Bahaya Cinta Dunia

Loading

Oleh: Departemen Dakwah, Pendidikan dan Advokasi FKAM

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْد للهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ، وَمْنْ يَضْلُلُ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدُهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَاً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ

عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْد

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Puji dan syukur marilah kita sama-sama panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Alhamdulillah, berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, kita masih mendapatkan nikmat iman dan nikmat Islam. Kita masih mendapatkan nikmat sehat, nikmat panjang umur, dan nikmat kekuatan. Sehingga hati kita masih terpanggil menuruti perintah Allah, dan duduk bersimpuh di tempat yang Insyaa Allah penuh berkah ini.

Tidak sedikit saudara-saudara kita yang secara fisik terlihat sehat, namun kakinya tidak kuat dilangkahkan menuju masjid Allah. Mudah-mudahan, mereka segera mendapatkan taufik dan hidayah. Dan kita yang sudah mendapatkannya, semoga senantiasa dipelihara oleh Allah, dan diberi keistiqomahan hingga penghujung usia. Aamiin ya Allah.

Shalawat dan salam, semoga tercurahkan kepada pemimpin dan suri tauladan kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dengan perjuangan beliau, cahaya Islam ini sampai kepada kita, sehingga kita terbebas dari kejahilan dan kehinaan. Dan semoga shalawat serta salam juga tercurahkan kepada keluarganya, para shahabatnya, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Pada kesempatan kali ini, tidak lupa khatib wasiatkan kepada diri khatib pribadi dan kepada jamaah sekalian, agar kita selalu meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita. Sebab iman dan taqwa adalah sebaik-baik bekal untuk menuju kehidupan hakiki di akhirat kelak.

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Kita diperintahkan untuk senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepada kita. Syukur inilah yang kita buktikan dengan taqwa sebagaimana yang Allah perintahkan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102).

Karena hakikat syukur adalah menjalankan ketaatan dan menjauhi maksiat, sebagaimana kata Abu Hazim mengenai syukur dengan anggota badan adalah:

أَنْ تُكَفَّ عَنِ المَعَاصِي ، وَتُسْتَعْمَلَ فِي الطَّاعَاتِ

“Engkau tahan anggota badanmu dari maksiat dan engkau gunakan dalam ketaatan pada Allah.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:84).

Roda kehidupan. Itulah barangkali salah satu ungkapan yang pas untuk menggambarkan perjalanan kita di dunia yang fana ini. Roda yang berputar. Kadang di atas dan kadang di bawah. Ada kehidupan dan ada kematian. Ada kondisi sehat dan ada kondisi sakit. Ada rasa senang dan ada rasa susah. Ada kondisi kaya dan ada kondisi miskin. Ada saatnya naik jabatan dan ada saatnya turun dari jabatan. Ini semua adalah bagian dari ujian kehidupan. Allah Ta’ala berfirman:

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً

“Kami Allah akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan.” (QS. Al-Anbiya’: 35).

Manusia seringkali lupa bahwa ujian tidak selalu menyakitkan dan menyengsarakan. Makna ujian sebetulnya cukup luas. Orang yang diberi jabatan dan tercukupi kebutuhan materi itu juga termasuk ujian dari Allah Ta’ala.

Menurut Imam Ar-Razi dalam tafsir Mafatih Al-Ghaib, bahwa setiap makhluk yang bernyawa pasti akan merasakan kematian dalam kehidupan di dunia ini, dan Allah akan menguji kepada manusia dengan berbagai ujian baik berupa kenikmatan, kelapangan rezeki, mudah menjalankan ketaatan, maupun berupa musibah yang menyengsarakan seperti sakit, kekurangan harta benda, kematian, dan lainnya.

Kemudian menurut Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya, saat manusia melakukan ketaatan ataupun kemaksiatan itu juga termasuk sedang diuji oleh Allah. Dia mau bersyukur atas nikmat Allah berupa kesehatan, sehingga mampu menjalankan ketaatan tersebut. Begitu juga saat melakukan maksiat. Dirinya sedang diuji seberapa mampu menjauhi hal yang terlarang serta berusaha untuk menyadarinya dengan bertaubat kepada Allah.

Hal ini bertujuan agar manusia termotivasi dan selalu berusaha menjadi manusia yang shalih dan muslih serta memiliki akhlak yang terpuji, apakah dirinya termasuk orang yang bersyukur atau kufur kepada Allah?, karena pada prinsipnya kehidupan dunia ini ibarat sebuah kompetisi yang akan dicari para pemenangnya.

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Bahwasanya ada delapan hal yang dicintai manusia yang Allah rinci dalam ayat berikut ini:

قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah: 24).

Ayat ini merupakan peringatan Allah tentang kemungkinan sikap negatif yang akan terjadi pada orang-orang yang beriman. Yaitu lebih mencintai hal-hal yang bersifat duniawi daripada mencintai Allah, Rasul, dan Jihad di jalan-Nya. Sebagaimana yang terjadi pada orang-orang yang tidak mau berhijrah karena mereka lebih mencintai sanak saudara, keluarga dan harta.

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Apa tanda seseorang cinta dunia? Tandanya adalah gila harta, gila jabatan, gila kehormatan, gila ketenaran. Hidup mewah dengan pakaian, makanan dan minuman. Waktunya sibuk mengejar dunia. Dia mengejar dunia lewat amalan akhirat, sehingga juga lalai dari ibadah kepada Allah. Kemudian apa bahaya cinta dunia?

Pertama, Sumber Kehancuran.     

Ibnul Qayyim menyatakan dalam kitab Hadi Al-Arwah halaman 48, bahwa kunci segala kejelekan adalah cinta dunia dan panjang angan-angan.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ

“Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan Syurga bagi orang kafir.” (HR. Muslim).

Al-Munawi Rahimahullah dalam Mirqah Al-Mafatih menjelaskan, “Dikatakan dalam penjara karena orang Mukmin terhalang untuk melakukan syahwat yang diharamkan oleh Allah. Sedangkan keadaan orang kafir adalah sebaliknya, sehingga seakan-akan ia berada di Syurga.”

Tujuan hidup seorang Muslim adalah akhirat, bukan dunia. Akhirat (Syurga) merupakan puncak cita-cita seorang Muslim. Orang yang beriman dan berakal memandang dunia dan akhirat dengan sudut pandang yang benar.

Cinta seseorang kepada akhirat tidak akan sempurna kecuali dengan bersikap zuhud terhadap dunia. Sementara zuhud terhadap dunia tidak akan terealisasi melainkan setelah dia memandang kedua hal ini dengan sudut pandang yang benar.

Pertama, memandang dunia sebagai sesuatu yang mudah hilang, lenyap, dan musnah. Dunia adalah sesautu yang kurang, tidak sempurna dan hina. Persaingan dan ambisi dalam mendapatkan hal-hal duniawi sangat menyakitkan. Dunia adalah tempat kesedihan, kesusahan, dan kesengsaraan. Akhir dari semua masalah duniawi adalah kefanaan yang diikuti dengan penyesalan dan kesedihan. Orang yang mengejar kenikmatan dunia tidak lepas dari tiga keadaan, yaitu kecemasan sebelum meraihnya, keresahan pada saat meraihnya, dan kesedihan setelah meraihnya.

Kedua, memandang akhirat sebagai sesuatu yang pasti datang, kekal, dan abadi. Karunia dan kebahagiaan yang terdapat di akhirat begitu mulia, dan apa yang ada di akhirat sangat berbeda dengan apa yang ada di dunia. Akhirat adalah sebagaimana yang difirmankan Allâh Ta’ala:

وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ

“Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’la: 17).

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah  

Kedua, Orang Yang Cinta Dunia akan Mengorbankan Agama dan Lebih Memilih Kekafiran.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

“Bersegeralah melakukan amalan shalih sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir. Dia menjual agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia.”

Dari Ka’ab bin Malik Radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Dua serigala yang lapar yang dilepas di tengah kumpulan kambing, tidak lebih merusak dibandingkan dengan sifat tamak manusia terhadap harta dan kedudukan yang sangat merusak agamanya’.” (HR. At-Turmudzi, Ahmad).

Di dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan bahwa ketamakan manusia terhadap harta dan jabatan pasti akan merusak agamanya. Ketamakan manusia kepada harta dan kepemimpinan akan membawa kepada kedzhaliman, kebohongan, dan perbuatan keji. Bahkan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.

Manusia sangat mencintai harta dan akan terus senantiasa mencarinya. Tidak merasa puas dengan yang sedikit. Manusia sangat tamak kepada harta dan panjang angan-angan. Allah Azza wa Jallaberfirman:

وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا

“Dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.”(QS. Al-Fajr: 20).

وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ

“Dan sesungguhnya cintanya kepada harta benar-benar berlebihan.”(QS. Al-‘Adiyat: 8).

Bahwa hati orang tua menjadi pemuda karena dua hal, yaitu cinta dunia dan panjang angan-angan. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

قَلْبُ الشَّيْخِ شَابٌّ عَلَىٰ حُبِّ اثْنَتَيْنِ : طُوْلُ الْـحَيَاةِ وَحُبُّ الْمَالِ

“Hati orang yang tua renta senantiasa muda dalam mencintai dua perkara, hidup yang panjang dan cinta terhadap harta.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:

يَكْبَرُ ابْنُ آدَمَ وَيَكْبَرُ مَعَهُ اثْنَانِ: حُبُّ الْمَالِ وَطُولُ الْعُمُرِ

“Anak Adam (manusia) semakin tua dan menjadi besar juga bersamanya dua hal, cinta harta dan panjang umur.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hikmah dari penyebutan dua hal tersebut yaitu, bahwa yang paling dicintai oleh manusia adalah dirinya, dia ingin hidup kekal, maka itu dia mencintai panjang umur. Manusia juga mencintai harta, karena harta merupakan sebab terbesar untuk senantiasa sehat, yang menjadi salah satu sebab panjang umur. Jadi, setiap dia merasa hartanya akan habis, bertambah kuatlah kecintaannya kepadanya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

اِقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَلَا يَزْدَادُ النَّاسُ عَلَى الدُّنْيَا إِلَّا حِرْصًا، وَلَا يَزْدَادُوْنَ مِنَ اللهِ إِلَّا بُعْدًا

“Hari Kiamat semakin dekat, dan tidak bertambah (kemauan) manusia kepada dunia melainkan semakin rakus, dan tidak bertambah (kedekatan) mereka kepada Allah melainkan semakin jauh.” (HR. Al-Hakim).

Ketiga, Hati Jadi Lalai dari Mengingat Akhirat Sehingga Kurang Maksimal dalam Beramal Shalih.

Dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ أَحَبَّ دُنْيَاهُ أَضَرَّ بِآخِرَتِهِ وَمَنْ أَحَبَّ آخِرَتَهُ أَضَرَّ بِدُنْيَاهُ فَآثِرُوا مَا يَبْقَى عَلَى مَا يَفْنَى

“Siapa yang begitu gila dengan dunianya, maka itu akan memudaratkan akhiratnya. Siapa yang begitu cinta akhiratnya, maka itu akan mengurangi kecintaannya pada dunia. Dahulukanlah negeri yang akan kekal abadi (akhirat) dari negeri yang akan fana (dunia).” (HR. Ahmad).

Di dalam surat Adz-Dzariyat juga disebutkan:

قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ، الَّذِينَ هُمْ فِي غَمْرَةٍ سَاهُونَ

“Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan yang lalai.” (QS. Adz-Dzariyat: 10-11).

Yang dimaksud Alladzina hum fii ghomroh adalah mereka buta dan jahil akan perkara akhirat. Saahun berarti lalai. As-Sahwu itu berarti lalai dari sesuatu dan hati tidak memperhatikannya. Sebagaimana hal ini ditafsirkan dalam Zaad Al-Masir karya Ibnul Jauzi.

Orang yang orientasi hidupnya hanya dunia saja, dia akan menjadi hamba yang mudah untuk putus asa. Orang yang harapannya hanya dunia saja, akan menjadi orang yang apabila ia berusaha di dalam kehidupannya, usahanya tiada lain adalah untuk dunia. Sehingga akhirnya, pengetahuannya yang terbesar adalah dunia, keilmuan dan puncak keilmuannya adalah dunia. Dan inilah orang yang dicela oleh Allah dalam firman-Nya:

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

“Mereka hanya berilmu tentang kehidupan dunia, sementara mereka lalai tentang kehidupan akhirat.”(QS. Ar-Rum: 7).

Dan di dalam hadits RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallammenyebutkan:

إِنَّ اللَّهَ يُبْغِضُ كُلَّ جَعْظَرِيٍّ جَوَّاظٍ سَخَّابٍ بِالأَسْوَاقِ، جِيفَةٍ بِاللَّيْلِ، حِمَارٍ بِالنَّهَارِ، عَالِمٍ بِأَمْرِ الدُّنْيَا، جَاهِلٍ بِأَمْرِ الآخِرَةِ

“Sesungguhnya Allah membenci tiap-tiap orang yang keras hati lagi kasar, rakus serta sombong, suka berteriak-teriak di pasar-pasar, bagai bangkai di malam hari dan bagai keledai di siang hari, pintar urusan dunia namun bodoh akan urusan akhirat.”

Semua itu akibat keinginan dia yang terbesar adalah dunia. Dia menganggap dunia segala-galanya sehingga akhirnya hatinya tidak diberikan oleh Allah kekayaan. Hatinya penuh dengan kerakusan. Hatinya penuh dengan kepelitan. Hatinya merasa dirinya paling fakir di dunia, tidak pernah puas dengan yang Allah berikan kepadanya.

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah  

Keempat, Karena Cinta Dunia akan Menjadikan Seseorang Kurang Mendapatkan Kelezatan Ketika Berdzikir.

Di dalam Majmu’ Al-Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan perkataaan ulama Syam yaitu Sulaiman Al-Khawwash, “Dzikir bagi hati kedudukannya seperti makanan untuk badan. Ketika badan sakit, tentu seseorang sulit merasakan lezatnya makanan. Demikian pula untuk hati tidak bisa merasakan nikmatnya dzikir ketika seseorang terlalu cinta dunia.”

Kelima, Orang yang Gila Dunia Urusannya akan Jadi Sulit. Beda halnya kalau seseorang mengutamakan akhirat.  Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits riwayat Tirmidzi:

مَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ

“Siapa yang keinginan terbesarnya adalah dunia, Allah akan cerai beraikan urusannya dan Allah akan jadikan kefakiran itu di pelupuk matanya dan dunia pun tidak akan mendatanginya kecuali sesuai dengan yang ditakdirkan saja untuknya. Tapi siapa yang keinginan terbesarnya adalah kehidupan akhirat, Allah akan kokohkan urusannya dan Allah akan jadikan kekayaan itu di hatinya, serta dunia pun akan mendatanginya dalam keadaan dunia hina di matanya.”

Para pencari dunia seringkali kehilangan keikhlasan disaat dia ibadah. Ternyata keinginan terbesarnya ialah kehidupan dunia, sehingga Allah tidak memberikan pahala apa-apa untuknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ ﴿١٥

أُولَـٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴿١٦

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali Neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud: 15-16).

Ketika dunia itu menjadi keinginan terbesar, maka dia menginginkan dunia dan itu yang terbesar di hatinya. Sehingga akhirnya untuk ikhlas karena Allah adalah sesuatu yang paling berat bagi dia. Ketika seseorang pergi ke masjid misalnya, ternyata motivasi dia adalah hanya sebatas dunia. Ketika seseorang shalat Dhuha misalnya, ternyata motivasi terbesar dia agar dimudahkan rezekinya. Ketika dunia tidak mendatanginya, maka dia pun kemudian menjadi orang yang paling malas menuju kehidupan akhirat. Karena keinginannya tidak tercapai dari kehidupan dunia ini.

Mudah-mudahan Allâh memberikan keistiqomahan kepada kita dalam menghadapi fitnah dunia, fitnah syahwat dan syubhat. Mudah-mudahan Allah memasukkan kita ke dalam Syurga dan menjauhkan kita dari api Neraka.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ

عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

اللَّهُمَّ انْصُرِ الْمُجَاهِدِيْنَ فِيْ فِلِسْطِيْنَ اللَّهُمَّ انْصُرْهُمْ عَلَى الْيَهُوْدِ وَمَنْ عَاوَنَهُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَالْمُنَافِقِيْنَ، اللَّهُمَّ سَدِّدْ سَهْمَهُمْ وَوَحِّدْ صُفُوْفَهُمْ وَاجْمَعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الْحَقِّ يَا حَيُّ يَاقَيُّوْمُ

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلَا مُضِلِّيْنَ، اَللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا وَءَامِنْ رَوْعَاتِنَا وَاكْفِنَا مَا أَهَمَّنَا وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَنَا

رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

وَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَأَقِمِ الصَّلَاة

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *