Cahaya Kebaikan di Jalan Seorang Muslim

AdamTazkiyatun Nafs4 days ago39 Views

Oleh: Bima Setya Dharma

Islam adalah agama yang tidak sekadar membimbing manusia dengan aturan dan ibadah ritual, tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur sebagai pondasi kehidupan. Di antara nilai paling agung yang menjadikan seorang Muslim mulia di sisi Allah dan dicintai oleh sesama adalah ihsan. Secara bahasa, ihsan berarti melakukan sesuatu dengan cara terbaik. Kata ini berasal dari akar kata ḥasan (حَسَنَ), yang artinya baik dan indah. Dalam Islam, ihsan memiliki banyak arti. Yang pertama, ihsan dalam ibadah, yaitu sebagaimana hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

الإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللّٰهُ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَّمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya. Jika tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.” (HR. Bukhori).

Kemudian yang kedua, ihsan yang dalam konteks hukum qishos padabab pidana, yaitu balasan dan sanksi dengan seimbang, dan menyempurnakan hak dalam pembunuhan dan luka dengan hukum qishos. Kemudian yang ketiga, ihsan dalam menepati hak atau hutang dengan membayarnya tanpa mengulur waktu, atau disertai tambahan yang tidak bersyarat. Tetapi, makna ihsan yang tertinggi ialah berbuat kebaikan terhadap orang yang bersalah.

Maka dari sini kita bisa menyimpulkan, bahwa ihsan bukan hanya soal memberi, tetapi memberi dengan hati yang tulus, dengan niat ingin menyenangkan Allah, bukan mencari pujian dari manusia. Dan jelas bahwa ihsan bukan sekadar tindakan baik, tetapi merupakan usaha menyempurnakan suatu amal atau manfaat dengan niat murni dan kualitas tertinggi, baik kepada manusia, hewan, maupun lingkungan.

Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman dalam Surah An-Nahl Ayat 90:

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat.”

Menurut Hasan Al-Bashri, Ayat ini adalah rangkuman dari seluruh kebaikan dan keburukan. Di dalamnya terkandung semua ketaatan kepada Allah melalui adil dan ihsan, serta larangan atas semua bentuk maksiat melalui kata-kata keji, mungkar, dan dzalim. Adil berarti memberikan hak orang lain dengan benar. Tapi ihsan lebih tinggi daripada adil, yaitu memberi lebih dari yang diwajibkan, dan tetap bersikap baik walau tak dibalas. Artinya, ihsan bukan sekadar tambahan, tetapi sebagai bentuk kesempurnaan dalam menjalani hidup sesuai petunjuk Allah.

Islam tidak membatasi ihsan hanya untuk manusia. Bahkan terhadap hewan pun kita diperintahkan untuk berbuat baik. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah telah menetapkan ihsan atas segala sesuatu. Maka apabila kalian membunuh, lakukanlah dengan cara terbaik. Dan apabila kalian menyembelih, lakukanlah dengan baik. Tajamkanlah pisau kalian, dan beri kenyamanan pada hewan yang disembelih.” (HR. Muslim).

Hadits ini menunjukkan, bahwa ihsan adalah prinsip universal, mencakup setiap tindakan, dari amal ibadah hingga perlakuan terhadap makhluk lain. Bahkan dalam perkara yang tampak sepele seperti menyembelih hewan, Islam mengajarkan agar dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab dan kelembutan. Kita bisa bayangkan, bahkan dalam menyembelih hewan pun kita diperintahkan berlaku lembut. Diperintahkan untuk menajamkan agar penyembelihan bisa selesai dengan cepat agar tidak menyakitkan. Jangan menyembelih hewan di hadapan hewan lain, dan jangan membuat hewan yang akan disembelih takut. Jika terhadap hewan saja kita diminta bersikap baik, apalagi terhadap sesama manusia, terlebih lagi orang tua, guru, tetangga, dan saudara.

Ihsan bukanlah sesuatu yang berat, tapi ia dimulai dari hal-hal kecil yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Seperti saat kita menjawab salam dengan senyuman, atau menyingkirkan duri di jalan agar tidak membahayakan orang lain, itu semua adalah bentuk ihsan. Ketika kita memaafkan kesalahan saudara kita meskipun hati sempat tersakiti, atau memberi nasehat dengan kata-kata yang lembut dan tidak menghakimi, itu juga termasuk dari ihsan. Bahkan meluruskan niat dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan, bukan karena ingin dipuji manusia, tapi karena ingin mencari ridha Allah, itu juga termasuk ihsan. Inilah hakikatnya, ihsan adalah kebiasaan hati yang mencintai kebaikan, kebiasaan hati yang tidak menuntut balasan, melainkan keikhlasan karena ia hidup dalam keyakinan bahwa Allah senantiasa melihat segala perbuatan hamba-Nya dan selalu menghargai setiap kebaikan meski tersembunyi dari mata manusia.

Bahkan ketika seseorang berbuat salah, Islam tidak menganjurkan putus hubungan atau sikap keras. Ibnu Hibban menekankan bahwa tidak boleh memutus tali silaturahmi hanya karena satu kesalahan, melainkan kesalahan itu harus dialirkan ke arah ihsan, yaitu dengan empati, kasih sayang, dan keinginan untuk memperbaiki.

Ibnu Hibban Rahimahullahberkata:

لا يجِبُ الهِجرانُ بَيْنَ المُسلِمين عِندَ وُجودِ زَلَّةٍ من أحَدِهما، بل يجِبُ عليهما صَرفُها إلى الإحسانِ، والعَطفُ عليه بالإشفاقِ وتَركِ الهِجرانِ

“Tidaklah wajib bagi dua orang Muslim untuk saling menjauhi (bermusuhan) ketika salah satu dari mereka melakukan kesalahan. Bahkan yang wajib atas keduanya adalah mengubah situasi itu menjadi kebaikan (ihsan), menyikapinya dengan kasih sayang, dan meninggalkan sikap saling menjauhi (hijran).”

Makna ini sangat dalam dan penuh hikmah. Ibn Hibban Rahimahullah menekankan bahwa dalam hubungan antar sesama Muslim, kesalahan adalah hal yang manusiawi, kesalahan bukanlah alasan untuk memutus silaturahmi, melainkan peluang untuk menunjukkan akhlak mulia, yaitu sikap baik dan refleksi diri apa kesalahan dari diri sendiri hingga konflik tersebut terjadi, serta upaya untuk menyambung kembali hubungan dengan hati yang lembut dan saling memaafkan tanpa adanya rasa dendam.

Bukan hanya itu, orang yang berbuatan ihsan akan mendapatkan balasan dari Allah Ta’alasebagaimana firman-Nya:

هَلْ جَزَاۤءُ الْاِحْسَانِ اِلَّا الْاِحْسَانُ

“Tidak ada balasan bagi ihsan kecuali ihsan (pula).” (QS. Ar-Rahman: 60).

Ayat ini mengisyaratkan bahwa setiap bentuk ihsan akan dibalas oleh Allah dengan kebaikan yang sepadan, ini adalah janji Allah. Jika kita berbuat ihsan, Allah akan membalasnya dengan cara terbaik, di dunia dan di akhirat. Kadang balasannya tidak langsung berupa harta atau pujian, tapi berupa ketenangan hati, berkah umur, dan kemudahan dalam urusan. Dan balasan paling besar tentu saja adalah Syurga, yang disiapkan bagi hamba-hamba yang ihsan.

Maka dari itu, jika kita menanamkan kebaikan dalam bentuk apa pun, dengan harta, tenaga, ilmu, atau senyum tulus, maka ia akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lebih baik, di waktu yang tidak kita sangka.

Semoga kita semua dipermudahkan agar selau berbuat ihsan, dan dijadikan oleh Allah sebagai seorang muhsin. 

اللَّهُمَّ اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ، لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا، لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ

“Ya Allah, tunjukilah aku kepada akhlak yang paling baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau. Dan jauhkanlah aku dari akhlak yang buruk, tidak ada yang dapat menjauhkannya kecuali Engkau.” (HR. Muslim).

Leave a reply

Previous Post

Next Post

Ikuti
Search
Loading

Signing-in 3 seconds...

Signing-up 3 seconds...