Ujian Keluarga Nabi Ibrahim

Loading

Oleh: Dr. Muhammad Isa Anshory, M.P.I.

Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam kembali dari negeri Mesir ke negeri Syam bersama istrinya, Sarah. Mereka membawa hadiah dari Raja Sinan berupa binatang ternak, harta yang melimpah, dan seorang hamba sahaya wanita yang cantik jelita bernama Hajar. Hajar ini seorang wanita dari bangsa Koptik, yaitu penduduk asli Mesir.

Waktu pun terus berputar. Tidak terasa, peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim bersama Sarah di Mesir telah berlalu dua puluh tahun. Selama itu, Nabi Ibrahim merindukan datangnya seorang anak, sedangkan Sarah adalah wanita yang mandul. Nabi Ibrahim terus berdoa memohon kepada Allah agar diberi anak keturunan yang baik.

Kelahiran Nabi Ismail dan Nabi Ishaq

Allah berkenan mengabulkan doanya. Allah memberinya kabar gembira dengan akan lahirnya seorang anak yang amat sabar (yaitu Nabi Ismail). Demikianlah, apabila Allah menghendaki sesuatu terjadi pada hamba-Nya, Dia mempersiapkan faktor penyebab untuk itu. Allah kemudian memberikan ilham kepada Sarah untuk menyampaikan kepada Nabi Ibrahim, “Tuhan telah menjadikanku tidak bisa mengandung anak. Nikahilah budak perempuanku ini. Semoga Allah menganugerahi anak darinya.”

Nabi Ibrahim segera menikahi Hajar. Dari pernikahan ini, lahirlah seorang bayi bernama Ismail. Ketika Ismail lahir, usia Nabi Ibrahim telah mencapai 86 tahun. Setelah itu, Allah mengutus malaikat untuk menyampaikan kabar gembira kepada Sarah bahwa ia juga akan melahirkan seorang anak yang kelak menjadi nabi. Sarah pun akhirnya melahirkan Ishaq setelah sempat mandul dan sudah berusia lanjut. Usia Nabi Ibrahim sendiri saat kelahiran Ishaq adalah sekitar 100 tahun. Dengan demikian, jarak waktu antara kelahiran Ismail dan Ishaq kurang lebih 14 tahun.

Menyelamatkan Bahtera Rumah Tangga

Setelah ibunda Hajar melahirkan Nabi Ismail, mulailah bibit-bibit perasaan cemburu merasuki hati ibunda Sarah. Sarah adalah istri pertama Nabi Ibrahim. Ia sudah lama menikah dengan Sang Khalilurrahman –julukan Nabi Ibrahim–, namun belum juga dianugerahi seorang anak. Ia melihat Hajar membanggakan diri di hadapannya karena berhasil melahirkan anak untuk Nabi Ibrahim. Ia akhirnya tidak bisa menahan diri. Ia kemudian mengganggu dan menyakiti Hajar.

Melihat kedua istrinya terlibat konflik, Nabi Ibrahim berusaha untuk menyelamatkan bahtera rumah tangganya. Ia memohon petunjuk kepada Allah agar diberi jalan keluar dari ujian ini. Allah pun memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membawa Hajar dan anaknya, Ismail, yang masih kecil pergi dari negeri Syam menuju lembah tandus yang berada di dekat Gunung Faran.

Sungguh berat ujian yang harus dihadapi Nabi Ibrahim. Anak lelaki jantung hati yang diidam-idamkan selama berpuluh-puluh tahun, sekarang harus dijauhkan di sebuah lembah gersang nan kering kerontang. Jarak antara negeri Syam dengan tempat yang kemudian terkenal dengan nama Bakkah atau Makkah kurang lebih 1.500 km. Apa yang akan dimakan dan diminum oleh Hajar dan anaknya di lembah yang gersang itu?

Setelah menempuh perjalanan berbulan-bulan, tibalah Nabi Ibrahim bersama istri dan putranya di lembah Bakkah. Di tempat ini, ia sempat beristirahat beberapa hari. Ia serahkan sisa-sisa makanan yang masih tersedia kepada Hajar. Selanjutnya, ia beranjak pergi dari tempat itu. Hajar berteriak memanggil Nabi Ibrahim, “Hendak ke manakah engkau wahai Khalilurrahman? Kepada siapakah engkau tinggalkan kami?” Nabi Ibrahim diam tidak menjawab. Hajar mengulang kembali teriakannya. Kali ini, ia bertanya, “Apakah ini adalah perintah Allah?” Dengan singkat, Nabi Ibrahim menjawab, “Ya.” “Kalau begitu, Allah pasti tidak akan menelantarkan kami,” tanggap Hajar dengan penuh keyakinan. Sikap ini menunjukkan kadar keimanannya dan betapa besar tawakalnya kepada Allah. Sungguh, ia pantas menjadi ibunda seorang nabi yang agung dan umat yang agung.

Nabi Ibrahim terus berjalan meninggalkan istri dan anaknya. Setelah berada di jarak yang tidak terlihat lagi oleh mereka, ia berhenti. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia tumpahkan semua air matanya. Di tempat itu, Nabi Ibrahim menengadahkan kedua tangannya ke langit. Ia berdoa kepada Allah:  

“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami perlihatkan. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah; baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.” (QS. Ibrahim: 37-38).

Sumber: Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, As-Sirah An-Nabawiyah,jilid 1, hlm. 121-122; H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad,hlm. 123-125).            

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *