Oleh: Bima Setya Dharma
Dalam Islam, lisan bukan sekadar alat komunikasi, melainkan cermin dari hati dan penentu arah kehidupan seseorang. Satu kata saja, dapat menjadi sebab persaudaraan atau justru menyalakan api permusuhan. Karena itu, Allah Ta‘ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan perhatian besar terhadap adab berbicara dan etika dalam berkomunikasi. Allah Ta‘ala berfirman:
وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang paling baik.” (QS. Al-Isra’: 53).
Ayat ini menjelaskan, bahwa Allah memerintahkan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar menyampaikan kepada kaum Mukminin supaya selalu menggunakan ucapan dan kalimat yang baik. Karena jika mereka tidak melakukannya, setan akan menyusup di antara mereka, mengubah perkataan buruk menjadi perbuatan yang buruk, hingga timbul perselisihan, permusuhan, bahkan pertumpahan darah.
Lisan adalah cerminan hati. Segala yang keluar dari lisan adalah apa yang ada di dalam hati seseorang. Sebuah teko berisi air teh tidak akan keluar air susu saat dituangkan ke dalam gelas, melainkan akan terus keluar air teh ketika dituangkan selama isinya air teh. Begitulah hati manusia, ucapan yang muncul dari dirinya adalah apa yang berada di dalam hatinya. Dengan satu kata, seseorang bisa menimbulkan persaudaraan atau menyalakan api permusuhan. Karena itu, Allah memerintahkan orang Mukmin agar selalu memilih kata yang terbaik.
Dalam hal ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga pernah melarang seorang laki-laki Muslim menuding saudaranya dengan menggunakan senjata, karena khawatir kalau-kalau setan melepaskan senjata itu dari tangannya lalu meluncur mengenainya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:
لا يُشِيرُ أحَدُكُمْ علَى أخِيهِ بالسِّلاحِ؛ فإنَّه لا يَدْرِي لَعَلَّ الشَّيْطانَ يَنْزِعُ في يَدِهِ، فَيَقَعُ في حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
“Janganlah salah seorang dari kalian menunjuk saudaranya dengan senjata, karena ia tidak tahu, barangkali setan akan menggerakkan senjata itu dari tangannya, lalu ia terjatuh ke dalam lubang Neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menunjukkan larangan keras terhadap tindakan yang bisa membahayakan orang lain, seperti menunjuk saudara Muslimnya dengan menggunakan senjata atau sesuatu yang dapat melukai dan menyakiti seseorang. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengingatkan bahwa setan bisa memanfaatkan kelengahan yang tampak sepele ini, yang akhirnya senjata yang dipegang tidak sengaja bergerak melukai saudaranya sendiri. Semua ini merupakan bentuk kehati-hatian demi menjaga keselamatan masyarakat dan menjaga hubungan antar manusia. Termasuk larangan untuk menakut-nakuti atau mengancam mereka, bahkan hanya dengan isyarat atau sekedar candaan.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga menyampaikan bahwa ucapan yang baik Adalah bentuk dari sedekah. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
والكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ
“Kalimat yang baik adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits ini, kalimat yang baik termasuk bagian dari sedekah. Secara istilah, sedekah adalah segala bentuk pemberian atau perbuatan baik yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jadi sedekah bukan hanya berupa uang, tapi juga senyum kepada saudara kita, menyingkirkan batu dari jalan, menolong orang, dan juga ucapan yang baik. Ucapan yang baik adalah salah satu bentuk sedekah, baik yang ditujukan kepada Allah Ta‘ala seperti tasbih, takbir, dan tahlil, maupun kepada sesama manusia seperti salam, doa, nasehat, atau sekadar sapaan, semuanya dihitung sebagai sedekah.
Bahkan, ketika ada seseorang Arab Badui yang datang lalu kencing di dalam masjid, beliau Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tetap tenang dan bersikap ramah dalam menghadapinya. Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu:
بيْنَما نَحْنُ في المَسْجِدِ مع رَسولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ. إذْ جاءَ أعْرابِيٌّ فَقامَ يَبُولُ في المَسْجِدِ، فقالَ أصْحابُ رَسولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: مَهْ مَهْ، قالَ: قالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: لا تُزْرِمُوهُ دَعُوهُ فَتَرَكُوهُ حتَّى بالَ، ثُمَّ إنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ دَعاهُ فقالَ له: إنَّ هذِه المَساجِدَ لا تَصْلُحُ لِشيءٍ مِن هذا البَوْلِ، ولا القَذَرِ إنَّما هي لِذِكْرِ اللهِ عزَّ وجلَّ، والصَّلاةِ وقِراءَةِ القُرْآنِ، أوْ كما قالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ قالَ: فأمَرَ رَجُلًا مِنَ القَوْمِ فَجاءَ بدَلْوٍ مِن ماءٍ فَشَنَّهُ عليه.
“Ketika kami sedang berada di masjid bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tiba-tiba datang seorang Arab Badui lalu ia berdiri dan kencing di dalam masjid. Maka para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, ‘Mah mah (jangan, jangan)!’ Namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Jangan ganggu dia, biarkan.’ Maka mereka pun membiarkannya hingga ia selesai kencing. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memanggilnya dan bersabda, ‘Sesungguhnya masjid-masjid ini tidak layak untuk hal semacam ini seperti kencing dan buang kotoran. Masjid hanyalah untuk berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, untuk sholat, dan membaca Al-Qur’an.’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan seseorang dari kaum tersebut untuk mengambil seember air dan menyiramkan ke tempat kencing itu.”(HR. Bukhari dan Muslim).
Memperhatikan adab dan akhlak dalam berkomunikasi penting dalam perkataan maupun perbuatan. Karena kedua hal tersebut akan menimbulkan keburukan apabila tidak dijaga dengan baik. Perkataan yang kasar dapat menimbulkan perpecahan serta menyebabkan dosa, karena segala ucapan yang keluar dari lisan kita akan dicatat dan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Allah Ta‘ala berfirman:
مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tidak ada satu kata pun yang diucapkan melainkan dicatat oleh malaikat pengawas.” (QS. Qaf: 18).
Semoga Allah menjaga lisan kita dari ucapan-ucapan buruk, dan menjadikan lisan kita selalu mengucapkan kalimat yang Allah ridhoi.