Menjadi Manusia yang Beriman

YahyaNasehat Kehidupan5 hours ago22 Views

Sebagai seorang makhluk, seharusnya kita menjadi manusia yang beriman. Kita beriman kepada Allah, Rabb semesta alam. Allah adalah Dzat yang menciptakan kita, yang memberi rezeki, yang mengatur alam semesta. Dia-lah Allah pemilik kita dan yang kepada-Nya kita kembali.

Kita juga seharusnya tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun. Sholat kita untuk Dia. Ibadah kita untuk Dia. Hidup kita untuk Dia. Mati kita pun untuk Dia. Dia Allah, Tuhan Yang Maha Esa.

Segala yang ada ini adalah milik Allah. Kita ada di bumi Allah. Apa yang ada di kehidupan akhirat nanti pun kepunyaan Allah. Tidak seharusnya kita menyekutukan-Nya. Orang yang menyekutukan Allah, Dia sudah mengerjakan dosa yang besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ ۙوَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًا ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ

“Di antara manusia ada yang menjadikan (sesuatu) selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi-Nya) yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cinta mereka kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat dzalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat keras azab-Nya, (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al-Baqarah: 165).

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدِ افْتَرٰٓى اِثْمًا عَظِيْمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), tetapi Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Siapa pun yang mempersekutukan Allah sungguh telah berbuat dosa yang sangat besar.” (QS. An-Nisa’: 48).

Selain beriman kepada Allah, kita juga harus beriman dengan para Malaikat-Nya, beriman dengan kitab-kitab-Nya, beriman dengan para Rasul-Nya, beriman dengan hari Akhir, serta beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk. Dengan menjadi orang beriman dan mengerjakan kebaikan, kehidupan yang baik pun akan kita peroleh. Syurga pun juga akan kita dapatkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

“Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang Mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97).

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ࣖ

“Adapun orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, mereka itulah penghuni Syurga. Mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah: 82).

Selainnya, ada tiga perkara yang akan menjadikan seseorang mendapatkan manisnya iman. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu barangsiapa yang Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, apabila ia mencintai seseorang ia hanya mencintainya karena Allah. Ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam Neraka.” (HR Bukhari dan Muslim).

Namun demikian, orang yang beriman akan mendapatkan ujian. Adapun ujian itu dapat berupa sesuatu yang dianggap kebaikan dan dapat berupa sesuatu yang dianggap keburukan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

اِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْاَرْضِ زِيْنَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ اَيُّهُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di atas bumi sebagai perhiasan baginya agar Kami menguji mereka siapakah di antaranya yang lebih baik perbuatannya.” (QS. Al-Kahfi: 7).

اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَّثَلُ الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۗ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاۤءُ وَالضَّرَّاۤءُ وَزُلْزِلُوْا حَتّٰى يَقُوْلَ الرَّسُوْلُ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗ مَتٰى نَصْرُ اللّٰهِ ۗ اَلَآ اِنَّ نَصْرَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk Syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, ‘Kapankah datang pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214).

Sementara itu, berkaitan dengan ujian, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya, besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Maka, siapa yang ridho (terhadap ujian tersebut), baginya ridho (Allah), namun siapa yang marah (terhadap ujian tersebut), baginya murka (Allah). (HR. Abu Dawud).

“Tidaklah menimpa seorang Mukmin sebuah musibah, duri atau musibah yang lebih besar dari itu kecuali Allah akan mengangkat derajatnya atau menggugurkan dosanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dan lafadznya milik Imam Muslim).

Demikianlah kaitannya dengan keimanan. Merupakan hal yang seharusnya ada pada kita. Selain itu, kita merawatnya kita mempertebalnya. Agar keimanan kita tidak melemah apalagi hilang.

Leave a reply

Ikuti
Search
Loading

Signing-in 3 seconds...

Signing-up 3 seconds...