Ibarat pebisnis, tentu kita tidak ingin rugi. Semua skema akan kita lakukan untuk menjaga omset kita agar terus naik minimal stabil. Namun kalanya ada saja hal-hal yang menjadikan omset turun, entah karena faktor lesunya daya beli, inflasi, resesi atau menurunnya trust dari pembeli.
Boleh-boleh saja pikiran kita terkuras untuk memikirkan kenaikan omset dan pendapatan, namun jangan lupa bahwa bukan hanya pendapatan yang bisa turun. Tabungan pahala kebaikan pun juga bisa turun bahkan habis terkuras karena dosa dan maksiat yang kita perbuat. Sebagaimana kebaikan mampu menghapus dosa, demikian juga dosa mampu menghapus pahala kebaikan perlahan-lahan.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.” (QS. Muhammad: 33)
Qatadah rahimahullah berkata tentang ayat ini, “Barangsiapa yang mampu untuk tidak merusak pahala amal shalihnya dengan perbuatan buruknya, hendaknya lakukanlah! Dan tiada daya kecuali dari Allah. Karena sesungguhnya kebaikan itu bisa menghapuskan keburukan, begitupula keburukan bisa menghapuskan kebaikan. Dan sesungguhnya inti dari amalan adalah pada penutupannya.”
Tentang amalan kebaikan yang menghapus dosa, tentu kita sudah memahaminya. Rasulullah senatiasa mengingatkan agar mengiringi keburukan dengan kebaikan, karena kebaikan akan serta-merta menghapuskan keburukan. Namun sebaliknya, dosa bisa mengapuskan pahala kebaikan sebagaimana Allah menggambarkan dalam firman-Nya,
أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَن تَكُونَ لَهُ جَنَّةٌ مِّن نَّخِيلٍ وَأَعْنَابٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ لَهُ فِيهَا مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَأَصَابَهُ الْكِبَرُ وَلَهُ ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاءُ فَأَصَابَهَا إِعْصَارٌ فِيهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
“Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.” (QS. Al-Baqarah: 266)
Ibnul Qayyim menjelaskan, “Allah ta’ala mengingatkan orang yang berakal tentang bahayanya perbuatan buruk yang bisa merenggut pahala kebaikan; dengan permisalah orang yang sudah tua yang memiliki keturunan yang masih kecil-kecil yang dikhawatirkan akan nasib mereka dan dirinya. Satu-satunya harta yang dia punya adalah kebun yang berisi buah-buahan yang sangat disenangi dan diharapkan masa panennya. Namun tiba-tiba datang angin besar berapi menyambar kebun tersebut dan membakar seisi kebun beserta semua buah-buahan yang ada di dalamnya. Maka Allah mengingatkan bahwa dosa dan kemaksiatan ibarat api yang merenggut kebaikan atau kebun dalam permisalan ini.”
Beliau melanjutkan, “maka andai orang yang berakal mau memikirkan permisalan di atas dan menjadikannya celupan dalam hatinya, itu sudah cukup baginya dan akan mengobatinya (dari berbuat dosa). Demikianlah, manakala orang berbuat ketaatan kepada Allah lalu diikuti dengan perbuatan yang merusaknya berupa maksiat dan dosa, ibarat angin besar membawa api yang membakar perkebunan yang sudah sejak lama ditanami dan dipelihara. Maka orang yang sudah tahu efek dosa dan maksiat seperti di atas, namun masih melakukannya, dia adalah orang yang dungu. Dan setiap orang yang bermaksiat kepada Allah adalah orang yang dungu.”
Tentunya kita tidak ingin dikatakan dungu karena merusak kebun kebaikan kita sendiri yang sudah kita rawat dan siangi selama ini.
