang ia miliki.

Padahal jika ditelusuri, semua manusia saat lahir di dunia ini tidak mengetahui sedikit pun dari sebuah ilmu. Berkat pemberian dari Allah yang berupa mata, telinga dan hati, seseorang kemudian bisa meraih berbagai ilmu.

Itulah mengapa, sudah seharusnya seseorang selalu rendah hati dan tidak sombong terhadap apa yang dikaruniakan kepadanya.

Oleh karenanya, hendaklah setiap orang waspada terhadap dirinya sendiri, sebab walaupun ilmu itu bisa menjadikan seseorang mulia, ia juga bisa menjadi seseorang terhina. Bukan karena dzat ilmu tersebut, melainkan karena sifat sombong yang lahir karena seseorang merasa memiliki. Padahal, sejatinya itu bukan miliknya melainkan titipan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an Surah Al-Alaq Ayat 5 disebutkan bahwa, Dialah yang mengajarkan ilmu kepada semua manusia.

Ilmu yang dimaksud di sini mencakup segala macam ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu berkaitan dengan dunia seperti fisika, matematika sains dan teknologi. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh ulama usul, bahwa kata ما di dalam Surah di atas itu memiliki makna umum. Sehingga ia tidak terbatas hanya ilmu agama saja, akan tetapi ilmu dunia juga. (Lihat Al-Wajiz fii Usul Fikih Oleh Syaikh Abdul Karim Zaidan).

Demikianlah, ilmu merupakan pemberian dari Allah, sehingga sudah seharusnya seseorang selalu rendah hati atas ilmu yang ia miliki. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengajarkan pada kita bagaimana beliau berinteraksi dengan ilmu saat beliau menemui kesulitan dalam memecahkan masalah. Bukan hanya sekali, akan tetapi berkali-kali.

Beliau berdoa kepada Allah Ta’ala, “Wahai Allah, wahai Dzat yang telah mengajarkan ilmu kepada Adam dan Ibrahim, ajarkanlah ilmu kepadaku. Wahai Dzat yang memberikan pemahaman kepada Sulaiman, berikanlah pemahaman kepadaku.” (Lihat Hilyatu Thalibil Ilmi oleh Syaikh Bakar Abu Zaid).

Begitulah seharusnya setiap penuntut ilmu, hendaknya selalu sadar bahwa ilmu yang dimilikinya adalah pemberian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Seseorang yang rendah hati dan tidak sombong, ia akan dicintai, bukan hanya oleh Allah melainkan juga oleh sesama manusia. Hal ini sebagaimana bisa dilihat, bagaimana para shahabat dahulu saling menghormati satu sama lain.

Dikisahkan, bahwa suatu hari Zaid bin Tsabit berkendara dan tiba-tiba datanglah Ibnu Abbas yang kemudian memegangi tali kekang kendaraan tersebut dan menuntunnya. Sesaat itu pula Zaid bin Tsabit memintanya untuk melepaskan tali tersebut. Akan tetapi, Ibnu Abbas hanya berkata, bahwa beginilah kami diperintahkan untuk menghormati para ulama.

Maka, seketika itu juga Zaid bin Tsabit Al-Anshari meminta kepada Ibnu Abbas untuk memperlihatkan tangannya. Maka Ibnu Abbas pun mengeluarkan tangannya, dan saat itu pula Zaid bin Tsabit langsung mencium tangan Ibnu Abbas seraya berkata bahwa beginilah kami dipertemukan untuk memperlakukan keluarga Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Lihat kitab Ar-Rukhsatu fii Taqbilil Yad Halaman 95 oleh Ibnul Muqri’).

Jika diperhatikan dengan benar, maka akan didapati bahwa kedua-duanya merupakan ahli ilmu dan termaksud di antara shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Begitulah para pendahulu umat ini, mengajarkan kepada kita bahwa kebesaran itu tidak hanya berhenti pada ilmu yang dimiliki, akan tetapi pada akhlak dan budi pekerti yang terlahir darinya.

Semoga Allah mengampuni kita dan selalu memberikan kepada kita kesempatan untuk memperbaiki diri serta menghiasinya dengan akhlak dan budi pekerti yang baik. Aamiin.

Sabtu, 8 November 2025 M || Mukalla Hadramaut Yaman.

Leave a reply

Previous Post

Next Post

Ikuti
Search
Loading

Signing-in 3 seconds...

Signing-up 3 seconds...