Dosa Penghapus Pahala
Setidaknya ada dua jenis dosa yang akan menghapus pahala. Pertama, dosa yang menyangkut hak makhluk sekaligus hak Allah. Seperti menzhalimi saudara, berbuat curang pada mereka dan mengambil harta mereka dengan cara paksa. Allah telah melarang perbuatan-perbuatan haram tersebut, maka sudah menjadi hak Allah untuk ditaati, namun manusia melanggarnya. Maka dosa-dosa ini akan menghapus pahala kebaikan kelak di akhirat dan melimpahkan pahala kebaikannya untuk saudaranya yang dilanggar haknya, hingga menjadikan pelakunya rugi tiada terperi.
Rasulullah bersabda, “Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang dibangkitkan di hari kiamat dengan membawa amal ibadahnya yang banyak; membawa pahala shalatnya, pahala puasa, pahala zakat, sedekah, amal dan lainnya. Lalu didatangkan orang yang dulu pernah dicaci-maki, pernah dituduh berbuat jahat, orang yang hartanya pernah dimakan olehnya, orang yang pernah ditumpahkan darahnya. Semua mereka yang dianiaya orang tersebut, dibagikan amal-amal kebaikannya, sehingga amal kebaikannya habis. Setelah amal kebaikannya habis, maka diambillah dosa dan kesalahan dari orang-orang yang pernah dianiaya, kemudian dilemparkan kepadanya hingga orang itu dicampakkannya ke dalam neraka.” (HR. Muslim).
Kedua, dosa yang menyangkut hak mutlak Allah saja. Baik dosa besar maupun dosa kecil. Di antara dosa besar adalah al-mubiiqaat, dosa-dosa yang membinasakan. Seperti syirik, zina, sihir, dan seterusnya. Adapun dosa kecil adalah dosa yang tidak sampai derajat dosa besar. Meski begitu bukan berarti boleh diremehkan.
Banyak pahala kebaikan lenyap karena dosa besar. Namun jarang disadari, bahwa meremehkan dosa kecil dan terus-terusan melakukannya juga akan menghapuskan pahala.
Rasulullah mengingatkan agar tidak meremehkan dosa. “Janganlah kalian meremehkan dosa, karena permisalan dosa-dosa yang dianggap remeh ibarat suatu kaum yang bermalam di sebuah lembah, setiap orang mengumpulkan sebuah kayu bakar hingga mereka dapat memasak roti mereka. Sesungguhnya dosa-dosa yang dianggap remeh itu dapat membinasakan pelakunya saat ia dihisab” (HR. Ahmad)
Orang beriman adalah mereka yang melihat dosa-dosanya berada di pelupuk matanya. Seolah dia berada di kaki gunung dan takut sewaktu-waktu gunung tersebut jatuh menimpa dirinya. Sedangkan orang yang celaka adalah yang memandang dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya dan bisa diusir begitu saja.
Maka merasa diri selalu berdosa adalah kunci melestarikan pahala kebaikan kita dan agar selamat di dunia dan akhirat. Sebaliknya, merasa bahwa diri telah banyak beramal dan meremehkan dosa adalah yang menjadikan pahala kita lenyap dan membuat kita celaka. Abu Ayub Al-Anshori berkata,
إِنَّ الرَّجُل لَيَعْمَلُ الْحَسَنَةَ فَيَثِقُ بِهَا وَيَنْسَى الْمُحَقَّرَاتِ فَيَلْقَى اللَّهَ وَقَدْ أَحَاطَتْ بِهِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ فَلَا يَزَالُ مِنْهَا مُشْفِقًا حَتَّى يَلْقَى اللَّه آمِنًا
“Sesungguhnya seseorang melakukan kebaikan dan terlalu percaya diri dengannya lalu meremehkan dosa-dosa, maka dia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan diselimuti dosa. Dan sesungguhnya seseorang melakukan keburukan dan terus merasa takut, maka ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan selamat.”
Semoga Allah memberi kekuatan kita agar senantiasa menjauhi dosa dan tidak meremehkannya. (Nurdin)